Pemerintah Dinilai Perlu Siapkan Insentif Fiskal bagi Kelas Menengah

Jakarta, FreedomNews - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai pemerintah perlu memberikan insentif bagi masyarakat, baik untuk kelas bawah maupun menengah. Wakil Ketua Umum (WKU) Koordinator Bidang Organisasi, Hukum, dan Komunikasi Kadin Indonesia Yukki Nugrahawan Hanafi menyebut, masyarakat kelas menengah memerlukan insentif yang berdampak signifikan dalam meningkatkan konsumsi domestik, misalnya pada aspek pendidikan dan kesehatan.

“Kami melihat insentif pada dua sektor ini penting tidak hanya dalam jangka pendek namun juga jangka panjang,” kata Yukki, Senin, 25 Maret 2024. Apalagi, 53,8% dari produk domestik bruto atau PDB nasional pada kuartal IV/2023 disumbang oleh konsumsi domestik. Oleh karena itu, Kadin menilai pentingnya menjaga daya beli masyarakat, utamanya kelas menengah dan bawah.

Di sisi lain, terkait penambahan proyek strategis nasional (PSN) yang rencananya akan dimulai pada tahun anggaran 2024, Yukki melihat bahwa pemerintah tetap berupaya menjaga kesehatan APBN, dalam mendukung agenda pembangunan yang juga mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, termasuk PSN.

Dunia usaha terus mendorong agar tata kelola dari sisi utang tetap terkendali. Pada satu sisi, lanjut Yukki, pemenuhan pembiayaan PSN perlu memperhatikan keterbatasan APBN dengan pemanfaatan sektor swasta dan BUMN yang menjadi kunci sebagai sumber pendanaan. Di sisi lain, APBN dapat digunakan hanya bersifat sebagai stimulus awal untuk setiap proyek menjadi lebih feasible dan doable bagi para investor.

Adapun, terdapat berbagai upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan negara dan penarikan utang dalam tiga kuartal ke depan. Di antaranya, optimalisasi dan ekstensifikasi serapan pajak atau target dari tax ratio mengingat realisasinya di Indonesia masih lebih rendah atau baru mencapai kisaran 10% dibandingkan negara-negara di Asia Pasifik yang mencapai 19%.

Persentase tersebut bahkan lebih rendah dibandingkan negara tetangga Asean seperti Thailand, Malaysia, Vietnam yang berada pada kisaran 16%–18%. Lebih lanjut Yukki mengatakan, optimalisasi tax ratio ini nantinya juga perlu memperhatikan perbaikan sistem data wajib pajak sekaligus meningkatkan kesadaran serta kepatuhan pajak dan meminimalisir kebocoran yang dapat terjadi.

“Selain optimalisasi tax ratio, kami melihat bahwa Pemerintah juga perlu mempertimbangkan relaksasi batas maksimal defisit fiskal terhadap PDB pada kisaran 3%–5%,” ujarnya. Relaksasi tersebut, kata Yukki, dapat membantu pemerintah dalam menyediakan dana-dana stimulus pembangunan setidaknya dalam jangka 5 tahun mendatang.(dtf/mkr)