Anies Baswedan: Greta dan Kartini Melawan Penguasa dengan Kata-kata

Jakarta, FreedomNews – Sosok anak muda kritis dari Swedia. Greta Thunberg, dikenal mampu melawan penguasa dengan kata-kata.

Pemikiran Greta dituangkan dalam tulisan. Selanjutnya rentetan kata-kata dalam tulisan tersebut dijadikan modal bagi Greta untuk mengadvokasi para pengambil kebijakan.

"Bayangkan seorang anak remaja bisa menghadapi pemimpin dunia dengan kepala tegak. Dan, semua itu dimulai dengan kata-kata. Oleh karena itu, jangan pernah remehkan kekuatan kata-kata," kata Anies Baswedan, Bakal Calon Presiden dari Partai Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) dalam sambutan kata pengantar pada peluncuran "Buku Sepilihan Kutipan Bijak & Inspiratif Anies Baswesan Sang Pemimpin", di Jakarta, Selasa sore (3/10/2023).

Dalam acara tersebut, Anies tidak hadir karena masih melakukan safari keliling daerah ke Jatim dan Jateng bersama Bacawapres Muhaimin Iskandar yang juga Ketua Umum PKB.

Menurut Aendra Medita, Ketua Tim Penyusun Buku Anies Baswedan, sedianya Bacapres yang mengusung tema perubahan itu akan hadir langsung tapi rupanya kunjungannya ke daerah belum tuntas seluruhnya.

"Namun Alhamdulillah meski Mas Anies tidak datang tapi ibunya beliau menyempatkan untuk hadir," kata Aendra.

Hadir Ibunda Anies

Dalam acara itu, ibunda Anies Baswedan, Prof DR Hj Aliyah Rasyid Baswedan, M.Pd (83 tahun), mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas berkontribusi dalam peluncuran buku anaknya.

Dalam kata pengantarnya, Anies Baswedan menyebutkan selain Greta Thunberg dari Swedia, tokoh dan pahlawan dari Indonesia yang juga berjuang melalui kata-kata adalah Kartini.

Menurut Anies, Kartini adalah pahlawan yang sepanjang hidupnya tidak mengangkat senjata dan tak berpengalaman berada dalam medan peperangan. Ia juga tak pernah mendirikan partai atau organisasi kebangsaan.

"Namun, Republik ini terus mengenangnya dengan nama yang sangat harum. Nama pahlawan itu Kartini. Kartini adalah cermin perjuangan melalui kata-kata. Ia memperjuangkan gagasannya melalui kata-kata. Hidupnya singkat, tapi inspirasi kata-katanya jauh melampaui rentang hidupnya," ujar Anies Baswedan.

Tulisan Kartini menyalakan inspirasi bagi jutaan anak negeri di tiap sudut Republik ini. Kartini dan Greta hanya contoh kecil di mana kata-kata bisa menjelma menjadi gerakan publik yang sangat besar. Menggerakkan jutaan manusia untuk mencapai kebaikan bersama.

Sayangnya, lanjut Anies, kerap kali banyak yang lupa dengan kekuatan kata-kata. Efek kata-kata kerap diremehkan, dianggap tidak penting. Kita ingin katakan dengan tegas, jangan pernah remehkan kekuatan kata-kata.

Meski demikian, selama dirinya mengemban amanah untuk mengelola urusan publik sebagai Gubernur DKI Jakarta selama lima tahun (2017-2022), Anies senantiasa menerapkan prinsip: gagasan, narasi, dan karya.

"Kami meyakini setiap pekerjaan harus dimulai dengan gagasan besar. Pada level gagasan kita bicara soal ideologi yang ingin kita dorong, juga keberpihakan dalam sebuah kebijakan," katanya.

Gagasan sangat penting, kata Anies, karena kebijakan tanpa gagasan tak akan punya arah yang jelas. Gagasan tersebut kemudian dinarasikan.

Bahwa arah, ideologi, dan keberpihakan dalam gagasan harus bisa dikomunikasikan dengan baik. Kekuatan kata-kata memegang peran penting dalam tahapan ini, bukan sekadar kata-kata kosong, melainkan kata-kata sebagai cerminan gagasan.

Tahapan akhirnya adalah karya, setiap kebijakan harus terlaksana dengan tuntas, terukur, dan manfaatnya diterima publik.

Menurut Anies, akan sangat bahaya jika kita hanya asal bekerja. Dalam setiap pekerjaan untuk publik, perlu dilatarbelakangi dengan gagasan dan narasi yang baik. Gagasan yang dituliskan menjadi kata-kata lalu lahir menjadi sebuah karya maka hasilnya akan dahsyat. Tim penyusun buku ini terdiri Aendra Medita, Feko Supriyadi, Imam Wahyudi, Memet Hakim. Sedangkan lukisan tampilan berbagai pose wajah Anies Baswedan dalam buku tersebut dikerjakan A.R. Tanjung.

Secara fisik, kata Anies, buku ini memang bisa dibaca sebagai kumpulan kata-kata. Jika ditelisik lagi lebih dalam, sejatinya buku ini adalah sebuah upaya mendokumentasikan gagasan yang dituangkan menjadi narasi.

Anies memberikan apresiasi tinggi bagi tim penulis yang telah bekerja keras mengkontribusikan waktunya untuk mendokumentasikan gagasan-gagasan dalam buku ini. "Kontribusi yang paling mahal dalam kerja-kerja kebudayaan adalah waktu," tambah Anies Baswedan.

Tim penulis telah mengkontribusikan waktunya yang sangat berharga untuk menghasilkan karya ini.

"Ketika bicara dokumentasi, yang kerap kali terlintas adalah soal masa lalu. Kita ingin perspektif itu diubah, buku ini tidak hanya bicara soal dokumentasi masa lalu, ikhtiar kami buku ini bisa menggerakkan pembaca untuk menghadirkan gagasan-gagasan baru di masa depan," demikian Anies Baswedan. (TG)