'Alim Yang Durhaka Vs Bodoh Ahli Ibadah
Oleh: Luthfi Bashori, Pengasuh Pesantren Ribath Al-Murtadla Al-Islami Singosari, Malang
DUA kelompok yang sangat berbahaya bagi eksistensi kehidupan umat Islam dalam penyesuaian peradaban duniawi di jaman sekarang. Yaitu adanya orang ‘alim namun durhaka (jahat) dalam bemasyarakat, dan keberadaan orang bodoh namun ahli ibadah, hingga kedua kelompok ini dijadikan panutan oleh banyak pihak.
Rasulullah SAW bersabda: “Banyak orang jahil (bodoh) yang rajin beribadah, dan banyak pula orang 'alim yang durhaka, karena itu hati-hatilah kalian terhadap orang-orang jahil yang ahli ibadah dan orang-orang durhaka yang menjadi ulama.” (HR. Ad-Dailami).
Kedua macam jenis orang seperti ini tidak ada kebaikan pada dirinya, yaitu jenis orang yang ahli ibadah namun tidak mengerti aturan hukum syariat agama, dan jenis orang ‘alim yang suka berbuat durhaka dengan pemikiran dan perilaku yang merusak akidah serta amaliah umat Islam.
Bahkan orang ‘alim yang fasik itu jauh lebih berbahaya daripada orang bodoh yang ahli ibadah, sebab orang ‘alim adalah orang yang mengerti aturan hukum Allah, tetapi masih melanggarnya, maka dosanya jauh lebih besar daripada orang awam. Orang ‘alim yang jahat seringkali menjadi tokoh yang sesat lagi menyesatkan bagi orang lain. Lain halnya dengan orang bodoh yang ahli ibadah, kesesatannya itu hanya untuk dirinya sendiri.
Masyarakat awam sering kali menjadikan seseorang yang dianggap menonjol di tengah-tengah mereka sebagai panutan, mereka tidak pernah meneliti secara detail siapa hakikatnya yang tengah mereka jadikan panutan itu?
Apakah figur yang mereka jadikan panutan itu benar-benar orang ‘alim yang ahli mengamalkan ilmunya secara baik dan benar, atau benarlah ia orang ‘alim namum perilakunya durhaka kepada Allah, dan Rasulullah SAW serta terhadap syariat Islam?
Apakah orang yang tampak ahli ibadah itu, paham dengan baik tentang ilmu tata cara beribadah secara fiqih, hingga patut dijadikan panutan, atau hanya sekedar rajin ibadah saja, tanpa didasari ilmu syariat yang memadai untuk mengamalkan ibadahnya itu, hingga banyak menyesatkan para pengikut dan pengidolanya? (*)