Antara Syukur dan Sabar
Oleh: Ferry Is Mirza DM, Wartawan Utama Sekwan Dewan Kehormatan Pengurus PWI Jatim
HIDUP di dunia pada hakekatnya adalah ujian untuk meraih kesuksesan dunia dan akherat. Sebagaimana ujian- ujian yang dilakukan bagi para pelajar pada hakekatnya adalah untuk menaikkan derajatnya.
Bahkan seseorang terkadang sengaja mengikuti ujian-ujian tertentu dalam rangka untuk mengetahui kemampuannya. Semakin tinggi derajat yang hendak diraih maka ujian yang dihadapi juga semakin sulit dan berat.
Derajat keimanan akan semakin tinggi seiring keberhasilan seseorang dalam mengahadapi ujian atau cobaan yang Allah berikan kepadanya.
Dalam hadits sahih Rasulullah bersabda, "Orang yang paling banyak mendapat cobaan adalah para nabi, kemudian yang semisalnya kemudian yang setelahnya. Seorang diberi bala’ (ujian) sesuai dengan kualitas agamanya. Apabila agamanya kuat maka semakin besar ujiannya dan bila agamanya lemah maka diuji sesuai dengan ukuran agamanya. Terus ujian menimpa seorang hamba hingga dibiarkan berjalan diatas bumi tanpa ada dosa sama sekali.” (HR Ahmad an- Nasaa’I dan dinilai Shahih oleh al-Albani al-Jaami’ no 994)
Ujian dengan demikian tidak perlu ditakuti. Ujian mesti dihadapi karena pada hakekatnya ujian adalah suatu kesempatan untuk mengetahui tingkat derajat kita.
Ujian hidup manusia atas keimanannya juga tergantung pada derajat iman seseorang. Demikianlah sikap seorang mukmin dalam kehidupan dunia ini.
Oleh karena itu Rasulullah pernah bersabda:
"Sungguh hebat perkara mukmin. Semua perkaranya baik dan itu tidak ada kecuali pada mukmin. Apabila tertimpa kesenangan ia bersyukur, maka itu lebih baik baginya dan bila tertimpa kerugian maka ia bersabar. Itu lebih baik untuknya." (HR Muslim)
Dari sini nampak seorang muslim senantiasa berada dalam keadaan syukur dan sabar sesuai dengan jenis ujian yang dihadapinya. Sabar dan syukur senantiasa ada pada seorang mukmin dan tidak terpisahkan.
Lalu apa hubungan antara syukur dan sabar?
Syukur dan sabar adalah merupakan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Sebagaimana kehidupan kita yang terkadang senang atau susah, lapang atau sempit, kaya atau miskin dan lain-lain.
Imam ibnu Hajar menjelaskan kepada kita hubungan antara syukur dengan sabar menyatakan:
Syukur terkandung didalamnya sabar untuk taat kepada Allah dan sabar menahan dari kemaksiatan. Sebagian ulama menyatakan : kesabaran menuntut rasa syukur dan tidak sempurna tanpanya. Sebaliknya bila salah satu dari keduanya hilang maka hilang semuanya.
Siapa yang berada dalam kenikmatan maka kewajibannya adalah syukur dan sabar. Kalau syukur itu sudah jelas maka sabar menghindari kemaksiatan.
Siapa yang terkena musibah bencana maka kewajibannya adalah sabar dan syukur. Kalau sabar itu sudah jelas dan kalau syukur maka pada pelaksanaan hak Allah dalam bencana musibah tersebut. Karena Allah memiliki hak atas hambaNya untuk beribadah dalam keadaan terkena musibah dan bencana tersebut. Sebagaimana wajib bagi seorang hamba beribadah dalam keadaan penuh kenikmatan." (Fathul Baari 11/311)
Jelaslah hubungan antara syukur dan sabar yang tidak terpisahkan dalam diri seorang mukmin. Syukur berisi kesabaran dan kesabaran menuntut adanya rasa syukur. Sehingga tidak bisa syukur tanpa sabar dan sabar tanpa syukur.
Oleh karena itu marilah kita bina diri kita agar bisa memiliki sifat sabar dan syukur yang sempurna agar dapat mencapai ridha Allah dan masuk kedalam surga. Aamiin. Insya’ Allah bermanfaat. (*)