Manusia Diciptakan Levelnya Bertingkat Tingkat, Kita yang Mana?

Oleh: Ferry Is Mirza DM, Wartawan Utama Sekwan Dewan Kehormatan Pengurus PWI Jatim

KETIKA menciptakan manusia, Allah Ta’ala ciptakan dalam kondisi yang berbeda-beda levelnya dan bertingkat-tingkat. Tidak hanya dalam hal rezeki, tetapi juga dalam hal keimanan, ketakwaan, ilmu, fisik, dan sebagainya.

Allah Ta’ala berfirman, “(Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (QS. Ali Imran: 163)

Dalam firmanNya yang lain, “Dia melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendakiNya dan menyempitkan(nya). Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Asy-Syura: 12)

Tatkala Allah menciptakan manusia, Ia memberikan perbedaan level pada hambaNya. Hal ini merupakan salah satu bentuk keadilan Allah. Dan semua ketetapan Allah pasti ada hikmahnya. Hal ini sebagaimana firmanNya,

“Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba- hambaNya. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-An’am: 18)

Ada beberapa hikmah bertingkat-tingkatnya level manusia sebagai berikut:

Pertama, agar menyadari bahwa di akhirat manusia pun tidak sama tingkatannya

Allah Ta’ala berfirman, “Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain). Dan pasti kehidupan akhirat lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya.” (QS. Al-Isra’: 21)

Hendaknya disadari bahwa tingkatan kehidupan di akhirat jauh berbeda dibandingkan dengan dunia. Ketika dibangkitkan, manusia akan memiliki fisik yang berbeda. Bahkan, sampai di surga dan neraka pun memiliki tingkatan-tingkatan.

Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya orang orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka.” (QS. An-Nisa’: 145)

Nabi Shallallahu ’Alaihi Wasallam bersabda

“Surga itu ada 100 tingkatan, yang dipersiapkan oleh Allah untuk para mujahid di jalan Allah. Jarak antara dua surga yang berdekatan adalah sejauh jarak langit dan bumi. Dan jika kalian meminta kepada Allah, mintalah surga Firdaus. Karena itulah surga yang paling tengah dan paling tinggi, yang di atasnya terdapat ‘Arsy milik Ar-Rahman, darinya pula (Firdaus) bercabang sungai-sungai surga.” (HR. Bukhari)

Kedua, melatih syukur dan sabar

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruh urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati, kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan nikmat (kesenangan), maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan musibah (kesusahan), maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim)

Allah Ta’ala membuat level manusia tidak sama agar mereka senantiasa bersabar dan bersyukur. Bersabar atas segala kekurangan dan kesusahannya, serta bersyukur atas kelebihan dan kenikmatan yang ia dapatkan.

Terkadang Allah berikan kesempitan kepada seorang hamba, agar ia ingat dan mau kembali kepada Allah. Sehingga ia bermunajat, berdoa, dan bertawakal hanya kepada Allah.

Ketiga, agar saling melengkapi dan memberi manfaat

Allah Ta’ala berfirman, “… dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain.” (QS. Az-Zukhruf: 32)

Allah jadikan sebagian orang lebih kaya, lebih pintar, lebih kuat dari yang lain agar saling melengkapi dan memberi manfaat. Jika semua orang kaya dan tidak ada yang miskin, apakah masih ada yang ingin menjadi pembantu, tukang sayur keliling, tukang sampah, tukang bangunan yang bisa memberi bantuan dan manfaat kepada orang kaya? Jika semua orang ingin jadi presiden atau direktur, siapa yang menjadi rakyat atau karyawannya?

Keempat, bentuk keadilan Allah agar manusia menjadi baik dan benar

Allah Ta’ala berfirman, “Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hambaNya, tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendakiNya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hambaNya lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syura: 27)

Sudah menjadi hal umum bahwa kebanyakan orang kaya suka menghambur-hamburkan harta. Berbeda dengan sebagian besar orang miskin yang berusaha menjaga dan menghemat hartanya. Allah juga lebih tahu yang terbaik untuk hambaNya sebagaimana hadis dha’if (tetapi maknanya benar), Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

“Sesungguhnya di antara hambaKu, keimanan barulah menjadi baik jika Allah memberikan kekayaan kepadanya. Seandainya Allah membuat ia miskin, tentu ia akan kufur. Dan di antara hambaKu, keimanan barulah baik jika Allah memberikan kemiskinan kepadanya. Seandainya Allah membuat ia kaya, tentu ia akan kufur.” (HR. Abu Nu’aim dalam Hilyah Al-Auliya’, 8: 318. Lihat juga Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5: 71)

Ada sebagian manusia yang menjadi tidak beriman dan lupa bersyukur jika ia diberikan kekayaan, kesehatan, atau kelebihan lainnya. Ketika dijadikan kaya, ia lalai dari ibadah, jauh dari ketaatan, dan sibuk dengan urusan dunianya. Sebaliknya, ada sebagian orang yang cocoknya menjadi orang kaya. Ketika ia miskin, malah ia akan mudah mengeluh.

Kelima, kaya dan miskin itu sama-sama ujian

Allah Ta’ala berfirman, “Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya’: 35)

Kaya bisa menjadi istridaj (jebakan nikmat yang disegerakan di dunia), sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,

“Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepadaNya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah.” (HR. Ahmad, 4: 145)

Dan miskin bisa jadi sebagai hukuman atas dosa yang diperbuat sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura: 30)

Mutiara Nasihat

Bagi yang Allah berikan kelebihan dari yang lain, hendaknya tidak boleh merasa sombong dan merendahkan orang- orang yang di bawahnya. Sedangkan bagi orang yang Allah berikan kekurangan, maka hendaknya ia mengejar dengan memperbanyak amal.

“Kekasihku, yakni Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan tujuh perkara padaku: 1) beliau memerintahkanku agar mencintai orang miskin dan dekat dengan mereka, 2) beliau memerintahkanku agar melihat orang yang berada di bawahku (dalam masalah harta dan dunia), juga supaya aku tidak memperhatikan orang yang berada di atasku.…” (HR. Ahmad)

Dalam sabda beliau yang lain, “Jika salah seorang di antara kalian melihat orang yang memiliki kelebihan harta dan bentuk (rupa) [al-khalq], maka lihatlah kepada orang yang berada di bawahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta benda kalian, tetapi Dia melihat hati dan amal perbuatan kalian.” (HR. Muslim) (*)