Cara Takwa dalam Kehidupan Kita

Oleh: Ferry Is Mirza DM, Wartawan Utama Sekwan Dewan Kehormatan Pengurus PWI Jatim

KARENA takwa merupakan benteng dari segala fitnah dan bekal untuk segala cobaan. Takwa jugalah yang akan membentengi seorang mukmin dari azab Allah dan kemurkaannya.

Sebagian ulama mengatakan tentang takwa, “Hakikatnya adalah rasa takut kepada Al-Jalil (Yang Mahamulia) Allah Ta’ala, pengamalan atas apa yang turun dari wahyuNya, keridhaan atas banyak ataupun sedikitnya rezeki yang telah Allah berikan dan persiapan menghadapi hari kepergian dari dunia ini.”

Ketakwaan merupakan kewajiban dan wasiat Allah kepada hambaNya. Dia berfirman: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisa: 1)

Allah Ta’ala juga berfirman, “Dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu, ‘Bertakwalah kepada Allah.’” (QS. An-Nisa: 131)

Sudah menjadi keharusan bagi setiap muslim untuk menyadari kedudukan takwa dan merasa butuh kepadanya di saat menjalankan ketaatan kepada Allah karena ketakwaan merupakan ruh dan nyawa bagi setiap ketaatan dan peribadatan. Oleh karenanya, Allah Ta’ala memberikan balasan khusus untuk hambaNya yang bertakwa.

Allah Ta’ala berfirman, “Itulah surga yang akan Kami wariskan kepada hamba- hamba Kami yang selalu bertakwa.” (QS. Maryam: 63)

Takwa memiliki berbagai macam cara agar terwujud dan terealisasi dalam kehidupan. Sumber utamanya adalah rasa takut kita kepada Allah Ta’ala serta selalu merasa diawasi olehNya dan mengagungkan kebesarannya. Allah Ta’ala menjelaskan keutamaan mereka yang takut akan kebesaran Allah Ta’ala sebagai bentuk ketakwaan kepadaNya dengan berfirman, “Dan adapun orang- orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).” (QS.An-Nazi’at: 40-41)

Ketakwaan tak dapat diraih dan diwujudkan, kecuali dengan keimanan yang sempurna dan tinggi.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah menjelaskan bahwa kedudukan iman yang tinggi ini tidak dapat diraih, kecuali dengan menghindarkan diri dari dosa-dosa besar.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Tidaklah beriman orang yang berzina tatkala ia berzina. Tidaklah beriman orang yang minum khamr tatkala ia meminumnya. Dan tidaklah beriman orang yang mencuri ketika ia mencuri.” (HR. Bukhari 2475)

Mereka yang berakhlak baik, seringkali akan terhindarkan dari perbuatan dosa dan kezaliman karena akhlaknya tersebut. Akhlaknya juga yang akan menuntunnya melakukan perbuatan mulia dan terpuji.

Jika terkumpul pada diri seseorang akhlak yang baik, keimanan yang tinggi, serta rasa takut kepada Allah Ta’ala, bisa dipastikan ia akan lebih berhati hati, menjaga, dan menghindarkan dirinya dari larangan larangan Allah Ta’ala.

Karena ia sadar bahwa kemaksiatan dan dosa sangatlah berlawanan dengan rasa syukur dan perbuatan baik. Tidak mungkin kebaikan yang selama ini Allah berikan kepadanya dibalas dengan kekufuran dan kemaksiatan kepadaNya.

Allah Ta’ala berfirman, “Tidak ada balasan kebaikan, kecuali kebaikan (pula).” (QS. Ar-Rahman: 6)

Akal yang sehat akan menghalangi pemiliknya dari berbuat sesuatu yang tidak pantas dan tidak baik. Akal yang sehat akan memotivasi pemiliknya untuk senantiasa bertakwa. Oleh karenanya, di dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala mengajak mereka yang berakal untuk bertakwa.

Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah, ‘Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah, wahai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Ma’idah: 100)

Banyak sekali amalan-amalan dalam ajaran Islam yang disyariatkan dengan tujuan untuk dapat mewujudkan takwa. Shalat yang kita lakukan merupakan bukti nyata ikatan seorang hamba dengan Rabbnya. Puasa yang kita lakukan merupakan tameng dari perbuatan haram dan terlarang.

Haji yang dilakukan seorang muslim, maka itu adalah sebaik-baik bekal untuk mewujudkan ketakwaan. Sungguh semua amalan saleh yang dilakukan seorang hamba dengan niat untuk meraih wajah Allah Ta’ala maka itu semua tujuannya adalah ketakwaan kepada Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman, “Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat- malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan salat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang- orang yang benar, dan mereka itulah orang- orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 177)

Di antara konsekuensi takwa di dalam beramal, seorang muslim dituntut untuk memperdalam tata cara beribadah yang sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, sehingga seluruh amalan yang akan dikerjakannya nanti diridhai oleh Allah Ta’ala dan diterima olehNya. Banyak sekali orang yang rajin beramal namun tidak diterima oleh Allah karena tidak memenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah berkisah, “Ada seseorang yang melakukan perjalanan panjang dalam keadaan dirinya kusut dan kotor. Dia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa, ‘Wahai Rabbku, wahai Rabbku,’ namun makanannya haram, minumannya haram, dan pakaiannya haram dan kenyang dengan sesuatu yang haram, lalu bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan?!” (HR. Muslim 1015)

Dalam hadits tersebut, Nabi menunjukkan bahwa doa yang dikabulkan memiliki beberapa syarat. Di antaranya adalah memakan makanan halal, meminum minuman halal, dan mengenakan pakaian halal.

Seorang muslim tentunya juga harus bersemangat untuk bertakwa kepada Allah Ta’ala dalam setiap ucapan yang keluar dari lisannya. Tidak berucap kecuali dengan kebenaran, jujur, dan menghindarkan diri dari ucapan-ucapan yang dapat merusak lisan.

Allah Ta’ala berfirman, “Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (disisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Infithar: 10-12)

Di ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman, “Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).” (QS. Qaf: 18)

Ketahuilah bahwa wujud ketakwaan di dalam kehidupan tidak hanya tampak pada perbuatan dan perkataan. Lebih dari itu, takwa sangatlah nampak pada keyakinan (akidah) dan akal pikiran seorang muslim.

Seorang muslim yang baik tentunya akan bertakwa kepada Allah di dalam akidahnya, sehingga ia antusias dan bersemangat di dalam menguatkan keimanannya akan keberadaan Allah Ta’ala, menyifatinya dengan sifat-sifat yang sempurna dan mulia, serta juga bersemangat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan rukun-rukun keimanan dan hal-hal mendasar dalam agamanya.

Karena ia menyadari bahwa hati dan keyakinan merupakan salah satu hal yang dilirik dan diperhatikan Allah Ta’ala dari hambanya.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian. Akan tetapi, Allah hanyalah melihat pada hati dan amalan kalian.” (HR. Muslim 2564)

Jemaah yang dirahmati dan dimuliakan Allah Ta’ala, marilah kita semua selalu memperhatikan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala, di setiap keadaan dan kesempatan, mewujudkannya baik dalam bentuk keyakinan hati, perkataan maupun perbuatan, karena takwa merupakan salah satu kunci diterimanya amalan kita.

Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa.” (QS. Al-Maidah: 27)

Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita salahsatu hambaNya yang bisa mengamalkan ayat, “Dan takutlah pada hari (ketika) kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian setiap orang diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang telah dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi (dirugikan).” (QS. Al-Baqarah: 281)

Yaitu mereka yang selalu bertakwa kepada Allah hingga ajal datang menjemputnya. Amiin ya rabbal alaamiin.... (*)