Sri Mulyani dalam Pusaran Koruptor
Dalam suatu konprensi pers dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, seorang wartawan menanyakan seputar laporan kekayaan anak buahnya, terutama yang bertugas di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC).
PERTANYAAN tersebut diajukan seputar kepatuhan seluruh bawahannya dalam melaporkan harta kekayaan dan sumbernya. Juga ditanyakan, apa tindak lanjut dari laporan kekayaan mencurigakan yang dilakukan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. Percuma, jika hanya melaporkan, dan ada pegawai yang kekayaannya mencurigakan tanpa ada tindak lanjut.
Pertanyaan tersebut muncul ketika kasus pegawai pajak Gayus Halomoan Parrahanan Tambunan mencuat. Pegawai golongan III A Ditjen Pajak itu memiliki kekayaan super wah. Total uang yang disita Rp 74 miliar. Belum lagi kekayaan lainnya berupa rumah dan apartemen dan sederet mobil mewah yang mestinya ditunggangi pengusaha. Atau menjadi kendaraan pejabat Eselon I (?).
Juga, pundi-pundi emas dan mata uang asing lainnya. Dia pun dihukum total 29 tahun penjara."Sebagai menteri, bagaimana Anda ikut mengontrol laporan kekayaan pegawai Kemenkeu, khususnya pegawai pajak? Kalau cuma dilaporkan, dan ada kekayaan yang diperoleh tidak wajar atau mencurigakan, apa tindak lanjutnya? Apakah didiamkan? Sekedar dimutasi? Harta dirampas atau diancam ke ranah hukum?"
Sri Mulyani saat itu hanya menjawab, ada beberapa pegawai yang ";nakal"; dimutasi dan bahkan diberhentikan. Namun, tidak dijelaskan, apakah pihaknya iuga menyita harta pegawai yang dimutasi atau bahkan dipecat itu. Tidak dijelaskan pula, apakah sebagai menteri ia juga mendorong supaya kasusnya dibawa ke ranah hukum.
Kini aparat Ditjen Pajak kembali menjadi sorotan negatif. Hal itu terjadi setelah kekayaan Rafael Alun Trisambodo yang resmi dipecat sebagai pegawai Ditjen Pajak Kemenkeu diketahui memiliki harta sangat fantastis. Ia memiliki total kekayaan Rp 56,10 miliar, jauh melampaui harta Dirjen Pajak Suryo Utomo yang hanya Rp 14,4 miliar.
Kekayaan Rafael juga hampir menyamai Menteri Keuangan Sri Mulyani yang memiliki harta Rp 58 miliar. Kejanggalan lain terungkap dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Rafael. Sebab, mobil Rubicon dan Harley Davidson tidak ada di dalamnya. Luar biasa kekayaan Rafael yang sudah diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu. Andaikan anaknya tidak menghajar David, kekayaannya itu dipastikan aman.
Kok bisa ya, kekayaan sebanyak itu aman, tidak dicurigai oleh pegawai Itjen Kemenkeu? Atau,jangan-jangan, selama ini Rafael juga memberikan upeti, membagi ";rezeki haram" ; dan menyogok sesama kolega di Kemenkeu? Atau jangan-jangan Sri Mulyani mengetahuinya, tetapi tutup mata dan telinga. Apa ia, Menkeu menjadi pelindung para pejabatnya yang memiliki harta gila-gilaan. Edan!
Kekayaan Rafael yang luar biasa itu membuat heboh seantero tanah air. Pemberitaan media mainstream luar biasa. Media sosial pun tidak luput dengan berbagai cibiran dan sindiran, dan bahkan cacian.
"Tetap bayar pajak ya gaess, karena belum semua pegawai pajak punya Rubicon." Itulah salah satu sindiran nitizen atas kasus Rafael ini. Ada juga masyarakat yang mengajak supaya tidak membayar pajak dan tidak mengisi laporan pajak tahunan. Ajakan seperti itu persis terjadi ketika kasus Gayus Tambunan muncul.
Harap maklum, nitizen menyindir karena anak Rafael, Mario Dendy Satrio menunggangi Rubicon menuju tempat David dianiaya. Bahkan, ia sering pamer di medsos menggunakan Rubicon dan motor gede (moge) Harley Davidson.
Rupanya, kelakuan ayah Mario dalam mengeruk kekayaan itu tergolong rapi. Maling uang pajak itu menilep dan kemudian disamarkan dalam berbagai bentuk investasi dan barang.
Tidak tanggung-tanggung. Berdasarkan penelusuran dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), ternyata aliran dana yang berkaitan dengan pegawai pajak yang sudah dipecat itu berjumlah Rp 500 miliar. Sebuah angka yang sangat fantastis.
Entah berapa banyak gedung SD, jembatan gantung atau fasilitas lain yang dibutuhkan masyarakatbisa dibangun dengan uang sebanyak itu.
Pada 10 Maret 2023, PPATK menyita save deposit box milik Rafael senilai Rp 37 miliar. Itu baru dari satu save deposit box. Masih ada beberapa lainnya yang berisi mata uang rupiah dan mata uang asing dari hasil pencucian uang haram itu.
PPATK atau penegak hukum juga harus jeli mengendus kemungkinan save deposit box berisi emas batangan atau perhiasan lain. Bank tempat Rafael menggunakan save deposit box harus aktif juga melaporkan kemungkinan penyimpanan barang berharga lain di luar mata uang rupiah atau asing (*)