Petugas Partai Bertentangan dengan Konstitusi

Jakarta, FreedomNews – Analis politik Universitas Nasional (Unas) Jakarta Selamat Ginting menegaskan bahwa pernyataan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Sukarnoputri soal istilah petugas partai bagi kader yang menjadi Presiden/Wakil Presiden, Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, tidak sesuai dengan konstitusi UUD 1945.

“Mereka yang mendapatkan mandat dari rakyat untuk menjadi Presiden/Wakil Presiden, Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, berdasarkan konstitusi maka bakti dan tanggungjawabnya kepada Nusa dan Bangsa. Tanggungjawabnya bukan lagi kepada partai politik yang mengusungnya,” kata Selamat Ginting di Kampus Unas, Jakarta, Senin (5/6/2023).

Sebelumnya, Megawati mengingatkan kepada bakal calon presiden dari PDIP Ganjar Pranowo. “Awas kalau kamu (Ganjar Pranowo) tidak ngomong (sebagai) kader partai, petugas partai. Sadar juga, untung beliau (Ganjar) nurut,” ungkap Mega di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Jum’at (2/6).

Menurut Selamat Ginting, konstitusi negara mengamanatkan bahwa Pasal 9 ayat (1) UUD 1945 menetapkan, Presiden dan Wakil Presiden sebelum memangku jabatannya bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan MPR/DPR.

Sumpah Presiden dan Wakil Presiden: “Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala Undang-Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”.

Adapun untuk kepala daerah, Pasal 110 ayat (2) UU 32/2004 berbunyi sebagai berikut: “Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh 6 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan segala Undang-Undang dan Peraturannya serta berbakti kepada masyarakat, Nusa dan Bangsa”.

Menurutnya, dua bunyi sumpah atau janji, baik Presiden/Wakil Presiden maupun Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, tegas menyatakan memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala Undang-Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.

Bukan hanya itu, kata Selamat Ginting, dalam praktik ketatanegaraan di Indonesia, berdasarkan UUD 1945, Undang-Undang atau turunannya, semua pejabat publik sebelum memangku jabatannya harus mengucapkan sumpah, karena turut mengambil bagian dalam kekuasaan negara dan tanggungjawab negara.

“Jadi semua pejabat negara walau pun berasal dari partai politik, juga disumpah dan bertanggungjawab kepada negara. Bukan kepada partai politik, dan bukan pula sebagai petugas partai,” ujar kandidat doktor ilmu politik itu.

Lagi pula, kata Ginting, presiden dan wakil presiden tidak dipilih oleh lembaga partai politik, melainkan oleh rakyat yang memiliki kewenangan sebagai pemilih dalam pemilihan presiden/ wakil presiden. Sehingga sumber kekuasaan presiden/wakil presiden berasal dari rakyat yang memilih, bukan dari partai politik. Memang betul partai politik maupun kumpulan partai politik yang mengusung calon presiden dan mendaftarkannya melalui Komisi Pemilihan Umum (KPU).

“Kesimpulannya, presiden dan wakil presiden jelas bukanlah petugas partai. Presiden adalah pemegang mandat tertinggi yang diberikan rakyat untuk memimpin negeri,” kata Ginting yang lama berkiprah sebagai wartawan bidang politik.

Oleh karena itu, lanjutnya, ketika ada ketua umum partai politik yang merasa gede rasa dengan menempatkan posisinya tersebut lebih tinggi daripada pemegang mandat rakyat, maka yang bersangkutan mengingkari prinsip demokrasi.

“Jadi presiden itu petugas rakyat untuk kepentingan bangsa dan negara. Bukan petugas partai seperti yang dianut negara komunis. Di negara komunis memang hanya ada satu partai, yakni partai komunis. Presiden negara tersebut, seperti Republik Rakyat Tiongkok merupakan petugas partai komunis. Indonesia bukan negara komunis!” tegas Ginting. (mth)