Pemilihan Presiden dalam Pandangan Syariat Islam
Jakarta, FreedomNews – _Pelaksanaan pilpres di Indonesia memakai sistem demokrasi, sehingga tidak ada perbedaan antara calon baik dan buruk, calon bersih dan kotor, calon yang taat syariat dan yang tidak taat syariat. Karena itu, umat Islam harus mewarnai pilpres ini dengan nilai ajaran Islam, yaitu mengetahui kriteria presiden menurut syar'i.
Oleh : KH M. Said Abdurrochim, Pengasuh PP MUS Sarang Rembang, Jawa Tengah
SEPERTI yang kita ketahui bersama, syariat Islam ialah syariat yang universal dan komprehensif (menyeluruh) dalam mengatur semua aspek kehidupan, baik itu masalah ibadah, sosial kemasyarakatan, dan politik termasuk di dalamnya masalah memilih presiden dan wakilnya.
Oleh karena itu, semua umat Islam harus memahami masalah pemilihan presiden dalam pandangan syariat Islam. Meskipun pelaksanaan pilpres di Indonesia memakai sistem demokrasi, tetapi kita umat Islam seharusnya bisa mengkaji dan menelaah dari sudut pandang syariat, apa saja yang kurang tepat dalam pelaksanaan pilpres tersebut, seperti kesamaan hak memilih dan dipilih tanpa memandang persyaratan presiden menurut syariat. Hal ini karena dalam sistem demokrasi tidak ada perbedaan antara calon baik dan buruk, calon bersih dan kotor, calon yang taat syariat dan yang tidak taat syariat, karena dalam demokrasi semua orang punya hak yang sama untuk memilih dan dipilih.
Maka dari itu, kita sebagai umat Islam harus mewarnai demokrasi ini dengan nilai ajaran Islam sehingga penting sekali ada pendidikan politik Islam, baik di dalam pesantren maupun di luar pesantren, yang salah satu topik pembahasannya adalah kriteria-kriteria presiden menurut syar'i agar masyarakat mengetahui siapa calon presiden yang harus dipilih dan calon presiden yang tidak boleh dipilih.
Langkah ini sah-sah saja karena Indonesia adalah negara berasaskan Pancasila. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa menjamin keyakinan seluruh rakyat termasuk umat Islam yang berkeyakinan bahwa agama Islam mengatur segala aspek termasuk dalam memilih presiden, walaupun Indonesia bukan berbentuk negara Islam. Maka meski begitu, Indonesia juga memberi jaminan kepada rakyatnya untuk menggunakan hak pilih sesuai hati nurani yang sejalan dengan ajaran agama dan keyakinan masing-masing.
Dan kita umat Islam mengakui bahwa pemerintah Indonesia sah menurut hukum Islam sehingga kita wajib memiliki imam besar yaitu kepala negara (presiden) di samping peran presiden ini juga menjadi pemimpin pemerintahan untuk rakyat non-muslim.
Dan kita sebagai umat Islam dituntut untuk menjalankan syariat semampunya di negara Pancasila selama tidak melanggar peraturan dan hukum yang berlaku. Dalam kaidah fikih disebutkan,
Mala yudroku julluhu laa yutroku kulluhu "Sesuatu yang tidak bisa dicapai seluruhnya maka tidak boleh ditinggalkan seluruhnya"
May-suuru laa yas qu-thu bil ma’suu ri “Sesuatu yang bisa mudah dilakukan tidak gugur sebab ada sesuatu yang sulit dilakukan"
Pandangan seperti ini harus kita terima, Dan kita menolak pandangan bahwa agama tidak boleh dikaitkan dengan politik negara karena hal itu bertentangan dengan sifat syumuliah (komprehensif) syariat. Karena itu, syariat tidak bisa dipisahkan dari politik negara. Di samping itu, dampak dari pandangan ini dapat menyebabkan sebagian umat Islam lama-lama merasa bahwa Indonesia bukan negara sendiri sehingga akan menyuburkan keberadaan kelompok ekstremis yang ingin memisahkan diri dari negara dengan mengangkat imam a'dzam sendiri serta menjauhkan orang muslim dari partisipasi dalam kontestasi pilpres. Padahal muslim yang sungguh-sungguh taat agama dipastikan bisa memimpin negara ini dengan bersih, tidak korupsi, adil pada rakyat dan lain-lain karena dia memiliki kesadaran akan pertanggungjawaban amanah jabatan ini di hadapan Allah kelak.
Karena itu semua, kami tidak sependapat dengan orang yang menganggap bahwa masalah pilpres tidak ada kaitannya dengan agama atau hukum Islam *()**