Rocky Gerung Ajak Buruh Cari Gara-gara Terhadap Jokowi

RELAWAN Indonesia Bersatu, akhirnya melaporkan Akademisi yang juga Pengamat Politik Rocky Gerung ke Polda Metro Jaya, Senin (31/7/2023). Namun, laporang relawan Presiden Joko Widodo itu tidak diterima oleh Polda Metro Jaya. Pasalnya, belum ada “klarifikasi” dari Presiden Jokowi atas pernyataan keras Rocky Gerung tersebut.

Diberitakan, sejumlah relawan Presiden Jokowi menyambangi Bareskrim Polri untuk melaporkan Rocky Gerung, namun laporan ditolak. Relawan menilai Rocky telah melakukan penghinaan kepada Jokowi seperti dalam sebuah video viral yang beredar.

"Ini adalah pernyataan yang bisa dikategorikan penghinaan, terhadap presiden," ungkap Ketua Barikade 98 Benny Rhamdani yang merupakan salah satu organisasi relawan Jokowi, di Mabes Polri, Senin (31/7/2023) kemarin, kepada wartawan.

Selain itu, Rocky dilaporkan terkait tindakan yang diduga provokasi. Rocky, menurut dia, telah memprovokasi masyarakat untuk melakukan aksi seperti pada 1998 dalam video viral tersebut.

Tapi, polisi menolak laporan relawan Jokowi tersebut. Sebab yang bisa melaporkan penghinaan presiden cuma presiden sendiri, bukan orang lain. Relawan diarahkan untuk melaporkan ke jalur Pengaduan Masyarakat (Dumas).

Rocky Gerung menanggapi laporan yang mengatasnamakan itu balik meminta agar pandangan politiknya itu juga dihormati. "Pandangan politik saya harus dihormati. Seperti saya menghormati pandangan para pemuji Presiden Joko Widodo," kata Rocky Gerung saat dimintai tanggapan, seperti dilansir Detik.com, Senin (31/7/2023).

Rocky Gerung berbicara demikian saat berorasi dalam acara persiapan Aksi Akbar 10 Agustus 2023 di Kota Bekasi. Ada logo SPSI atau Serikat Pekerja Seluruh Indonesia. Juga ada foto M. Jumhur Hidayat, Ketum KSPI.

Jika menyimak narasi Rocky Gerung dalam orasinya, sebenarnya yang disampaikan Rocky Gerung itu fakta yang memang benar-benar terjadi dan dialami dalam kehidupan sehari-hari rakyat di Indonesia. Masih beruntung, Rocky Gerung tak menyoal puluhan janji politik ketika Jokowi kampanye Pilpres 2014 maupun 2019.

Apa sebenarnya yang disampaikan Rocky Gerung saat itu, untuk mengetahuinya, berikut petikan selengkapnya.

Oke terima kasih teman-teman.

Sepuluh Agustus kita bikin gara-gara, kita cari gara-gara, seluruh kesempatan untuk diskusi sudah kita lalui. Diskusi dengan Menteri, diskusi dengan kabinet, diskusi dengan anggota DPR, hasilnya diabaikan, maka saatnya kita bikin gara-gara.

Apakah gara-gara itu konstitusional? Gara-gara itu disediakan oleh sejarah untuk berperkara. Kita bikin gara-gara untuk buka perkara. Dengan siapa berperkara, dengan Presiden Jokowi. Berperkara dengan Menteri biasa tuh, tapi kita mesti hidupkan harapan bahwa hanya dengan berperkara kita bisa mempersoalkan kembali seluruh kebijakan bangsa ini yang dikhianati oleh pemimpin tertinggi. Itu dasarnya. Jadi, semua kegelisahan kita karena kita tidak tahu siapa yang mesti kita arahkan untuk berperkara pada akhirnya, begitu.

Kalau kita jumlahkan seluruh massa tapi kita tidak tahu arah kita berperkara ke mana, jelas akan diabaikan energi dari kumpulan massa itu. Jadi, sekali lagi ini konsolidasi, bukan sekedar upaya untuk merawat kebersamaan yang memang sudah ada, tapi konsolidasi untuk mengarahkan musuh dari buruh itu siapa? Secara ideologismu sudah diburuh, adalah kapitalis itu, tetapi siapa yang menghalangi buruh berkelahi dengan kapitalis? Ya kekuasaan.

Seluruh sejarah perburuan dunia adalah konfrontasi antar meroretal dengan kapitalis, antara buruh dan pemilik modal. Lalu konfrontasi itu dibikin lembek oleh kekuasaan melalui apa, melalui regulasi. Jadi regulasi itu adalah upaya untuk menghalangi konfrontasi historis antara pekerja dan majikan. Itu dasarnya.

