Kembali ke Akar
Oleh: Yudi Latif, Cendekiawan Muslim
SAUDARAKU, dalam krisis jatidiri dan disorientasi politik, pilihan terbaik kembali ke akar. Meminjam ungkapan Amartya Sen, "Join the past to build a new!"
Kenanglah akar ketulusan dan kelurusan niat para pendiri bangsa. Dalam mengambil keputusan sulit, para anggota BPUPK terlebih dulu hening cipta seraya memanjatkan doa agar keputusan yang diambil dilandasi niat suci dan diterima dengan hati murni penuh keikhlasan.
Kenanglah akar rasa tanggung jawab para pendiri bangsa. Dalam membincangkan soal konstitusi, Muhammad Yamin telah mengingatkan, "Saya hanya minta perhatian betul-betul, karena yang kita bicarakan ini hak rakyat. Kalau ini tidak terang dalam hukum dasar, maka ada kekhilafan daripada grondwet; grondwettelijke fout, kesalahan perumusan UUD, besar sekali dosanya buat rakyat yang menanti-nantikan hak daripada republik."
Kenanglah akar kesungguhan pendiri bangsa dalam mencapai yang terbaik. Menanggapi Soepomo, bahwa tak bisa dibentuk hukum dasar yang sempurna di masa perang, Soekarno mengingatkan, "Saya peringatkan tentang lamanya perang kita tidak tahu, barangkali satu bulan barangkali lebih lama dan jikalau hukum dasar kurang sempurna, lebih baik didekatkan pada kesempurnaan."
Kenanglah keinsyafan tanggung jawab dan keluasan visi Bung Hatta. Ia mengingatkan: ”Indonesia, luas tanahnya, besar daerahnya, dan tersebar letaknya. Pemerintahan negara yang semacam itu hanya dapat diselenggarakan oleh mereka yang mempunyai tanggung jawab yang sebesar-besarnya dan mempunyai pandangan yang amat luas. Rasa tanggung jawab itu akan hidup dalam dada kita jika kita sanggup hidup dengan memikirkan lebih dahulu kepentingan masyarakat, keselamatan nusa, dan kehormatan bangsa. Untuk mendapat rasa tanggung jawab yang sebesar-besarnya, kita harus mendidik diri kita dengan rasa cinta akan kebenaran dan keadilan yang abadi. Hati kita harus penuh dengan cita-cita besar, lebih besar dan lebih lama umurnya daripada kita sendiri.”
Dengan akar semangat ketulusan, tanggung jawab, dan ketajaman visi itulah negara ini didirikan, seperti tercermin dalam pembukaan Konstitusi Proklamasi. Manakala kita mengalami kebimbangan arah hidup dan kerapuhan jatidiri, pilihan terbaik kembali ke fitrah spirit republik. (*)