Hukum Mengingkari Nasab

Oleh: Luthfi Bashori, Pengasuh Pondok Pesantren Ribath Al Murtadla Al Islam Singosari Malang

DALAM sebuah hadits disebutkan: وَمَنِ اتْتَفَى مِنْ نَسَبٍ وَاِنْ دَقَّ كَفَرَ بِاللَّهِ. "Barangsiapa mengingkari nasab, sekalipun (nasab yang diingkari itu) remeh/rendah/kelas bawah, maka kafirlah ia kepada Allah.” (HR. Athabarani).

Maraknya pengingkaran terhadap nasab yang akhir-akhir ini terjadi, membuat umat Islam merasa miris dan sangat prihatin yang mendalam.

Contoh konkrit, ada beberapa oknum yang jumlahnya pun tidak sedikit dari kalangan Dzurriyah Walisongo, yang sengaja mengingkari keaslian nasab Sadah Ba'alawi, sekalipun sudah ditunjukkan bukti-bukti kitab secara ilmiah.

Sebaliknya, ada pula oknum dari kalangan Sadah Ba'alawi yang jumlahnya tidak sedikit, sengaja mengingkari keabsahan silsilah nasab Dzurriyah Walisongo tentunya yang berasa dari jalur laki-laki, sekalipun sudah dibuktikan dengan buku-buku manuskrip yang disimpan oleh beberapa keluarga Dzurriyah Walisongo, tentunya manuskrip-manuskrip tersebut sesuai dengan versi dan keyakinan keluarga masing-masing.

Peristiwa penafian dan pengingkaran seperti inilah yang seringkali bisa memicu keributan di tengah masyarakat, hingga terjadi pro kontra antar kedua belah pihak maupun antar pendukung dan pecinta masing-masing golongan yang tak dapat terhindarkan.

Padahal setiap kelompok itu berhak untuk menentukan marganya masing-masing sesuai dengan kepemilikan data silsilah nasabnya masing-masing, tanpa harus bersinggungan dengan pihak lain, dan tanpa harus ada pengakuan dari pihak manapun, selain keberadaan data dan kemasyhuran info dari keluarga masing-masing.

Seharusnya setiap kelompok itu dapat menghormati apa yang menjadi pedoman dan keyakinan marga lainnya, terutama jika sudah ada pengakuan dari orang-orang shaleh nan jujur dari trah kelompok masing-masing, demi terjalinnya Ukhuwaah Islamiyah yang kepentingannya jauh lebih besar demi kebersamaan sesama umat Islam.

Hukum mengingkari nasab itu dilarang dalam Syariat, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW di atas, bahkan sanksinya sangat berat, yaitu dianggap atau dinilai kafir kepada Allah oleh Rasulullah SAW sendiri:

Adapun jika penilaian itu ditinjau dari perilaku yang dawir-dawir (ugal-ugalan dan tidak beradab), maka sesuai realita yang terjadi di tengah masyarakat, baik itu dari klan Ba'alawi maupun dari klan Dzurriyah Walisongo, pasti ada oknum dawir-dawir yang sangat meresahkan masyarakat, hingga merusak marwah, citra dan kehormatan keluarganya masing-masing.

Contohnya ada oknum-oknum nakal dari kedua belah pihak yang pro terhadap politik kotor, atau ikut aliran sesat, atau suka memeras masyarakat dengan berbagai trik, atau menampakkan diri sebagai seorang wali (wali-walian) demi mendapat penghormatan berlebih dari umat, padahal aqidah dan akhlaqnya sangat bertentangan dengan ajaran Syariat Islam, dan bentuk pelanggaran lain.

Di manapun ada segolongan kelompok dari marga-marga di dunia ini, di samping adanya orang-orang baik yang dapat mengharumkan nama marganya masing-masing, tentu ada pula oknum-oknum yang dapat menjatuhkan kehormatan marga tersebut, karena sifat baik dan marwah kehormatan seseorang itu tidak didapatkan dari silsilah nasab, tetapi dapat diraih dari pendidikan dan keteladanan yang baik.

Tentunya orang-orang alim, orang-orang shalih dan para pejuang Islam, harus berani memerangi oknum-oknum yang menjadi perusak marwah, aqidah dan syariat dari kelompok manapun asalnya.

Semoga umat Islam Indonesia pada khususnya, mendapat ampunan dari Allah dan dapat bersatu kembali, dengan saling memupuk kasih sayang, tanpa ada permusuhan. Wallahu a'lam. (*)