Jutaan Manusia Teriakkan Perubahan Dari JIS

SABTU, 10 Februari 2024, JIS atau Jakarta International Stadium penuh sesak manusia. Mereka berdatangan dari berbagai penjuru tanah air. Tidak ada yang membiayai. Merogoh kantong sendiri, demi menyaksikan kampanye akbar dan terakhir pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden, Anies Rasyid Baswedan – Muhaimin Iskandar atau AMIN.

Ada yang datang menggunakan bus carteran, mobil pribadi, kereta api, pesawat udara, sepeda motor dan sepeda. Bahkan, tidak sedikit yang rela berjalan kaki, demi menjadi saksi dan pelaku sejarah perubahan.

Tidak ada jumlah angka pasti yang hadir di stadion kebanggaan Indonesia yang dibangun ketika Anies menjadi Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta. Daya tampung stadion sebanyak 86.000, itu jika dihitung jumlah tempat duduk. Nah, lapangan yang biasa digunakan pertandingan sepakbola pun penuh dengan massa.

Belum lagi koridor yang mengelilingi stadion, penuh dengan lalu-lalang manusia maupun yang duduk menghilangkan rasa penat. Tidak sedikit juga yang tidur, walau hanya beralaskan kardus bekas, banner bekas, tikar yang dibawa dari rumah dan bahkan duduk dan tidur langsung di atas lantai semen. Semua koridor, mulai dari lantai bawah sampai lantai enam penuh.

Belum lagi di luar stadion dan jalan menuju stadion yang berdekatan dengan Taman Impian Jaya Ancol.

Sempat beredar berita jumlahnya di atas 3,5 juta orang. Bahkan, ada perkiraan seperti aksi demo 2 Desember 2016 atau dikenal 212, yang mencapai di atas 7 juta manusia.

Okelah. Tidak perlu memperdebatkan jumlahnya. Tetapi, yang dapat dibaca dari jumlah manusia yang menyemut itu adalah ketulusan mereka mengikuti kampanye. Mereka tulus dan ikhlas datang, meninggalkan usaha atau pekerjaan. Itu semua mereka lakukan demi menyongsong perubahan.

Sebelum masuk arena JIS, masyarakat yang berjalan berombongan meneriakkan yel-yel, "Anies Presiden...Anies Presiden, Anies Presiden."

Terdengar juga teriakan, "Perubahan!" Semua itu Freedom News rekam sejak pukul 04.00 sampai dengan pukul 06.00, sebelum masuk ke dalam JIS.

Perubahan! Itulah yang dirindukan rakyat Indonesia. Artinya ingin berubah dari berbagai ketidak-adilan yang dilakukan Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Ingin melawan rezim yang semena-mena menabrak konstitusi dan mengobrak-abrik demokrasi.

Mereka datang sejak dini hari. Padahal, pintu masuk baru mulai dibuka pukul 4.30. Rela bermacet-macetan berjam-jam. Bahkan, rela becek-becekan karena sebagian jalan tergenang air akibat hujan deras menjelang subuh. Demi perubahan!

Sumanta, misalnya harus rela berjalan kaki dari Stasiun Tanjung Priok ke JIS. Ia datang bersama tujuh orang temannya dengan menggunakan KRL dari Bogor.

"Macet, Pak," kata Sumanta kepada Freedom News. Walau jaraknya sekitar tiga kilometer, mereka harus berjalan kaki hampir dua jam menuju JIS.

Menurut Sumanta, yang mengalami kemacetan bukan hanya pengendara mobil dan sepeda motor. Melainkan juga pejalan kaki. Padahal, selain menggunakan sebagian jalan raya, banyak juga yang berjalan kaki menelusuri rel kereta.

Menurur Sumanta, ia dan temannya tiba di Stasiun Tanjung Priok sekitar pukul 9.30 WIB. "Belum lama sampai di sini," katanya saat berbincang di Lobby Barat VVIP (Very Very Important Person) JIS. Saat saya melihat jam menunjukkan sekitar pukul 11.05.

Saya yang mencoba menerobos kemacetan menggunakan mobil akhirnya menyerah. Kendaraan saya parkir di tempat yang cukup jauh dan berjalan menelusuri rel kereta. Sebab, jika melalui jalan raya, di beberapa titik ada genangan air.

Empat karung kaos dan beberapa gulungan spanduk yang dititipkan panitia dari NAM Center Hotel, Kemayoran, Jakarta Pusat, terpaksa tidak bisa dibagikan. Selain karena macet jalan, juga macet alat komunikasi, sehingga saya tidak bisa menghubungi Afandi Ismail maupun anggota Tim Nasional Amin lainnya.

Saya sudah mencoba mencari daerah yang kemungkinan ada sinyal. Tapi, ternyata semua sia-sia. Sepanjang yang saya dengar, semua mengeluhkan urusan sinyal. Harap maklum itu semua terjadi secara tiba-tiba akibat penumpukan manusia yang hampir semua membawa HP (Handphone) atau telefon genggam.

Tidak ada sinyal. Bukan karena dikerjai oleh penguasa, melainkan banyaknya pengguna telefon genggam yang tiba-tiba menumpuk di suatu lokasi. Peristiwa seperti itu sudah biasa terjadi saat ada aksi unjuk rasa di kawasan Istana, Monas (Monumen Nasional) dan di depan gedung DPR (Dewan Perwakilan Rakyat, Senayan, Jakarta Pusat.

Mangarahon Dongoran