Perspektif Waktu
Oleh: Yudi Latif, Cendekiawan Muslim, Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia
SAUDARAKU, perilaku dan eksistensi hidup kita bisa diubah oleh perspektif tentang waktu. Hal itu tersimpul dalam buku "The Time Paradox: The New Psychology of Time That Will Change your Life", karya Philip Zimbardo dan John Boyd (2023).
Mereka yang berorientasi ke masa lalu menyadari akar kesejarahan dan sumber kehidupannya. Namun, bisa bermasalah bila tertawan pada masa lalu yang merintangi adaptasi; apalagi bila masa lalu dilihat semata sebagai sumber kepedihan.
Hulu kepedihan tak dapat mengalirkan kegembiraan pada hari ini dan tak menjanjikan harapan pada masa depan. Hidup dijalani dengan putus asa yang membenci kehidupan. Bisa jadi berujung bunuh orang dan bunuh diri. Banyak orang jadi teroris karena tak bisa berdamai dengan masa lalunya.
Mereka yang berorientasi ke masa depan memiliki impian dan visi jangka panjang serta gigih bekerja keras demi mengejar mimpi dan meraih kesuksesan.
Namun, bila berlebihan berpotensi kurang terlibat dalam urusan bersama yang mendesak, kurang perhatian pada masalah sekitar serta dinamika gairah kehidupan sehari-hari. Hidup dijalani dengan kering keriangan-pergaulan dan kehampaan makna hidup.
Mereka yang berorientasi ke masa kini bisa hidup mengalir dan menikmati setiap momen tanpa dihantui bayangan masa lalu dan kecemasan akan masa datang. Tapi, bila berlebihan bisa melupan pelajaran sejarah dan tak memiliki perencanaan serta daya antisipatif untuk menghadapi masa depan.
Yang terbaik adalah perspektif keseimbangan. Kita harus bisa memulihkan masa lalu (reclaim yesterday), menikmati hari ini (enjoy today), dan menguasai masa depan (master tomorrow). (*)