PK Ditolak MA, Moeldoko Gagal Membegal Demokrat
Jakarta, FreedomNews – Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko gagal membegal Partai Demokrat. Hal itu karena Mahkamah Agung (MA) menolak PK atau Peninjauan Kembali yang diajukannya, setelah sebelumnya MA juga menolak kasasi atas upaya mengambil-alih kepemimpinan partai besutan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dari Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
"Amar putusan: tolak," demikian bunyi status perkara 128PK/TUN/2023 sebagaimana diunggah di situs resmi Kepaniteraan Mahkamah Agung.
Juru bicara MA, Suharto juga mengonfirmasi hal tersebut. Penolakan diputuskan majelis hakim pada Kamis, 10 Agustus 2023 hari ini. Sebuah kado Hari Ulang Tahun AHY ke-45 (lahir pada 10 Agustus 1978).
Sebelumnya, MA menolak upaya Kasasi kubu Moeldoko atas keputusan pemerintah yang menolak kepengurusan Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang pada 5 Maret 2021.
Mengomentari soal putusan PK Moeldoko hari ini, Wasekjend Demokrat Jansen Sitindaon menyebut bahwa sebagaimana frasa “hukum, hakim, dan rasa keadilan”, ternyata hal ini terbukti pada perkara ini. “Dan, para Yang Mulia Majelis Hakim PK telah memutuskan hal yang sebenar-benarnya dalam perkara ini,” katanya.
Menurut Jansen Sitindaon, sejak awal kasus “pembegalan” yang dialami Demokrat ini bukan hanya sekedar persoalan hukum semata saja, namun lebih jauh lagi ini soal kehidupan Demokrasi kita di Indonesia. Khususnya terkait dengan kehidupan organisasi kepartaian kita di Indonesia ini.
“Karena bagaimana mungkin seseorang itu bukan dan tidak pernah menjadi kader, ingin jadi Ketua Umum di sebuah parpol tertentu? Sedangkan UU Parpol sendiri secara tegas telah mengatur bahwa kader itu haruslah anggota partai politik,” ungkap Jansen Sitindaon kepada Freedom News.
Akal sehat dan aturan hukum ini yang sejak awal ditabrak Moeldoko dalam perkara ini. Karena, kata Jansen Sitindaon, memang Moeldoko ini tidak pernah menjadi kader/anggota Demokrat, apalagi jadi pengurus Partai Demokrat.
Dan, namanya tidak ada di Sipol (sistem informasi partai politik) yang dikelola oleh Negara. Jadi, “Jangankan jadi Ketua Umum Demokrat, jadi Ketua Demokrat tingkat Ranting (Desa) saja Moeldoko ini tidak bisa, tidak memenuhi syarat. Apalagi jadi Ketum,” tegas Jansen Sitindaon.
Jadi, putusan PK MA ini selain telah benar secara hukum, dan juga telah menyelamatkan kehidupan Demokrasi kita. Karena kasus ini sejak awal telah menentang seluruh akal sehat dan aturan hukum kepartaian yang berlaku di Indonesia, bahkan sejak kita merdeka.
“Jika, tadi apa yang dilakukan Moeldoko ini sampai dibenarkan, akan menjadi preseden yang sangat buruk dan bisa menimpa seluruh partai. Untunglah dalam kasus ini Mahkamah Agung memutuskan sebaliknya,” tuturnya.
Jadi, lanjut Jansen Sitindaon, putusan ini akan memberi kontribusi bagi kehidupan demokrasi dan kepartaian kita di Indonesia. Pesannya adalah: “jangan sesekali pernah berpikir bukan kader, akan bisa jadi Ketua Umum di sebuah partai tertentu dengan menempuh jalan membegal atau copet dari luar”.
“Inilah bukti kepemimpinan Mas AHY. Dengan keberanian dan kematangannya, sebagai Ketua Umum Demokrat, Mas AHY telah berhasil memimpin seluruh kader Demokrat di seluruh Indonesia berjuang melalui badai ini selama hampir 3 tahun ini,” ungkap Jansen Sitindaon.
Sebuah perjalanan panjang, perjuangan melelahkan, mengganggu pikiran beberapa tahun ini telah berhasil dan selesai dilalui di bawah kepemimpinan mas AHY. Keadilan dimenangkan, demokrasi terselamatkan, tuntas sudah semuanya. “Demokrat di bawah nahkoda Mas AHY telah siap menuju Pemilu,” tegasnya. (mth/MD)