Puisi Balasan untuk Butet: Sastrawan Penebar Kebencian

Jakarta, FreedomNews – Azhar Muttaqin, SAg, Mag, dosen muda Universitas Muhammadiyah yang juga konten creator, menulis puisi balasan untuk Butet Kertaradjasa lewat akun Tiktok-nya _@azharqien yang diunggah pada Selasa, 27 Juni 2023.

Dengan mengenakan pakaian kasual dilapisi kemeja biru navy dan topi berwarna gelap bertuliskan Crocodile, Azhar membacakan puisi karyanya yang berjudul Butet oh Butet dengan penuh keseriusan untuk menimpali ocehan Butet di panggung megah Gelora Bung Karno pada Sabtu, 24 Juni 2023.

Sesekali dia sisipkan senyum kecutnya untuk sosok yang disebut budayawan tapi tak berbudaya itu.

Azhar menyebut, kata-kata yang diucapkan Butet bukanlah kelas pujangga hebat, melainkan sastrawan bejat. Seorang budayawan, kata dia, semestinya melahirkan kebijaksanaan, bukan penebar kebencian, sebagaimana dikutip KBA News, Kamis, 29 Juni 2023.

Azhar menambahkan, Butet berkaca diri ketika menuding pandir kepada Bakal Calon Presiden Anies Baswedan. Menurutnya, Butet seakan tidak menggunakan akal ketika Mantan Gubernur DKI itu berusaha dijegal.

Saat berita ini diturunkan, video puisi Azhar sudah diakses lebih dari 88,6 ribu penonton. Disukai sebanyak 6.398 dengan 969 komentar. Publik menilai positif puisi yang dibuat dan dibacakan oleh dia. Hal itu terbaca melalui komentar yang diberikan.

Keren Bang puisinya, Butet mah lewat... Lanjutkan berikan pencerahan utk rakyat, agar gak slh pilih pemimpin,” tulis akun wint66.

Berikut ini puisi lengkapnya:

BUTET OH BUTET Oleh: Azhar Muttaqin

_Butet oh Butet Sungguh malangnya kau Maksud hati kata-katamu dipandang bijak bak pujangga-pujanga hebat Namun yang ada kata-katamu terhina Layaknya roman picisan dari sastrawan bejat

Butet oh Butet Sini kuajari aku Jadi budayawan itu tak segampang jadi politisi murahan Budayawan lahir dari rahim kebijaksanaan dan nilai-nilai luhur putra-putri bangsa yang cinta akan kedamaian Jauh panggang dari api dengan kau sang penebar kebencian

Butet oh Butet Sini kututuri kau dengan narasi kecerdasan Jadi cendikiawan tidak semudah menjadi pelawak sepertimu dalam panggung politik kepentingan Kau sematkan julukan pandir pada seseorang yang sejatinya pintar tanpa pencitraan Sedangkan kau tertawa terkekeh-kekeh dengan argumentasi yang penuh kebodohan Kau pun makin jumawa saat disorak-soraikan dengan tepuk tangan orang-orang yang sesungguhnya juga tidak tahu kau ngomong apa

Butet oh Butet Sini kubimbing kau merangkai realita dalam sastra Jadi sastrawan tak sebatas pandai menggubah kata Namun juga peka untuk tak hanya menunjuk jari ke lawan Namun lupa empat jarimu mengarah ke kawan Kau dera tokoh lain sebagai pelaku transaksional Namun wong cilik pun tahu, junjunganmu naik kancah karena transaksi dengan para petinggi dan pemilik upeti dari negeri yang saat ini sedang resah

Butet oh Butet Sini kulenakan kau dengan pantun-pantun penuh makna Pepes ikan berambut putih pastilah bukan komodo yang jadi kadal Apalagi dicampur santan tentulah tak enak rasanya Kau bilang tokohku tidak sedang dijegal Padahal tidak butuh kecerdasan guru besar untuk tahu pemaksaan perkara yang tidak ada Sedangkan yang jelas di pelupuk mata, kalian diam seribu bahasa Demikian ucap Mandalika (IP/kba)