Konsolidasi Barisan Nasionalis: Saatnya Rakyat Sadar Bangkit Melawan!
Jakarta, FreedomNews – Sebagai bangsa dan negara, pada tanggal 17 Agustus 2024, Indonesia telah memasuki usia yang ke-79. Barisan Nasionalis yang terdiri dari perwakilan 27 organisasi dan para tokoh kaum Nasionalis BK kini melakukan konsolidasi di Jakarta, Rabu (28/8/2024).
Dengan usia yang diharapkan cukup matang ini, sebagai negara, Indonesia seharusnya sudah semakin memantapkan lembaga Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif, sebagai lembaga negara yang semakin berdiri kokoh dalam menopang pilar-pilar konstitusi negara Indonesia sebagai negara Hukum.
“Bukan negara kekuasaan, bukan pula negara otoritarian, tapi negara demokrasi yang berdasar pada Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa,” kata Dr. Faisal Basri. Juga bukan pula negara dengan sistem monarchi di mana kekuasaan seorang Raja dapat diwariskan kepada putra mahkota berdasarkan pilihan dan kehendaknya.
Dr. Anthony Budiawan menambahkan bahwa Indonesia adalah sebuah negara di mana kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat! “Penyelenggaraan negara wajib dijalankan dalam koridor UUD 1945 dan Pancasila,” tegasnya yang bersama Faisal Basri didaulat bertanggungjawab membuat pernyataan sikap politik ini.
Dalam perkembangannya, Joko Widodo sebagai Presiden, sebagai kepala pemerintah yang juga kepala negara, Jokowi semakin menunjukkan watak, karakter, dan wajah aslinya yang lebih pantas dinobatkan sebagai perusak peradaban kehidupan berbangsa, bernegara, dan berkonstitusi (UUD 1945), perusak demokrasi, pemimpin tanpa moral dan nilai kenegarawanan, pro korupsi, kolusi, dan nepotisme, musuh cita-cita reformasi ‘98.
Bahkan, menurut Anthony Budiawan, Jokowi lebih tampil sebagai pemimpin haus kekuasaan yang menghalalkan segala cara untuk membangun dinasti sebagaimana seorang raja dalam kerajaan yang dibangunnya secara perlahan, bertahap, tapi pasti!
Oleh karenanya, penyalahgunaan kekuasaan yang sangat destruktif dan jauh dari amanat para Pendiri Bangsa dan cita-cita kemerdekaan 1945, dilakukan dan diterapkan dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan negara dalam kewenangannya sebagai penguasa tertinggi di Republik ini, Presiden RI.
Di mana kebusukan ini sejak awal ditutupi secara rapih, dan ditingkatkan intensitas pencitraan diri sebagai Presiden pro rakyat kecil dan tampil sebagai seorang patriot bangsa, seakan pembawa Indonesia yang kelak lewat tangan kekuasaannya bakal menjadi sebuah negara super kuat dengan slogan Indonesia Emas pada tahun 2045.
Secara demonstratif Jokowi pun melakukan politik blusukan, dengan pakaian dan tampilan sangat sederhana, membohongi dan juga membodohi mayoritas rakyat di bawah dengan menghadirkan pembangunan infrastruktur luar biasa lewat proyek hutang super besar yang dalam catatan selama Jokowi berkuasa membuat hutang negara naik sekitar 6.000 triliun rupiah.
“Atau bertambah sekitar 230% selama Indonesia berdiri. Hutang super besar ini sangat membebani masa depan rakyat Indonesia,” ungkap Anthony Budiawan.
Memang selama ini bagi mayoritas masyarakat, seakan Indonesia dalam keadaan baik-baik saja, sebagai hasil dari gula-gula politik Istana yang atas nama diri Jokowi sebagai presiden, Menyuap Rakyat Melalui Bantuan Sosial ala Jokowi.
Terutama pada lapisan masyarakat bawah dan juga menengah bawah yang jauh dari kemampuan membaca apa yang sebenarnya terjadi terhadap masa depan Republik Indonesia yang seharusnya merdeka sepenuhnya, sebagaimana isi amanat Trisakti: Berdaulat di bidang politik; Berdikari dan mandiri di bidang ekonomi; dan berkepribadian di bidang kebudayaan.
