Tanda Akhir Zaman, Semua Serba Casing
Oleh: Abdul Malik Said, Pengasuh Ponpes Haq An Nahdliyah Sukodono Sidoarjo
MEMANG, akhir zaman ini serba casing, nuansa indah nan elok terhias di mata, tampil memukau bak deklamasi panggung sang aktor, tak perlu bibit, bebet dan bobot sang deklamator, tetapi yang penting tampil menghipnotis sudut mata memandang.
Dunia sudah menjadi tempat tipu muslihat oleh si kancil dan alam kecurangan para predator demi tahtanya.
Alloh sudah memberitakan: “Telah tampak kerusakan di darat dan lautan disebabkan tangan-tangan manusia”.
Bukan hanya kerusakan ekosistem alam di darat dan laut saja tapi kerusakan yang terjadi di seluruh sendi-sendi kehidupan ummat manusia seperti dalam: agama, politik, ekonomi, hukum, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, ketahanan dan keamanan. Semuanya sudah didegradasi secara TSM.
Zaman akhir ini fitnah semakin merebak dari hulu hingga hilir bagai bau kotoran sampah merebak dari pusat TPA hingga ke lorong RT RW. Warga dibuat resah dan mencekam karena tak lagi bisa menghirup udara segar dan warga tak kuasa untuk protes dan melawan.
Mengapa demikian? Karena perangkat alat-alat hukum telah menghadang untuk membredel hak demokrasi warga dan pasal demi pasal siap menjerat.
Lalu apa arti sebuah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang menjunjung tinggi norma-norma agama dan keadaban. Dua sumber inilah yang merupakan landasan hidup manusia di dunia dan sebagai jembatan menuju rumah akhirat yang penuh nikmat.
Yang tidak menyesal di hari kemudian adalah: 1. Aamanu/orang yang beriman; 2. Amilus Sholihaah/berbuat baik; 3. Tawashou bil Haq/berseru kebenaran; 4. Tawashou bis shobri/berseru dalam kesabaran.
Siapapun akan merugi pada akhirnya yang tidak pandang itu siapa: ulama', habaib, Gus, ustadz, pendakwah, mubaligh, pengajar, profesor, doktor, dokter, insinyur, tukang/kuli batu, orang kaya atau miskin, pejabat atau rakyat, pedagang, petani, buruh, pemulung, kalau mereka semua mengabaikan perkara 4 tersebut, pasti akan merugi di saat hari berakhir kehidupannya yang mana ia belum sempat mengamalkan 4 perkara itu.
Penyematan gelar pada seseorang bukan untuk kebanggaan diri, namun cerminan kepribadian seseorang yang mendapat gelar tersebut dalam amaliyah Ubudiyah dan interaksi sosial dan juga menjadi beban berat tanggungjawab kelak di akhirat.
Mari sebelum ajal berakhir kita muhasabah diri kita adakah perbuatan yang menyebabkan menerima dosa terus-menerus dan apakah diri kita ini masih melakukan hal-hal yang bersifat dosa yang kita gak menyadarinya.
Jangan bangga dengan sesuatu yang ada pada diri kita, baik itu harta, ilmu, pangkat dan jabatan karena semua akan datang dan pergi bahkan musnah semua itu tanpa berbekas. Tidak sepatutnya milik Alloh itu untuk berbangga diri dan angkuh bin sombong sebab sifat itu hanya dimiliki oleh Alloh SWT. (*)