Teknologi, Oligarki, Prosperiti

Oleh: Yudi Latif, Cendekiawan Muslim, Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia

SAUDARAKU, demi kemakmuran dan keberlanjutan pembangunan, Indonesia harus bertransformasi dari ekonomi ekstraktif – berbasis bahan mentah – menuju ekonomi pengetahuan –berbasis inovasi teknologi.

Namun, harus diingat, inovasi teknologi itu tak otomatis membawa kemajuan dan kemakmuran bersama. Tanpa ketepatan memilih dan kekuatan untuk mengarahkan teknologi, inovasi teknologi bisa saja kian memperkuat oligarki dan memperluas kesenjangan.

Hal itu diingatkan dalam buku "Power and Progress: Our 1000-Year Struggle Over Technology & Prosperity", karya Daron Acemoglu & Simon Johnson (2023).

Tak seindah keyakinan "nabi-nabi" optimisme teknologis bahwa kita tak bisa melawan kemajuan teknologi; dan kemajuan teknologi niscaya akan meningkatkan produktivitas yang otomatis akan meningkatkan kemakmuran bersama.

Faktanya, pada 1960-an hanya 6 persen penduduk AS berusia 25-54 tahun di luar pasar kerja. Hari ini, dengan teknologi digital dan AI, jumlahnya meningkat jadi 12 persen.

Bila kemajuan dan kemakmuran bersama yang dikehendaki, harus dipastikan bahwa pilihan inovasi teknologi itu bisa: 1.Meningkatkan produktivitas pekerja dalam pekerjaan yang dijalani. 2.Menciptakan tugas baru dengan bantuan kecerdasan mesin yang dapat meningkatkan kapabilitas manusia. 3.Menyediakan informasi yang lebih baik dan berguna bagi pengambilan keputusan manusia.

  1. Membangun platform baru yang dapat menyertakan orang-orang dengan ragam perbedaan keterampilan dan kebutuhan.

Untuk bisa mengarahkan perkembangan teknologi dari kendali segelintir oligarki menuju kemaslahatan bersama perlu gerakan progresif dengan tiga lini lawan tanding: 1.Mengubah narasi dan norma keluar dari hegemoni segelintir orang. Perlu jurnalis & influencers antimonopoli, antikorupsi, anti perusakan lingkungan, semacam muckrakers di AS. 2.Mengembangkan kekuatan lawan tanding dengan membentuk gerakan-gerakan komunitas progresif, seperti labour unions, Greenpeace. 3.Mengupayakan solusi kebijakan lewat kemampuan menginfiltasi proses-proses pembuatan legislasi dan kebijakan di parlemen dan pemerintah.

Diperlukan visi dan kepedulian bersama untuk memilih dan mengarahkan teknologi bagi kemaslahatan bersama. (*)