Jadi bagian itu kita endapkan dulu yang kita sebut regulasi. Hari ini, itulah Omnibus Law di bidang perburuhan, kemarin di bidang kesehatan dibikin, nanti di bidang pendidikan. Jadi seluruh hal yang pernah diucapkan oleh Jokowi yang disebut sebagai revolusi mental berhenti karena dia tidak ingin ada konfrontasi antara mereka yang ditindas dan mereka yang menindas, manusia yang berupaya menutupi kejahatan, dia lebih buruk dari keledai. Itu dasarnya.

Kita coba ucapkan hal itu secara lantang tentu ada konsekuensinya, saya bisa ditangkap tiap hari, tapi kita harus menghadapi risiko ini kalau kita ingin ada perubahan satu kali dalam sejarah buruh di tahun 2003 pernah membuat perubahan, langkah itu yang akan kita tempuh 10 Agustus. Apa bukti-buktinya?

Saya coba kasih beberapa cerita kecil ya, satu waktu saya turun di Bandara Banyuwangi, Jawa Timur, saya mau kasih kuliah di Jember.

Seorang buruh sawit dari Sumatera halangi saya, “Bung saya mau bicara!” Tadinya saya pikir dia itu Intel. “Saya bekerja perkebunan,” katanya sambil gemetar. “Ok Pak.” Dia bilang saya mau ceritakan sesuatu karena saya sudah dua jam turun dari pesawat hendak pergi ke Jember untuk menjemput satu dari dua anaknya yang sekolah di Jember.

Saya mulai duga ini ada apa ini, ada problem keluarga. Dia bilang begini “Pak Rocky apa yang saya ucapkan pada dua putra saya kalau satu diantara mereka saya bawa pulang ke Sumatera.”

Mengenai apa pak?

“Waktu saya memutuskan bersama istri saya dan keluarga besar untuk menyekolahkan 2 anaknya ke Banyuwangi, Saya memutuskan itu karena janji Jokowi bahwa harga sawit akan stabil di angka Rp 2.000 waktu itu.”

Oke jadi bapak ini merencanakan ekonomi keluarga berdasarkan janji presiden pada waktu itu, tiba-tiba harga sawit turun sampai Rp 700-900 per kilogram. Bayangkan dia musti bawa pulang satu dari dua anaknya. Masalahnya adalah apa yang musti dia pilih anak yang mana yang musti korbankan, malam sebelumnya pasti dia bertengkar dengan istrinya itu anak yang mana ayah hanya boleh ada satu anak yang sekolah karena harga sawit turun.

Lebih lanjut ada pertanyaan kalau anak yang satu itu diambil, dibawa pulang ke Sumatera, apa kata teman-temannya, narkoba, DO, bikin kejahatan, Ayah itu bingung dia mesti memilih yang mana mau coba pulang kalaupun dibawa pulang ke Sumatera lingkungan tetangga di situ, kok pulang, bodoh ya anakmu.

Jadi Anda bayangkan bahwa kebijakan negara yang menjadi patokan pembuatan rencana keluarga berantakan, karena tidak ada jaminan negara tentang merosotnya pendapatan si buruh. Konkritnya begitu nanti kita dengar uraiannya. Pasti Jokowi akan bilang harga sawit turun karena permintaan dunia berhenti, oleh karena itu salah sendiri para petani, kenapa nggak menduga bahwa permintaan dunia akan berhenti.

Dia masalahkan si petani itu padahal dia yang janji bahwa harga akan stabil. Dan dengan kondisi itu sang petani sawit mampu membayangkan masa depan anaknya, 2 tahun kemudian dia akan jadi manajer, 3 tahun kemudian dia akan jadi pemimpin perusahaan, mimpi seorang buruh tani sawt di Sumatera dibatalkan oleh ketidak konsisten Presiden Jokowi, logika itu mesti kita pakai. Hal yang sama sekarang berlaku pada pegawai-pegawai tinggi, manager di sepanjang Thamrin yang juga berharap setelah dia pensiun dia masih bisa menyekolahkan anak-anaknya tuh karena dia akan dapat Rp 1 miliar.

Sekarang dengan Rp 25 juta mungkin ada anak yang belum kawin dan dia janjikan pada waktu itu kamu Nak akan menikah setelah Ayah pensiun, karena Ayah punya satu miliar, sekarang dia cuma dapat Rp 25 juta mau bikin di mana pernikahannya, anaknya tadi tanya, Ayah Mana uangnya saya mau menikah sekarang? Tunggu 10 Agustus, kata ayahnya.

Anaknya akhirnya mengerti bahwa bukan kesalahan ayahnya tidak menabung tapi tabungannya dirampok oleh kebijakan omnibus Law, itu dasarnya. Kita ada di sini dalam keadaan kebimbangan. Sementara Presiden Jokowi tidak pernah peduli permintaan buruh, dia berupaya untuk menunda Pemilu karena dia belum dapat kesepakatan dari ketua-ketua partai siapa yang akan melindungi dia ketika dia lengser.

