Memimpin Turbulensi

Oleh: Yudi Latif, Cendekiawan Muslim, Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia

SEORANG elit negeri berdiri bimbang di lorong gelap tahun politik yang penuh permusuhan dan kelicikan. Berharap seorang guru bangsa menuntunnya ke jalan cahaya.

Sang guru pun berkata. Adakalanya kau harus mendingin, agar hawa panas di dalam jiwamu berkondensasi menjadi embun.

"Kemarahan dan kebencian tak bisa membawa keharmonisan. Tugas mulia (untuk) pengendalian permusuhan dan perlawanan tak dapat diselesaikan dengan konfrontasi dan penghukuman. Sikap bermusuhan hanya akan memanaskan situasi, sedangkan rasa hormat yang sejati perlahan-lahan akan mendinginkan apa yang bisa menjadi ledakan. Kita harus menyadari seringnya terjadi kontradiksi antara manfaat jangka pendek dan kerugian jangka panjang" (Dalai Lama).

Adakalanya kau harus memanas, agar keras kepala orang-orang sekitarmu bisa ditempa menjadi perkakas.

Untuk bisa menempa besi jadi perkakas, seseorang butuh kecakapan pandai besi. Sebagai pandai besi, seseorang harus kuat untuk memanaskan dan membentuk logam menjadi perkakas besi yang kokoh.

Dalam Buku 13 The Analects, Konfusius mengatakan: "Jika penguasa sendiri kukuh dan tegas, semua akan berjalan baik meskipun dia tidak memberi perintah. Tapi jika dia sendiri tidak kukuh, meskipun dia memberi perintah, maka perintah itu tidak akan dipatuhi." Penguasa harus terlebih dahulu memperbaiki perilakunya sendiri. Jika seorang penguasa tak memiliki integritas, ia tidak dapat memperbaiki perilaku orang lain. Jika tidak kuat, tidak dapat menghasilkan peralatan besi yang berkualitas.

Lebih jauh (lagi), untuk menyelesaikan suatu mandat atau tugas apa pun, pertama-tama harus menentukan kualifikasi pribadi mana yang diperlukan. Jika kualitas atau kapasitas yang kita miliki tak memadai, maka kita tidak dapat menyelesaikan tugas yang diberikan. Selain itu, kita perlu juga menjadi teladan yang jujur, dengan ideologi dan sistem nilai yang benar.

Kapan harus mendingin dan kapan harus memanas memerlukan kesadaran dan kebijaksanaan. Itu perlu pembelajaran dan pengalaman. Hanya orang yang mampu mendinginkan yang panas dan memanaskan yang dingin yang bisa menjaga stabilitas, memimpin bangsa meraih keharmonisan dan kejayaan. (*)