Terkait Putusan Penundaan Pemilu PN Jakpus, Mahfud MD: "Sensasi Berlebihan"
Terkait putusan penundaan pemilu PN Jaksel, Mahfud MD sebut sensasi berlebihan
Jakarta (Instagram @mohmahfudmd) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) membuat sensasi berlebihan dalam putusan-nya memvonis Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda tahapan Pemilu 2024.
Mahfud dalam unggahan di Instagram pribadinya, @mohmahfudmd, Kamis, menegaskan berdasarkan logika sederhana vonis kalah bagi KPU atas gugatan sebuah partai sebagai sesuatu yang salah, tetapi berpotensi memancing kontroversi dan dapat mengganggu konsentrasi sehingga bisa dipolitisasi seakan-akan putusan yang benar.
"Saya mengajak KPU naik banding dan melawan habis-habisan secara hukum. Kalau secara logika hukum pastilah KPU menang," tulis Mahfud dalam takarir unggahan-nya tersebut.
Mahfud menegaskan bahwa PN tidak punya wewenang untuk membuat vonis tersebut sembari menjabarkan setidaknya ada empat alasan berdasarkan hukum.
Pertama, Mahfud menegaskan bahwa sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu sudah diatur tersendiri dalam hukum dan kompetensinya tidak berada di PN. Misalnya, sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses administrasi yang memutus harus Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), sedangkan soal keputusan ke pesertaan paling jauh hanya bisa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Nah Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN. Itulah penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara," ujar Mahfud. "Adapun jika terjadi sengketa setelah pemungutan suara atau sengketa hasil pemilu maka menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi (MK). Itu pakemnya. Tak ada kompetensinya Pengadilan Umum. Perbuatan Melawan Hukum scr perdata tak bisa dijadikan obyek terhadap KPU dlm pelaksanaan pemilu.", tambahnya.
Menurutnya,"hukuman penundaan pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan oleh PN sbg kasus perdata. Tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan oleh PN. Menurut UU penundaan pemungutan suara dalam pemilu hanya bisa diberlakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang bermasalah sbg alasan spesifik, bukan untuk seluruh Indonesia."
Mahfud memberi contoh,"Misalnya, di daerah yg sedang ditimpa bencana alam yang menyebabkan pemungutan suara tak bisa dilakukan. Itu pun bukan berdasar vonis pengadilan tetapi menjadi wewenang KPU untuk menentukannya sampai waktu tertentu."
"Menurut saya, vonis PN tersebut tak bisa dimintakan eksekusi. Harus dilawan scr hukum dan rakyat bisa menolak secara masif jika akan dieksekuasi. Mengapa? Karena hak melakukan pemilu itu bukan hak perdata KPU.", pungkasnya.
Akun IG Mahfud yang dikendalikannya sendiri langsung diserbu like sebanyak 13,180 hanya dalam 6 jam.