Tiga Penghalang Kebahagiaan
Oleh: Shamsi Ali Al-Kajangi, Putra Kajang di NYC
DALAM hidup ini sesungguhnya semua orang hanya memburu satu hal: kebahagiaan (sa’aadah). Semua yang ingin dicapai/dihasilkan hanyalah jalan menuju ke “sa’aadah” itu.
Sayangnya seringkali dalam perjalanan kehidupan manusia gagal menemukan kebahagiaan itu. Bukan karena gagal menghasilkan jalannya. Tapi, kegagalan itu lebih kepada kesalahan dalam menyikapi situasi dan warna kehidupannya.
Saya akan menyampaikan tiga hal Utama yang menjadi penghalang kebahagiaan seseorang. Semuanya ada pada “mindset” (cara pandang) dalam melihat situasi yang menaungi kehidupan.
Untuk itu, agar kehidupan menemukan kebahagiaan ketiga penghalang itu harus ditinggalkan.
Satu, berhenti menyesali kegagalan masa lalu. Tak ada yang bisa anda lakukan mengenai masa lalu. Jangan lupakan masa lalu/sejarah. Anda bisa belajar darinya untuk menjadi lebih baik. Dengan demikian anda tidak melakukan kesalahan yang sama. Namun hendaknya hentikan menyesali apa yang telah berlalu.
Bagi seorang Mukmin hendaknya dipahami kembali (perbaharui) keimanan itu pada “Qadar dan Qadha” (ketentuan dan keputusan) Pencipta dengan segala hal yang terkait dengan kehidupan.
Dua, hentikan terlalu khawatir akan masa depan. Para ahli ilmu jiwa menyimpulkan bahwa apa yang kita khawatirkan tentang masa kenyataannya 80 persen tentangnya tidak terjadi. Maka jangan buang-buang energi dan waktu untuknya.
Bagi seorang Mukmin yakinlah bahwa anda tidak memiliki pengetahuan tentang hari esok. Maka lakukan ikhtiar terbaikmu dan yakini bahwa hari esok ada dalam genggaman sang Pencipta yang mengatur dan menentukan segalanya. Ikhtiar, tawakkal, dibarengi doa dan optimisme itulah jalannya.
Tiga, hentikan mencari kebahagiaan lewat orang lain yang ada di sekitarmu. Mereka tidak akan bisa membahagiakanmu. Berharap kebahagiaan dari orang lain adalah sesuatu yang tidak mungkin. Dan hanya akan mengecewakanmu. Kebahagiaan itu 100 persen adalah suasana batin yang ditentukan oleh cara pandang seseorang.
Ketahuilah, kebahagiaan itu datang dari dalam diri sendiri. Kebahagiaan adalah mendapatkan kedamaian dan kepuasan dalam dirimu sendiri. Dan tidak perlu tergesa-gesa dalam menemukan apa yang akan membahagiakanmu.
Dan di saat telah menemukannya, jaga dan tumbuh suburkan. Bersyukur itu adalah kebahagiaan pada dirinya.
Lebih dari itu semua, bagi seorang Mukmin yakinlah jika kebahagiaan yang hakiki ada pada “mardhotillah” (keridhoan sang Pencipta alam semesta).
Semoga kita semua bisa merasakan kebahagiaan hidup, dunia-akhirat. Aamiin! (*)