Mencetak Anak Shalih

Oleh: Ferry Is Mirza DM, Wartawan Utama Sekwan Dewan Kehormatan Pengurus PWI Jatim

SEMUA orang yang telah menikah dan memiliki anak pasti menginginkan anaknya jadi anak shalih dan bermanfaat untuk orangtua serta agamanya. Karena anak shalih jadi penyebab bagi orangtua untuk terus mendapat manfaat lewat doa dan amalannya, walau orangtua telah tiada.

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang diambil manfaatnya, atau doa anak yang shalih.” (HR. Muslim 1631)

Berarti keturunan atau anak yang shalih adalah harapan bagi setiap orangtua. Terutama ketika orangtua telah tiada, ia akan terus mendapatkan manfaat dari anaknya. Manfaatnya bukan hanya dari doa seperti tertera dalam hadits di atas. Manfaat yang orangtua peroleh bisa pula dari amalan anak.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya yang paling baik dari makanan seseorang adalah hasil jerih payahnya sendiri. Dan anak merupakan hasil jerih payah orang tua.” (HR. Abu Daud)

Pertama; Faktor Utama adalah Doa Tanpa doa, sangat tak mungkin tujuan mendapatkan anak shalih bisa terwujud. Karena keshalihan didapati dengan taufik dan petunjuk Allah.

Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’rof : 178)

Karena hidayah di tangan Allah, tentu kita harus banyak memohon pada Allah. Ada contoh-contoh doa yang bisa kita amalkan dan sudah dipraktikkan oleh para nabi di masa silam.

Doa Nabi Ibrahim AS: Robbi hablii minash shoolihiin. Artinya, "Ya Rabbku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh”. (QS. Ash Shaffaat: 100)

Doa Nabi Zakariya AS: Robbi hablii min ladunka dzurriyyatan thoyyibatan, innaka samii’ud du’aa. Artinya, "Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mengdengar doa." (QS. Ali Imron: 38)

Doa ‘Ibadurrahman (hamba Allah yang beriman), “Robbanaa hab lanaa min azwajinaa wa dzurriyatinaa qurrota a’yun waj’alnaa lil muttaqiina imaamaa”. Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Furqan : 74)

Yang jelas doa orangtua pada anaknya adalah doa yang mustajab. Dari Abu Hurairah RA, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Ada tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orangtua, doa orang yang bepergian (safar) dan doa orang yang terzalimi.” (HR. Abu Daud 1536, Ibnu Majah 3862 dan Tirmidzi 1905. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan hadits ini shahi)

Oleh karenanya jangan sampai orangtua melupakan doa baik pada anaknya, walau mungkin saat ini anak tersebut sulit diatur dan nakal. Hidayah dan taufik di tangan Allah. Siapa tahu ke depannya, ia menjadi anak yang shalih dan manfaat untuk orangtua berkat doa yang tidak pernah ada putus-putusnya.

Kedua; Orang Tua Harus Memperbaiki Diri dan Menjadi Shalih Kalau menginginkan anak yang shalih, orangtua juga harus memperbaiki diri. Jangan bermaksiat, jangan tinggalkan shalat, masih enggan menutup aurat. Sebagian salaf sampai-sampai terus menambah shalat, cuma ingin agar anaknya menjadi shalih.

Sa’id bin Al-Musayyib pernah berkata pada anaknya, "Wahai anakku, sungguh aku terus menambah shalatku ini karenamu (agar kamu menjadi shalih).” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1: 467)

Bukti lain pula bahwa keshalihan orangtua berpengaruh pada anak, di antaranya kita dapat melihat pada kisah dua anak yatim yang mendapat penjagaan Allah karena ayahnya adalah orang yang shalih.

Silakan lihat dalam surat Al-Kahfi, “Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shalih.” (QS. Al-Kahfi : 82)

Umar bin ‘Abdil ‘Aziz pernah mengatakan, “Setiap mukmin yang meninggal dunia (di mana ia terus memperhatikan kewajiban pada Allah), maka Allah akan senantiasa menjaga anak dan keturunannya setelah itu.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam 1: 467)

Ketiga; Pendidikan Agama Sejak Dini Allah memerintahkan pada kita untuk menjaga diri kita dan anak kita dari neraka sebagaimana disebutkan dalam ayat, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6)

Disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir (7: 321) Ali mengatakan bahwa yang dimaksud ayat ini adalah, “Ajarilah adab dan agama pada mereka.” Tentang shalat pun diperintahkan diajak dan diajarkan sejak dini.

Dari Amr bin Syu’aib, dari bapaknya dari kakeknya radhiyallahu ‘anhu, beliau meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Perintahkan anak- anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun. Pukul mereka jika tidak mengerjakannya ketika mereka berumur 10 tahun. Pisahkanlah tempat-tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud 495 Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan hadits ini shahih)

Tentang adab makan diperintahkan untuk diajarkan. Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah mendidik ‘Umar bin Abi Salamah adab makan yang benar.

Beliau berkata pada ‘Umar, “Wahai anak kecil, sebutlah nama Allah (bacalah bismillah) ketika makan. Makanlah dengan tangan kananmu. Makanlah yang ada di dekatmu.” (HR. Bukhari 5376 dan Muslim 2022)

Bukan hanya shalat dan adab saja yang diajarkan, hendaklah pula anak diajarkan untuk menjauhi perkara haram seperti zina, berjudi, minum-minuman keras, berbohong, dan perbuatan tercela lainnya. Kalau orang tua tidak bisa mengajarkannya karena kurang ilmu, sudah sepatutnya anak diajak untuk dididik di Taman Pembelajaran Al-Qur’an (TPA) atau sebuah pesantren di luar waktu sekolahnya.

Semoga kita dikaruniakan anak-anak yang menjadi penyejuk mata orang tuanya.

Al-Hasan Al-Bashri berkata; “Tidak ada sesuatu yang lebih menyejukkan mata seorang mukmin selain melihat istri dan keturunannya taat pada Allah ‘azza wa jalla.” (Disebutkan penafsiran Surat Al-Furqan ayat 74) Wallahu waliyyut taufiq. (*)