Perempuan Miskin Yang Jujur

Oleh: Abi KH Mustofa Jamal, Ketua Majelis Hikmatul Almukaromah

SUATU hari, Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri mazhab Hambaliyah dikunjungi seorang perempuan yang ingin mengadu.

"Ya syaikh, saya adalah seorang ibu rumah tangga yang sudah lama ditinggal mati suami. Saya ini sangat miskin, sehingga untuk menghidupi anak-anak saja, saya merajut benang pada malam hari, sementara siang hari saya gunakan untuk mengurus anak-anak dan menyambi sebagai buruh kasar disela waktu yang ada. Karena saya tak mampu membeli lampu, maka pekerjaan merajut itu saya lakukan apabila sedang terang bulan."

Imam Ahmad menyimak dengan serius penuturan si ibu tadi. Perasaannya miris mendengar dari ceritanya yang memprihatinkan. Imam Ahmad adalah seorang ulama besar yang kaya-raya dan dermawan.

Sebenarnya, hatinya telah tergerak untuk memberi sedekah kepada perempuan itu, namun ia urungkan dahulu karena menunggu perempuan itu melanjutkan pengaduannya.

"Pada suatu hari, ada rombongan pejabat negara berkemah di depan rumah saya. Mereka lalu menyalakan lampu yang jumlahnya amat banyak sehingga sinarnya terang-benderang. Tanpa sepengetahuan mereka, saya segera merajut benang dengan memanfaatkan cahaya lampu-lampu itu," tegas perempuan.

"Tetapi setelah selesai saya sulam, saya bimbang, apakah hasilnya halal atau haram kalau saya jual? Bolehkah saya makan dari hasil penjualan itu? Sebab saya melakukan pekerjaan itu dengan diterangi lampu yang minyaknya dibeli dengan uang negara, dan tentu saja itu tidak lain adalah uang rakyat." Perempuan itu kembali menjelaskan.

Imam Ahmad terpesona dengan kemuliaan jiwa perempuan itu. Ia begitu jujur, di tengah masyarakat yang begitu bobrok akhlaknya dan hanya memikirkan kesenangan sendiri, tanpa peduli halal haram lagi. Padahal jelas, wanita ini begitu miskin dan fakir.

Maka dengan penuh rasa ingin tahu, Imam Ahmad bertanya, "ibu, sebenarnya engkau ini siapa?"

"Saya ini adik perempuan Basyar Al-Hafi," kata perempuan itu mengaku dengan suara serak karena penderitaannya yang berkepanjangan.

Imam Ahmad makin terkejut. Karena, Basyar Al-Hafi adalah gubernur yang terkenal sangat adil dan dihormati rakyatnya semasa hidupnya. Rupanya, jabatannya yang tinggi tidak disalahgunakannya untuk kepentingan keluarga dan kerabatnya. Sampai-sampai adik kandungnya pun hidup dalam keadaan miskin.

Dengan menghela nafas berat, Imam Ahmad berkata: "Pada masa kini, ketika orang-orang sibuk memupuk kekayaan dengan berbagai cara, bahkan dengan cara menggerogoti uang negara dan menipu serta membebani rakyat yang sudah miskin, ternyata masih ada perempuan terhormat seperti engkau ibu. Sungguh, sehelai rambutmu yang terurai dari sela-sela jilbabmu jauh lebih mulia dibanding dengan berlapis-lapis surban yang kupakai dan berlembar-lembar jubah yang dikenakan para ulama."

"Subhanallah, sungguh mulianya engkau, hasil rajutan itu engkau haramkan? Padahal bagi kami itu tidak apa-apa, sebab yang engkau lakukan itu tidak merugikan keuangan negara, " Imam Ahmad melanjutkan.

Kemudian Imam Ahmad berkata, "Ibu, izinkan aku memberi penghormatan untukmu. Silakan engkau meminta apa saja dariku, bahkan sebagian besar hartaku, niscaya akan kuberikan kepada perempuan semulia engkau." (*)