“Semua ini sekarang semakin terkuak lewat data yang memaparkan berbagai penyimpangan, kebohongan, dan kelicikan seorang Jokowi yang sesungguhnya, Presiden perusak peradaban berbangsa dan bernegara yang telah jauh menyimpang dan melenceng dari amanat para Pendiri Bangsa dan cita-cita Indonesia merdeka 1945,” tambah Faisal Basri.
Berikut adalah rentetan inkonsistensi, pembohongan, dan pelanggaran sejumlah peratuan Perundang-undangan yang dilakukan oleh Jokowi:
Satu; Sumpah Jokowi yang akan melaksanakan Trisakti secara murni dan konsekwen, berikut juga Nawacita, dan Revolusi Mental, telah gagal total, bahkan tidak diperdulikan yang berujung dengan menghasilkan realita yang jauh dari harapan dan sebaliknya.
Dua; Janji ESEMKA sebagai Mobil Nasional kebanggaan bangsa, tidak terbukti, tidak terwujud dan ternyata hanya merupakan kampanye politik pribadi yang masuk dalam ranah pembohongan publik yang serius.
Tiga; Penetapan 215 Proyek Strategis Nasional (PSN) lewat Peraturan Presiden Nomor III/2016, melanggar konstitusi dan berdampak merugikan rakyat secara serius.
Empat; Revisi Undang-Undang KPK tahun 2019, telah digunakan Jokowi untuk menjadi alat bagi kekuasaannya dengan cara menyandera dan mengintimidasi para pelaku kasus korupsi untuk dijadikan alat politik (politik sprindik) dalam upaya mengakumulasi kekuasaannya.
Lima; Undang Undang Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional (bersyarat) oleh MK (Mahkamah Konstitusi), dengan sengaja diterbitkan kembali melalui PERPPU Cipta Kerja yang jelas-jelas merupakan pembangkangan konstitusi seorang Presiden. Hanya dengan alasan manipulatif berkaitan dengan faktor kegentingan memaksa akan ada krisis ekonomi global; yang faktanya tidak pernah ada!
Enam; Pelaksanaan dan penjabaran Undang-Undang IKN yang dilakukan oleh Jokowi merupakan perampasan lahan, tanah adat hak ulayat rakyat, yang secara sadar dialihkan oleh Jokowi untuk kepentingan Oligarki (pemilik modal) dengan hak pengelolaan 190 tahun. Langkah politik Jokowi ini berpotensi melahirkan sebuah desain negara dalam negara di mana para Oligark sebagai penguasa ‘negara’ baru ini.
Tujuh; Cawe-cawe Presiden dalam pelaksanaan Pemilu Pilpres mencatat sejumlah pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Jokowi, antara lain; Pembiaran kasus pelanggaran etika dan moral Anwar Usman (Ketua MK saat itu). Penyimpangan APBN untuk Bansos secara Terstruktur, Sistematis, dan Massif.
Delapan; Jokowi secara sadar dan sengaja melakukan praktek Nepotisme yang telah mendorong Gibran berhasil menduduki calon Cawapres RI 2024-2029, lewat dorongasn kekuasaannya (power abuse);
Berlanjut dengan upaya membiarkan terjadinya kisruh/kekacauan konstitusi demi untuk meloloskan Kaesang Pangarep yang terbukti sebagai sosok penyebab timbulnya gelombang amarah massa rakyat yang mengancam integritas bangsa.
“Dengan mencermati catatan sejumlah berbagai pelanggaran di atas, maka kami para tokoh dan organisasi yang tergabung dalam Barisan Nasionalis menyatakan bahwa; Jokowi sebagai Presiden tidak pantas dan tidak layak lagi bertindak sebagai Kepala Pemerintah dan Kepala Negara Republik Indonesia,” tegas Anthony Budiawan.
Selanjutnya kepada Presiden terpilih, Prabowo Subianto, kami minta untuk tidak lagi melanjutkan berbagai pelanggaran Peraturan Perundang-undangan yang telah dilakukan oleh Jokowi.
“Kami menuntut agar Presiden terpilih, Prabowo Subianto, menjalankan konstitusi sepenuhnya, dan dengan tegas memberantas korupsi tanpa pandang bulu, termasuk kasus-kasus yang melibatkan Presiden dan keluarga, serta para kroninya,” tandas Faisal Basri. (Mth/*)