Spiritualitas Gunung
Oleh: Yudi Latif, Cendekiawan Muslim, Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia
SAUDARAKU, menaiki gunung bagiku seperti merasakan pendakian spiritual. Makin tinggi gunung kudaki, makin terang kesadaran bahwa pemandangan terindah terbentang setelah pendakian yang sulit.
Hal terhebat tatkala mencapai puncak gunung adalah terbukanya horison keinsyafan, bahwa di sana terdapat ruang lebar yang bisa menampung banyak orang.
Dalam ketinggiannya, gunung memberi ruang hidup bagi aneka tumbuhan dan satwa. Dan sebagian kita yang ada di posisi tinggi untuk melindungi segala nan hayat, membantu sesama bergerak naik mencapai ketinggian derajat.
Dari ketinggian puncak gunung, kita bisa melihat kehidupan sebagai pola interkoneksi tak terputus dari segala ragam keberadaan.
Kesadaran seseorang dan keterlibatannya langsung dengan kehidupan mengarah pada kesadaran transpersonal, bergerak meninggi dan melebar dari pernik-pernik eksistensi menuju eksistensi kosmik yang lebih luas.
Dalam keluasan kesadaran kosmik, manusia bisa melihat betapa kesalingbergantungan tidak bisa dipisahkan dari kesatuan. ”Satu dalam semua, semua dalam satu. Kesatuan tidak dapat eksis tanpa perbedaan”.
Dalam kesadaran transpersonal, timbul kesadaran untuk membuka diri penuh cinta untuk yang lain, serta ketabahan untuk menghadapi ketidakpastian di tingkat permukaan hidup sehari-hari.
Aku suka mendaki gunung, karena gunung mengajariku bahwa tidak semua hal di dunia bisa dijelaskan secara rasional. Aku suka mendaki gunung karena membuatku merasa kecil. Gunung mengajariku bahwa sehebat apapun kebesaranku hanyalah renik kecil di jagad raya; membuatku berjejak di bumi dengan lebih rendah hati. (*)