Burung Jinak Bernyanyi “Aku Ingin Bebas”, Burung Liar Langsung Terbang

Kecuali kalau bangsa itu memang siap untuk terus-menerus “dipelihara” laksana burung jinak yang digambarkan oleh Lennon. Diberi makan sesuka tuannya.

KALAULAH semua burung ditakdirkan jinak, beban kehidupan manusia pastilah bertambah berat. Burung jinak, termasuklah unggas, cenderung bergantung pada manusia untuk kelanjutan hidup mereka.

Burung jinak menunggu makanan dari manusia yang memeliharanya atau yang setiap hari diganggunya. Begitu pula untuk tempat tinggalnya atau kandangnya. Burung jinak akan bergantung pada manusia. Alhamdulillah, Tuhan takdirkan sebagian burung itu jinak dan sebagian lainnya liar.

Penyanyi paling tenar di dunia pada era 1960-an dan 1970-an, John Lennon, memberikan perhatian pada burung jinak. Bukan karena dia bersemangat untuk ikut menjadi tuan burung jinak itu, melainkan karena pengamatan filosofis yang ia lakukan tentang burung jinak.

Untuk yang belum tahu atau yang lupa, John Lennon adalah seorang aktivis perdamaian dunia. Dia memprotes perang Vietnam, kondisi penjara, bangsa yang tertindas, dan kondisi sosial-politik lainnya yang telah menyebabkan perseteruan. Lennon mendorong agar orang-orang yang tertindas dan terjajah melancarkan perlawanan. Termasuk perlawanan di jalanan. Melalui cara-cara yang damai.

Namun, pendiri kelompok band The Beatles pada 1960 itu meracik kata-kata mutiara yang cukup pedas bagi komunitas yang tidak melakukan perlawanan ketika dijajah atau ditindas.

Bagi Lennon, kebebasan (freedom) tidak hanya sekadar diteriak-teriakkan saja. Bukan juga hanya dinyanyikan dalam lirik-lirik lagu maupun mars lagu-lagu perjuangan.

Kalau kebebasan itu sebatas dinyanyikan, Lennon menyebut itu sebagai reaksi orang yang tak berdaya. Dia mengatakan, hanya burung-burung jinak yang melantunkan kebebasan. Burung yang tak berdaya. Burung yang dikungkung oleh tuan-tuannya. Atau burung yang terbiasa hidup dalam peliharaan.

“Tame birds sing of freedom. Wild birds fly,” kata John Lennon. Lebih-kurang artinya, “Burung jinak itu menyanyikan kemerdekaan. Sedangkan burung liar langsung terbang.”

Ini ibarat orang-orang tertindas yang cuma berteriak, “Lawan! Lawan! Lawan!” Tapi mereka terus saja kecut, tak mau bertindak. Hanya mengandalkan lidah mereka menyanyikan lagu-lagu yang berlirik kemerdekaan atau kebebasan.

Ingin bebas tapi hanya bernyanyi? Itu bercanda, namanya. Lihatlah burung liar sekelas elang laut atau elang hutan. Mereka bebas dan bermartabat. Dan tikus-tikus berlarian ketika mendengar kepakan sayapnya saja. Elang liar mengejar ular-ular licik yang memangsa burung yang belum mampu terbang.

Lewat mutiara kata di atas tadi, John Lennon ingin agar orang-orang yang terjajah menunjukkan kegarangan sebagaimana burung liar yang tidak mau dikurung sebagai piaraan saja. Dan dalam banyak kasus, penindasan atau penjajahan di mana pun itu baru bisa dilenyapkan dengan perlawanan fisik. Ini tak terelakkan.

Kecuali kalau bangsa itu memang siap untuk terus-menerus “dipelihara” laksana burung jinak yang digambarkan oleh Lennon. Diberi makan sesuka tuannya.

Kalau mentalitas orang tertindas seperti burung jinak, maka tunggulah lanjutan drama penghinaan oleh penjajah dan penindas bangsa ini. Ritual perpanjangan masa penindasan itu akan dilaksanakan setelah Pilpres 2024. Persiapan mereka sangat matang dan komprehensif.

Kalau berat rasa hati untuk terus ditindas, maka belajarlah menjadi burung liar. Tidak perlu berteriak “Aku ingin bebas”, tapi langsung terbang. Anda setara dengan burung-burung liar lainnya yang tidak bisa dimangsa secara sewenang-wenang.

Medan, 8 Januari 2023. Oleh: Asyari Usman