Apakah Ganjar Pranowo melindungi dia. Apakah Prabowo Subianto melindungi dia. Apakah Anies Baswedan melindungi dia? Tekanan politik massa akan membuat presiden-presiden itu tidak akan mungkin melindungi Jokowi, begitu Jokowi kehilangan kekuasaannya, dia jadi rakyat biasa nggak ada yang peduli nanti.

Tetapi ambisi Jokowi adalah mempertahankan legasinya itu, dia masih pergi ke China buat tawarin IKN, dia masih mondar-mandir dari satu koalisi ke koalisi lain untuk mencari kejelasan nasibnya itu, dia memikirkan nasibnya sendiri, dia enggak pikirin nasib kita.

Itu "bajingan yang tolol", kalau dia "bajingan pintar", dia mau terima berdebat dengan Jumhur Hidayat (Ketum KSPI). Tapi "bajingan tolol itu sekaligus bajingan yang pengecut". Memang ajaib, "bajingan tapi pengecut". Jadi, teman-teman kita harus lantangkan ini, saya percaya bahwa 10 Agustus nanti akan ada kemacetan di jalan tol.

Bukan saya percaya, saya inginkan lebih baik macet di jalan tol daripada macet di jalan pikiran, kita perlukan itu. Sejarah menunggu kita dan siapa yang dipanggil sejarah dia musti mewakafkan waktu dan tenaganya untuk memungkinkan sejarah itu menempuh jalurnya sendiri. Tidak ada perubahan tanpa gerakan, saya bisa kasih kritik macam-macam tapi kekuasaan hanya berubah kalau ditandingi oleh massa, kekuasaan selalu takut pada massa sejarahnya begitu, sunatullahnya begitu.

Jadi hari ini kita lakukan konsolidasi dalam upaya memastikan bahwa tidak akan ada yang mampu menghalangi gerakan buruh, tidak ada yang mampu menghalangi tuntutan keadilan, tapi kita sebut ini seminar supaya gak kena delik, bayangkan saja.

Dalam upaya untuk menghasilkan keadilan pun kita mesti zig-zag, karena paling di depan kita ini adalah kita marah pada keadaan. Seminar artinya senyum Mira dan arti, karena kita marah sambil tersenyum, kita marah terhadap keadaan, kita tersenyum dan akan ada perubahan kita mampu.

Jadi, teman-teman masih ada waktu yang berakhir di ujung analisis kita, di ujung intuisi politik kita, kita mesti bertanya Pemilu jalan apa tidak, sama saya berpikir juga tidak, tetapi kita menghendaki perubahan politik.

Jadi, kalau Pemilu terhalang oleh ambisi presiden sendiri akan batal karena ambisi presiden belum maksimal tuh. Apa yang kita lakukan people power dan people power itu dimulai dari Agustus, jadi kita buka pintu itu. Bahwa anda akan disalib oleh mereka yang menunggu di tikungan dari soal karena sejarah akan kembali meluruskan jalan Anda itu.

Jadi, teman-teman saya berpikir bahwa satu waktu sejarah Indonesia akan ditulis kembali, gerakan reformasi di 20 Mei 1998 ditulis ulang oleh gerakan buruh 10 Agustus 2023. Ada janji. Ini dari Kota Bekasi berjanji, ketika pemuda-pemuda itu menculik Soekarno untuk memberi dia energi. Bahwa sekarang kita merdeka gak usah pikir-pikir lagi itu. Demikian juga energi dari Bekasi hari ini kita pastikan bahwa tuntutan keadilan tidak mungkin dihalangi oleh kedunguan-kedunguan di Istana, kita lakukan itu hari ini dan dengan tekad yang baik, niat kita kuat peralatan kita cukup, lalu kenapa kita ragu?

Satu langkah gerak di aspal itu akan membekaskan sejarah, 1.000 langkah gelap akan membuat perubahan, 300.000 langkah akan menggemparkan dunia, demikian seterusnya. Apalagi, kalau seluruh kenikmatan itu kita pertontonkan pada generasi baru, mereka akan ikut.

Ada kegelisahan emak-emak, ada kalkulasi yang belum sempurna oleh mahasiswa, tetapi buruh selesai dengan problem itu dan emak-emak akan ikut di belakang. Bayangkan hari pertama 100.000 turun ke jalan kasih kita Aqua, itu menunjukkan bahwa seluruh bangsa ini menitipkan aspirasinya, menitipkan harapannya pada serikat buruh. (*)

Mochamad Toha, M. Anwar Ibrahim