Tolak Ridwan Kamil

Gerakan Coblos Semua atau lebih khusus Jakarta Anti Ridwan Kamil merupakan pelajaran penting bagi elit politik di Indonesia yang berambisi membangun budaya politik mendahulukan kekuasaan ketimbang kerakyatan. Elit yang memanipulasi "jalmi alit" atau "wong cilik".

Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan

WARGA Jawa Barat gembira Ridwan Kamil atau Kang Emil keluar dari Jawa Barat. Karena ia gagal memimpin Jawa Barat sebagai Gubernur. Ketika awal digadang-gadang menjadi Cagub di Jawa Barat suara penolakan kencang. Dari soal masjid Al Jabbar, bansos, mesin parkir, hingga patung menjadi masalah yang menderanya. Dari Jabar memang harus out.

Ternyata penampungannya justru Jakarta. Tokoh yang pernah menghina warga Jakarta ini dilempar ke sini. Pendukung Bobotoh yang biasa versus The Jakmania kini demi politik diusung untuk memimpin squad Jakarta.

Jakmania menolak untuk mendukung Kang Emil. Berbagai seruan seperti "Jakarta bukan untuk Ridwan Kamil", "Jakarta boikot Ridwan Kamil", "Emang rela Jakarta dipimpin bobotoh?" menghiasi poster-poster.

Saat menghadiri Haul Mbah Priok hari Ahad tanggal 1 September, Ridwan Kamil yang memberi kata sambutan ternyata diteriaki jama'ah "huuu, turun, turun", bahkan ada teriakan "Anies, Anies, Anies". Ridwan Kamil memilih turun setelah melihat respons penolakan "Priok bukan rumah ente, woi pulang woi".

Di media sosial nampak video seorang menulis pada dinding kain putih "Jakarta Anti Ridwan Kamil".

Tidak mudah mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil untuk menundukkan masyarakat Jakarta mengingat track record yang jauh dari pijakan asalnya. Ridwan yang mencoba mengganti panggilan dari Kang Emil menjadi Bang Emil tampaknya sia-sia.

Di Jawa Barat suara "Tolak Ridwan Kamil" menggema, kini saat masuk Jakarta teriakan itu lebih nyaring lagi untuk menolaknya. Ia bukan figur bagus yang layak dipuja atau dielu-elukan. Kelasnya biasa-biasa saja. Menjadi seperti istimewa akibat permainan media dalam membangun pencitraan. Tidak ada prestasi yang dirasakan saat memimpin Bandung apalagi Jawa Barat.

Gerakan Coblos Semua atau lebih khusus Jakarta Anti Ridwan Kamil merupakan pelajaran penting bagi elit politik di Indonesia yang berambisi membangun budaya politik mendahulukan kekuasaan ketimbang kerakyatan. Elit yang memanipulasi "jalmi alit" atau "wong cilik".

Gerakan tolak Ridwan Kamil dinilai wajar karena beberapa hal, antara lain:

Pertama, dengan dukungan Istana dan mayoritas partai politik menjadi gambaran bahwa Ridwan Kamil adalah boneka oligarkhi yang siap berekspresi maupun merepresi.

Kedua, ketika Jakarta bukan lagi sebagai Ibu Kota Negara maka spirit putera daerah atau yang mengenal daerah untuk memimpin Jakarta menjadi kelayakan. Ridwan Kamil itu orang luar.

Ketiga, mantan Gubernur DKI yang dinilai sukses memimpin dan dicintai warga Anies Baswedan telah dibantai secara sadis oleh Istana hingga tidak dapat ikut berkompetisi. Kemarahan warga merupakan konsekuensi.

Gerakan Coblos Semua adalah bentuk ringan dari perlawanan yang sekaligus secara implisit penolakan atas Ridwan Kamil. Bentuk lebih eksplisit adalah coretan "Jakarta Anti Ridwan Kamil". (*)