Bahaya Memutus Silaturahmi

Oleh: Ferry Is Mirza DM, Wartawan Utama Sekwan Dewan Kehormatan Pengurus PWI Jatim

ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala memerintahkan kita untuk menjaga hubungan silaturahim. Allah Ta’ala berfirman:

”Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya, kamu saling meminta satu sama lain. Dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisa’: 1)

Allah Ta’ala berfirman, ”Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan membuat kerusakan di bumi, mereka itulah orang-orang yang memperoleh laknat dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam).” (QS. Ar-Ra’du: 25)

Termasuk yang diperintahkan Allah Ta’ala untuk disambung adalah hubungan kekerabatan. Adanya ancaman laknat Allah pada ayat ini menunjukkan bahwa memutuskan hubungan kekerabatan (itu) termasuk dosa besar.

Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman, ”Maka, apakah kiranya jika kamu berkuasa, kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang- orang yang dilaknat oleh Allah dan ditulikan telinga mereka dan dibutakan penglihatan mereka.” (QS. Muhammad: 22-23)

Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang membuat kerusakan di muka bumi dan orang yang memutuskan hubungan kekerabatan akan mendapatkan hukuman, baik di dunia dan di akhirat. Hukuman di dunia berupa dibutakan mata dan ditulikan telinganya. Sedangkan hukuman di akhirat berupa laknat Allah Ta’ala.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengaitkan keimanan terhadap Allah dan hari akhir dengan menyambung hubungan kekerabatan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Dan barangsiapa yang (benar-benar) beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya dia menyambung kekerabatannya.” (HR. Bukhari no. 6138 dan Muslim no. 47)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Tidak masuk surga orang yang memutus hubungan kekerabatan.” (HR. Bukhari no. 5984 dan Muslim no. 2556)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah menciptakan semua makhluk. Sampai ketika Allah selesai menciptakan makhluk, maka berdirilah rahim (kekerabatan). Dan rahim berkata, ‘Ini adalah berdirinya makhluk yang meminta perlindungan kepadaMu, jangan sampai aku diputus.’ Allah mengatakan, ‘Iya (engkau tidak boleh diputus). Tidakkah engkau rida bahwa Aku akan menyambung orang yang menyambungmu dan Aku akan memutus orang yang memutusmu ? Rahim mengatakan, ‘Iya, (saya rida).’” (HR. Bukhari no. 7502 dan Muslim no. 2554)

Hadits ini menunjukkan satu perkara gaib bahwa rahim (kekerabatan) itu bisa berbicara. Berkaitan dengan hal tersebut, sikap kita sebagai orang yang beriman adalah wajib untuk meyakini dan tidak boleh membicarakannya secara detail (bagaimana bentuk atau hakikatnya) tanpa disertai ilmu.

Menyambung hubungan kekerabatan adalah sebab lapangnya rezeki dan panjang umur (manusia). Rasulullah shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaknya dia menyambung hubungan kekerabatan.” (HR. Bukhari no. 5986 dan Muslim no. 2556). (*)