Ekonom Wanti-wanti Kerentanan Utang Era Jokowi Melebih Batas IMF
Jakarta, FreedomNews - Ekonom melihat rasio pembayaran bunga utang dengan pendapatan negara telah melebihi batas rekomendasi Dana Moneter Internasional (IMF), sepanjang era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ekonom Bright Institute Awalil Rizky memproyeksikan dengan rencana pembayaran bunga utang pemerintah pada 2024 sejumlah Rp497 triliun dan pendapatan negara sejumlah Rp2.802 triliun maka rasio utang akan tercatat sebesar 17,75%. “Jika terealisasi, rasionya (pembayaran bunga utang terhadap pendapatan negara) sebesar 17,75%. Telah melampaui rekomendasi IMF (7%-10%),” ujarnya, dikutip dari akun X @AwalilRizky, Selasa (12/12/2023). Sementara menurut International Debt Relief (IDR), rasio tersebut telah melampau batas rekomendasi di level 4,6% - 6,8%.
Awalil menyoroti bahwa posisi rasio pembayaran bunga utang terhadap pendatapan negara ini telah melampau target sejak awal Jokowi menjabat dan sepanjang kepemimpinannya. Bahkan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pernah memberikan peringatan terhadap kondisi kerentanan utang ini. “Terjadi selama era Jokowi. BPK pernah mengingatkan ini sebagai indikator kerentanan utang,” lanjutnya. Dalam paparan Awalil, terlihat pembayaran bunga utang sejak 2000 memiliki rasio yang cukup tinggi, yakni 24,42%. Kemudian pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), rasio pembayaran utang tersebut perlahan menurun dan mencapai level terendah di angka 7,51% pada 2012 atau jelang periode kedua SBY. Sebelum melepas kepemimpinannya, rasio pembayaran utang terhadap pendapatan negara yang ditinggalkan oleh SBY, masih di angka 8,61% per 2014.
Mulai 2015, rasio pembayaran bunga utang tersebut meningkat hingga pada 2022 mencapai 14,66%. Sementara untuk 2023, Awalil melihat rasio tersebut akan berada di angka 16,59%. Adapun, BPK pernah mengingatkan terkait kondisi kerentanan utang ini dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) semester I/2021. BPK menuturkan bahwa hasil pemeriksaan (review) atas kesinambungan fiskal tahun 2020 mengungkapkan antara lain adanya tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga yang melampaui pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dan penerimaan negara.
Di mana indikator kerentanan utang 2020 melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan/atau IDR, yaitu Rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77% melampaui rekomendasi IMF sebesar 25% - 35%. Sementara itu, BPS mencatat rasio pembayaran bunga utang terhadap penerimaan negara sebesar 19,06% melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6 - 6,8 persen dan rekomendasi IMF sebesar 7% - 10%. Kemudian rasio utang terhadap penerimaan tercatat sebesar 369% melampaui rekomendasi IDR sebesar 92% - 167% dan rekomendasi IMF sebesar 90% - 150%.
Kala pandemi Covid-19, rasio pembayaran bunga utang terhadap penerimaan tersebut melonjak dari 14,05% (2019) menjadi 19,06% pada 2020 meski kemudian turun ke level 17,17% pada tahun berikutnya. Hingga Oktober 2023, posisi utang pemerintah di angka Rp7.950,52 triliun atau 37,68% terhadap PDB. Di mana posisi tersebut masih di bawah batas aman 60% PDB sesuai dengan UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara.(dtf/keu)