Kompleks Depo Pertamina di Plumpang Saatnya Dipindahkan
KORBAN tewas 17 orang. Puluhan luka berat dan sedang. Ratusan terpaksa mengungsi. Depo Pertamina di Plumpang, Jakarta Utara, meledak Jumat (3/3/2023) malam. Menurut informasi, beberapa tangki yang berisi BBM (bahan bakar minyak) terbakar dengan kobaran api yang dahsyat.
Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Kami semua di FreedomNews ikut berduka atas kejadian yang menimpa para korban.
Foto satelit menunjukkan di depo Pertamina Plumpang itu ada puluhan tangki ukuran besar. Sebagian ukuran kecil yang tetap saja besar bagi penglihatan awam.
Secara pasti, tentu kronologi ledakan itu belum bisa diketahui. Ada yang mengatakan pipa aliran depo bocor. Ada yang menyebutkan bahwa sejumlah warga mencium aorma bensin sebelum ledakan dan kebakaran terjadi.
Apa yang bisa kita komentari tentang ledakan dan kebakaran yang menewaskan relatif banyak korban jiwa itu?
Kasat mata, kemungkinan yang bisa dipertanyakan adalah aspek keselamatan di kompleks yang besar itu. Apakah Pertamina memiliki protokol keselamatan berstandar universal di Plumpang? Apakah jarak aman antara kompleks itu dengan permukiman penduduk bisa disebut aman? Apakah prosedur keselamatan internal Pertamina dan prosedur bantuan eksternal sudah memenuhi syarat?
Semua pertanyaan ini layak ditelusuri. Dan pihak Pertamina tidak punya alasan apa pun jika di sana-sini ditemukan titik-titik keteledoran. Sebagai kompleks yang sangat rentan cuaca panas dan rentan terhadap gangguan kecil sekalipun, Pertamina tidak punya celah untuk menyepelekan sumber malapetaka.
Depo ini menyimpan ribuan ton BBM. Foto satelit memperlihatkan permukiman penduduk tidak cukup jauh jaraknya dari kompleks Plumpang. Khususnya permukiman penduduk di sebelah utara dan timur. Di kedua sisi ini terlihat sangat padat.
Bisa diterima akal bahwa kecelakaan depo Plumpang bisa terjadi dalam setiap kondisi, termasuk kondisi keselamatan yang sempurna sekalipun. Katakanlah ini sebagai sesuatu yang tidak bisa diprediksi.
Tetapi, korban jiwa seharusnya bisa diminimalkan sejak awal. Kembali lagi ke aspek jarak permukiman penduduk dengan kompleks besar depo BBM Plumpang. Hampir pasti korban jiwa dan luka berat akibat kobaran api bisa dihindarkan kalau depo itu berjarak 400-500 meter dari permukiman padat di Jakarta Utara itu.
Depo ini sudah ada sejak 1974. Artinya, pada zaman itu sangat logis bahwa kawasan Rawa Badak sekarang ini mungkin masih sangat sepi. Tidak banyak penghuni. Seharusnya, sejak masa itu pula Pertamina bisa memiliki kawasan yang hari ini sangat dekat ke kompleks depo Plumpang. Ini jika kita menoleh ke masa lampau.
Sebutlah bahwa kita hanya akan melihat ke depan. Itu berarti Pertamina tidak punya pilihan untuk menambah jarak depo dengan permukiman warga selain membeli tanah masyarakat yang berada di dalam radius 400-500 meter dari kompleks.
Opsi ini pastilah sangat mahal. Opsi yang lebih murah tentu saja Pertamina sendirilah yang bisa memikirkannya. Kita hanya bisa menyarankan agar standar keselamatan yang dipraktikkan selama ini perlu ditinjau ulang. Perlu dilakukan perubahan drastis sistem keselamatan yang digunakan.
Depo Plumpang harus mengkaji ulang prosedur baku dalam menangani situasi darurat. Bagaimana cara agar warga sekitar bisa cepat menyelamatkan diri bisa terjadi kecelakaan. Ini terkait dengan peringatan (alarm) instan yang bisa langsung dipahami oleh penduduk sebagai isyarat untuk segera menjauh.
Pertamina bisa pula meninjau ulang “lay-out” (tataletak) berbagai fasilitas yang ada di Plumpang. Sebagai contoh, tangki-tangki besar yang berada di pinggir kompleks barangkali bisa dipindahkan lebih ke dalam sehingga sedikit menjauh dari permukiman penduduk.
Pada saat ini, depo Plumpang telah berada di tengah permukiman padat. Patut dipertimbangkan juga pemindahan total kompleks ini ke kawasan lain yang tidak sepadat Jakarta Utara. Secara finansial, opsi ini bisa dilakukan Pertamina tanpa “fresh money” (dana baru). Sebab, nilai pasar kompleks Plumpang sendiri bisa membiayainya. Tinggal “political will” (kemauan politik) saja.
Jangan lupa, kebakaran besar pernah melanda depo Plumpang pada 2009. Ini artinya, kerentanan objek vital ini terhadap cuaca tertentu, terutama panas terik, dan kerentanan terhadap gangguan teknis pada pipa dan onderdil-onderdil lainnya bisa saja terjadi di besok-lusa.
Dengan demikian, pindah ke lokasi yang lebih luas dengan tataletak yang akan dirancang agar lebih aman dan nyaman merupakan pilihan yang terbaik. Publik dan para pemangku kepentingan lainnya pastilah akan mendukung. (*)