Teriakan Megawati Cuma Drama Politik Kalau PDIP Belum Makzulkan Jokowi
Sebagai seorang pimpinan parpol yang telah jatuh bangun di dunia politik, Megawati seharusnya tidak hanya berbicara berapi-api. Dia seharusnya bisa menggerakkan kadernya di DPR untuk memelopori gerakan pemakzulan terhadap Jokowi.
Oleh: Tjahja Gunawan, Wartawan Senior
SUARA lantang Megawati Soekarnoputri yang telah menyindir Presiden Jokowi seperti Orde Baru, dinilai cuma gimmick dan drama politik. Publik baru akan percaya penuh jika Ketua Umum PDIP itu berani menarik semua menterinya dari kabinet serta bisa memakzulkan Jokowi.
"Kecuali kalau Ibu Mega perintahkan seluruh kadernya di parlemen untuk melakukan langkah politik memakzulkan Jokowi sebagai presiden. Kalau itu dilakukan, baru kita percaya dengan konsistensi Ibu Mega," kata seorang simpatisan PDIP yang sebelumnya pendukung Jokowi yang kini kecewa dengan Presiden RI ke-7 itu.
Di dunia maya, para netizen dengan beragam cara menyampaikan rasa kesalnya kepada Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, dan Anwar Usman. Sehingga akhirnya MK dipelesetkan netizen jadi Mahkamah Keluarga.
Beberapa waktu lalu, Megawati di depan ribuan kadernya berpidato dengan suara lantang dan berapi-api menyatakan, "Baru berkuasa, sudah mulai seperti Orde Baru! Kalian berani tidak … ?!" Kemudian para kadernya menjawab serempak: "Berani ….! Lawan ….!" Semangat para kader banteng pun seolah terbakar oleh pidato Ketua Umum PDIP Megawati.
Jangan Cuma Ngomong
Bukan hanya Megawati dan PDIP yang kecewa tetapi para pendukung dan relawan Jokowi juga banyak yang kecewa dengan perubahan pada diri mantan Walikota Solo itu. Puncak kekecewaan mereka terjadi saat adik ipar Jokowi yang juga Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman membuat putusan hukum yang memberi jalan pada keponakannya yakni Gibran menjadi calon wakil presiden.
Putusan Ketua MK itu, juga telah membuat kecewa salah satu pendukung Jokowi, yakni Goenawan Mohamad atau biasa dipanggil GM. Budayawan sekaligus tokoh pers itu mengaku kecewa dengan sikap Jokowi yang dinilai ingin memperpanjang masa jabatannya dengan merestui pencalonan putra sulungnya, Gibran sebagai cawapres Prabowo pada Pemilu 2024. Saking kecewanya, GM sampai menangis dalam sebuah wawancara di televisi.
Ungkapan kekecewaan para relawan dan pendukung Jokowi hanya bisa disampaikan dengan kata-kata, narasi dalam bentuk tulisan atau petisi. Tapi kalau yang kecewa pimpinan partai seperti Megawati Soekarnoputri, seharusnya tidak cukup diungkapkan melalui pidato. Tapi bisa ditindaklanjuti dengan langkah politik yang kongkret berupa penarikan para menteri PDIP di kabinet dan impeachment Jokowi melalui jalur DPR.
Saat ini terdapat lima menteri dalam Kabinet Kerja Pemerintahan Presiden Jokowi yang berasal dari kader PDIP. Yakni Yasonna H. Laoly (Menteri Hukum dan HAM), Tri Rismaharini (Menteri Sosial), Abdullah Azwar Anas (Menpan RB), I Gusti Ayu Bintang Darmawati (Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA)), dan Pramono Anung (Sekretaris Kabinet).
Kalau Megawati berani melakukan itu, diyakini akan mendapat apresiasi masyarakat, bahkan bisa jadi akan meningkatkan elektabilitas PDIP.
Sebagai seorang pimpinan parpol yang telah jatuh bangun di dunia politik, Megawati seharusnya tidak hanya berbicara berapi-api. Dia seharusnya bisa menggerakkan kadernya di DPR untuk memelopori gerakan pemakzulan terhadap Jokowi.
Apalagi PDIP dikenal sebagai partai ideologis memiliki para kader yang sangat militan.
Partai ini seharusnya bisa membuktikan pada publik sebagai partai nasionalis yang konsisten pada konstitusi. Putusan MK itu jelas sudah mencedarai konstitusi karena dibuat demi kepentingan dinasti politik keluarga Jokowi. Lembaga hukum (MK) sudah dijadikan sebagai alat kekuasaan dan politik. (*)