Melawan Fitnah dengan Kebenaran
Oleh: Ferry Is Mirza DM, Wartawan Utama Sekwan Dewan Kehormatan Pengurus PWI Jatim
PADA jaman sekarang ini adalah zamannya fitnah dan ujian serta sibuknya manusia dengan urusan dunianya yang melalaikan.
Dua sumber utama fitnah, yaitu syubhat dan syahwat sangat mudah menyambar manusia pada era internet dan sosial media saat ini.
Ujian dan fitnah apabila datang berturut-turut akan merusak hati dan mengalahkannya. Juga, akan memberikan pengaruh/dampak berupa kerasnya hati, kelalaian yang merupakan sebab kebinasaan.
Orang yang tidak percaya akan adanya Rabb pencipta (atheis) sangat banyak menyebar.
Demikian juga keyakinan bahwa semua agama itu sama saja yang penting menjalani hidup. Bisa saja pagi harinya dia beriman, tetapi sore harinya dia sudah kafir.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala menganjurkan kita agar bersegera mengerjakan kebajikan dan berlomba untuk memperoleh derajat taqarrub.
"Dan bersegeralah kalian kepada ampunan dari Tuhan kalian dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa". (QS. Ali Imran: 133)
Manusia dalam perjalanan kehidupan sehari hari tidak terlepas dari persoalan yang harus diselesaikan secara benar, jelas, terang dan jujur.
Dalam kehidupan ini ada jalan yang jelas dan terang. Dan, jalan itu adalah jalan yang ditempuh orang-orang yang jujur, dan jalan orang-orang saleh, dan jalan tersebut bukan jalan orang yang mengetahui kebenaran tapi tidak mengamalkannya. Dan bukan pula jalan orang yang meninggalkan kebenaran karena kebodohan dan kesesatan.
Sesat juga diartikan menjauh dari jalan kebenaran dan menyimpang dari jalan yang lurus.
Berbagai urusan duniawi tidak boleh melalaikan kita dari mempersiapkan diri bagi kehidupan ukhrawi. Akan tetapi, kehidupan duniawi itu juga tidak boleh diabaikan sama sekali.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala: "Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia." (QS. Al Qasas : 77)
Jangan Perkeruh Masalah
Sifat manusia ada bermacam-macam dalam menghadapi masalah pada kehidupan sehari hari.
Islam tidak mengenal sifat pesimisme, lari dari masalah/lari dari kenyataan, meremehkan masalah, atau bersikap acuh terhadap masalah. Sebaliknya, Islam memerintahkan umat untuk tetap hadapi masalah dengan gagah dan berani.
Saat dihadapkan dengan suatu masalah, umat muslim dianjurkan untuk terus bersabar. Ini karena sabar dapat mendatangkan kebahagiaan dan ketentraman jiwa.
Kemudian, dianjurkan pula untuk menghindari segala sesuatu yang dapat memperkeruh masalah. Alangkah lebih baik jika masalah tersebut didiskusikan atau dimusyawarahkan agar dapat dicari jalan keluarnya. Jangan bersikap idealis mau menang sendiri
Setelah menghadapi masalah dengan sabar dan menemukan jalan keluarnya, umat muslim dianjurkan untuk berdoa. Serahkan segala sesuatunya pada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Sebab, Allah adalah sebaik-baiknya perencana.
"Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisiMu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)." (QS. Al Kahfi : 10)
Kehidupan manusia di dunia ini yang sering terjadi adalah beda pendapat, sengketa duniawi, berkelahi, tidak bertegur sapa, berebut warisan harta duniawi, berbuat fitnah, ghibah (bergunjing atau perbuatan membicarakan aib dan keburukan orang lain yang tidak hadir dalam pembicaraan) dan perbuatan lain sehingga memutuskan tali silahturahminya.
Apakah kita ini sebagai manusia adalah seorang muslim dan bagaimana kalau kita mengaku sebagai seorang muslim.
Barangsiapa mengaku sebagai seorang muslim hendaknya selalu menjalin hubungan baik dengan sanak famili/keluarganya, teman temannya dan orang-orang di sekitarnya.
Rasulullah bersabda, “Wahai manusia, tebarkanlah salam, berikanlah makan, sambunglah silaturahim, shalatlah pada malam hari ketika orang-orang sedang tidur, kalian akan masuk surga dengan selamat”. (HR. Ibnu Majah dan At Tirmidzi)
Sesungguhnya menjalin persatuan dan menjaga ikatan kekeluargaan adalah dasar ketakwaan yang dapat mengantarkan manusia ke tingkat kesempurnaan.
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka muliakanlah tamunya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka sambunglah tali silaturahim. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka katakanlah yang baik atau diam”. (HR. Bukhari) (*)