Suluh Modernitas

Oleh: Yudi Latif, Cendekiawan Muslim, Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia

SAUDARAKU, hukum besi sejarah itu acapkali semena-mena. Membaca buku "The Banda Islands: Hidden Histories & Miracles of Nature" (2017), karya Jun Russel (ed.), memantik kesadaran tentang peran besar kepulauan Nusantara sebagai suluh api kebangkitan dunia modern (sekarang), dengan meninggalkan abu pengorbanan di tanah jajahan.

Memasuki pertengahan abad-17, Belanda – berkat kehebatan teknologi perkapalan, navigasi, dan inovasi lain – tampil sebagai penguasa perdagangan terbesar, menggantikan Portugis dari berbagai pos perdagangan dan meminggirkan semua kekuatan pesaing Eropa lainnya, kecuali British.

Dalam pergerakan ke Timur, Belanda memulai perdagangan dengan kesultanan India dan Hindia Timur (Nusantara), lantas secara perlahan menguasai pos-pos perdagangan di tempat lain.

Ke belahan Barat, Belanda menancapkan kakinya di Karibia, kemudian bergerak ke Amerika Utara dengan menguasai berbgai wilayah di pantai timur, dengan sebutan New Holland.

Dari kemakmuran yang dihasilkan perdagangan dengann todongan senjata, terutama rempah – yang nilainya setara emas, Belanda jadi bangsa paling dinamis, makmur dan liberal. Dari musim semi kebebasan berpikir itulah gerakan pencerahan sebagai pemicu modernitas bangkit.

Dalam perdagangan rempah di Hindia Timur, kekuatan kongsi dagang Britania (EIC) tak mampu bersaing dengan kekuatan kongsi dagang Belanda (VOC). Setelah peristiwa pembantaian orang Banda oleh VOC pada 1621, gugus kecil EIC di Pulau Run pun segera dihabisi. Setelah peristiwa pembantaian Amboyna 1623 (10 org pegawai EIC terbunuh), kehadiran Inggris di Maluku berakhir, kecuali menyisakan klaim legal atas Pulau Run.

Di Amerika Utara lain cerita. Belanda memandang New Holland tidak sepenting pusat rempah (Hindia) dan keteteran hadapi dinamika kependudukan New England, yang lebih menarik minat imigran British. Akhirnya, kota New Amsterdam di pulau Manhattan berhasil diduduki kekuatan Britania pada 1664, yang menggantinya jadi New York.

Dengan situasi seperti itu, kedua kekuatan memasuki Perjanjian Breda 1667, yang menukar Pulau Manhattan di AS – semula dikuasi Belanda – dengan Pulau Run di kepulauan Banda – semula dikuasai Inggris.

Itulah titik tolak menuju formasi USA dan NKRI. Tanpa itu, kisah dunia bisa berbeda. (*)