Benarkah Kita Sudah Merdeka

Oleh: Ferry Is Mirza DM, Wartawan Utama Sekwan Dewan Kehormatan Pengurus PWI Jatim

NEGARAKU Indonesia 3 hari lagi – 17 Agustus – merayakan peringatan hari Kemerdekaan ke-78 Tahun.

Hari Jumat dan Sabtu kemarin, sewaktu dari Surabaya ke Semarang dan Solo pulang pergi, di sepanjang jalan dalam kota – di luar jalan Tol – sudah semarak berkibar sangsaka Merah Putih.

Tspi, depanjang jalan Tol dan beberapa Rest Area dari Surabaya ke Semarang pun sebaliknya, sepi kibaran Dwi Warna Merah Putih. Sepanjang jalan Tol saat malam hanya ada sinar lampu kendaraan R4.

Sementara sepanjang jalan Tol tak ada PJU (Penerangan Jalan Umum), kecuali saat menjelang beberapa exit Tol. Karena itu, ketika di Tol antara Nganjuk – Jombang (KM?) terjadi Lakalantas, Sabtu malam sekira 20.15 WIB.

Dari Sabang sampai Merauke hingga Miangas ke Rote kita menyebut NKRI = Negara Kesatuan Republik Indonesia.

NKRI adalah negeri yang dikarunia Allah Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang berupa kekayaan alam yang luar biasa. Tanahnya subur – Tongkat kayu jadi tanaman (Koes Plus) –, memiliki kandungan mineral tambangnya melimpah dan beraneka ragam. Iklimnya nyaman sepanjang tahun.

Rakyatnya banyak dan pekerja keras, sifat religiusitas penduduknya tinggi. Warganya berbagai suku, bahasa dan agama. Mayoritas Muslim... Bhineka Tunggal Ika.

Tetapi itulah, dalam menapaki tiga perempat abad, akibat salah urus ('miss management') para pemimpin terhadap NKRI dan rakyatnya, akibatnya pun fatal.

Hingga saat ini kondisi mayoritas penduduk Nusantara masih miskin (bahkan sampai 40% dari total populasinya, kata Bank Dunia terakhir). Gap pendapatan antara si kaya dan si miskin mencolok bak perbedaan bumi dan langit. Di mana 1% penduduk terkaya bisa menguasai lebih dari 60% kekayaan nasional (GNP).

Fakta tak terbantahkan masih ada rakyatnya yang kelaparan, miskin sandang papan, sakit-sakitan, balitanya banyak yang kurang gizi ('stunting'). Pendidikan rakyatnya kalah jauh di level dunia bahkan pada level Asia.

Jangan bilang itu karena takdir!

Kalau tak ada upaya untuk mengubahnya dengan melakukan Perubahan dengan hal yang lebih baik dan sungguh-sungguh, entah bagaimana nasib anak cucu cicit kita pada saat Seabad Indonesia? Mungkin akan ada pekik Mer De Ka atoe Ma Ti..... (*)