Meraih Ridha Allah dengan Empat Hal
Oleh: Ferry Is Mirza DM, Wartawan Utama Sekwan Dewan Kehormatan Pengurus PWI Jatim
TANDA-tanda akhir zaman kini sudah tampak. Yakni, kita jumpai semakin sedikit kebaikan, semakin banyak kebathilan dan kemungkaran, semakin banyak yang menentang kebenaran, dan banyak fitnah yang menyesatkan, fitnah syubhat, keraguan, berpaling dari kebenaran, fitnah syahwat kekuasaan dan condongnya manusia cinta kepada dunia.
Politik itu persoalan kekuasaan. Begitulah pandangan rakyat ketika dihadapkan dengan urusan politik di masa sekarang menjelang Pilpres dan Pileg. Berbagai cara mereka lakukan. Mulai dari cara persuasif, simpatik sampai dengan cara-cara represif, culas nan curang.
Mulai dari yang malu-malu kucing sampai yang terang-terangan. Saling sikut, saling jegal dan saling sindir. Masing-masing berusaha menonjolkan diri beradu strategi demi duduk di kursi kekuasaan. Negara yang semula menjunjung tinggi "demokrasi" terdegradasi menjadi "demi kursi".
Ketika syahwat kekuasaan sudah berbicara, kapabilitas intelektual, etika dan kompetensi Capres dan Cawapres menjadi urusan belakangan, yang penting dapat meraih kekuasaan.
Padahal, sungguh, jabatan itu bukan untuk diperebutkan. Amat berat pertanggungjawaban orang-orang yang berada di lingkar kekuasaan. Jika berani bermain-main dengan jabatan, yang merata bukan keadilan dan kesejahteraan, tetapi malah ketimpangan dan kemiskinan bagi rakyat.
Karena jabatan yang mereka pegang adalah urusan hajat hidup umat. Sedikit saja salah mengambil suatu kebijakan, bisa berakibat ratusan juta jiwa terdzalimi.
Andai saja kursi jabatan yang mereka perebutkan itu adalah kursi listrik yang menyengat, niscaya mereka tak akan ribut. Andai mereka tahu bahwa keadilan seorang pemimpin lebih baik dari ibadah setahun, karena keadilannya dirasakan lebih dari ribuan orang, niscaya mereka akan berhati-hati. Andai mereka tahu jika berbuat zalim sehari saja, bisa mengakibatkan banyak rakyatnya tersiksa, niscaya mereka akan mundur teratur.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Akan datang suatu masa, di mana orang yang istiqamah bersabar (berpegang teguh) pada agamanya seperti orang yang sedang menggenggam bara api.” (HR. At-Tirmidzi 2260, hadits dari Anas bin Malik, lihat Shahiihul Jaami’ ash-Shaghiir 8002)
Al Hafidz Abu Naim dalam Hilyatul Aulya dari Hatim al Asham menyatakan, "Barangsiapa yang istiqamah berada dalam empat hal, maka ia akan mendapat ridha Allah. Yakni tsiqah kepada Allah, tawakkal, ikhlas, dan ma'firat. Dan segala sesuatunya akan sempurna dengan ma'rifat kepada Allah." (Fashlu al Khitab, Fi Zuhud, war Raqaaiq wal Adab, Juz 2)
Adapun sikap yang pertama adalah Tsiqah (percaya) kepada Allah Azza wa Jalla, artinya membenarkan apa-apa yang diperintah, dikabarkan, dan dijanjikan Allah Azza wa Jalla kepada kita. Karena sesungguhnya Allah Azza wa Jalla adalah sebaik-baik perkataan, sebaik-baik penepat janji, dan Dia tidak pernah sedikitpun menyalahi akan janjinya.
Firman Allah Azza wa Jalla, "Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, mereka akan Kami masukkan ke dalam surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah telah membuat suatu janji yang benar. Dan siapakah yang lebih benar perkataannya dari Allah?" (QS. An Nisa: 122)
Kemudian sikap yang kedua adalah Tawakkal kepada Allah Azza wa Jalla. Tawakal kepada Allah Azza wa Jalla adalah sesuatu yang dituntut selain kita melakukan usaha sebagai sebuah kausalitas. Tawakkal bukan sikap pasrah. Tawakkal adalah merupakan sikap keyakinan hati, keimanan, bahwa hanya Allah Azza wa Jalla satu-satunya Dzat yang layak dijadikan sandaran, dan penentu atas segala keberhasilan yang kita usahakan.
Allah Azza wa Jalla berfirman, "Dan hanya kepada Allah kalian bertawakkal, jika kalian orang-orang yang beriman." (QS. Al Maidah: 23)
Kemudian sikap yang ketiga adalah Ikhlas. Sikap ikhlas ini dituntut dalam segala perkataan, perbuatan, dan serangkaian amal ibadah lainnya. Hanya kepada Allah Azza wa Jalla segala perkataan dan berbuatan kita persembahkan.
Allah Azza wa Jalla berfirman, "Maka beribadahlah kalian kepada Allah dengan penuh keikhlasan, baginya agama ini, walaupun orang-orang kafir membenci." (QS. Ghaafir: 14)
Dan yang terakhir, yang ke empat adalah Ma’rifat kepada Allah Azza wa Jalla. Ma'rifat kepada Allah Azza wa Jalla, yakni segala pengetahuan dan wawasan kita yang meniadakan kebodohan. Siapa saja yang memiliki pengetahuan yang mendalam akan berbeda dengan orang yang bodoh. Siapa yang mengetahui tidak seperti orang yang tidak mengetahui. Orang berilmu berbeda dengan orang yang tidak berilmu.
Allah Azza wa Jalla berfirman; "Katakanlah, apakah sama orang-orang yang mengetahhui dengan orang-orang yang tidak mengetahui ? Sesungguhnya hanyalah orang yang bepengetahuan yang akan mengambil pelajaran." (QS. Az Zumar: 9)
Insya’ Allah, Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayahNya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah senantiasa tsiqah kepada Allah, tawakkal, ikhlas, dan ma'firat untuk meraih ridhaNya. Aamiin Yaa Rabb. (*)