Rocky Gerung Dipolisikan, Buruh Makin Melawan Kacung Oligarki

HARI Kamis, 10 Agustus 2023, akan berlansgung aksi demontrasi atau unjuk rasa buruh yang dikomandoi Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), di Jakarta. Mereka menyebut Aksi Sejuta Buruh, karena akan dilakukan secara serentak di berbagai kota besar di tanah air. Tuntutan mereka adalah supaya pemerintah dan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) mencabut Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja. Sebab, undang-undang tersebut dinilai sangat merugikan buruh karena lebih membela kepentingan oligarki.

Untuk mengetahui rencana aksi demo tersebut FreedomNews mewawancarai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat KSPSI, Jumhur Hidayat. Wawancara dengan aktivis yang sudah dua kali dipenjara itu juga tayang di FreedomTalk yang merupakan bagian dari FreedomTV Indonesia kanal Youtube dengan judul Rocky Gerung Dipolisikan Buruh Makin Melawan Kacung Oligarki (https://www.youtube.com/watch?v=eHcv_wX6XWo&t=5s).

Berikut ini petikan wawancaranya:

Kali ini kita akan berbincang dengan seorang aktivis, seorang pimpinan pekerja. Kelihatannya sibuk sekali, terus-terusan nih.

Sibuk konsolidasi

Ada rencana pekerja di bawah pimpinan Jumhur akan mengadakan unjuk rasa atau demonstrasi pada tanggal 10 Agustus 2023. Apa yang menjadi tuntutannya dan bagaimana konsolidasinya?

Pertama, yang akan melaksanakan ini (unjuk rasa) bukan hanya KSPSI dengan 13 federasi di bawahnya. Akan tetapi, juga diikuti sejumlah federasi di luar KSPSI. Ada sekitar 30 sampai 40 federasi di seluruh Indonesia. Mereka bergabung dengan Aliansi Aksi Sejuta Buruh. Jadi, sejuta buruh itu menjadi angka keramat atau obsesi kami harus mencapai itu dalam sekali aksi.

Kenapa? Kita tahu, dalam negara korporatokrasi adalah negara yang para pemimpinnya itu mengabdi kepada pemilik modal, mengabdi kepada oligarki, jadi kacung oligarki. Itulah negara korporatokrasi dan Indonesia sekarang, baik yang ada di istana maupun di parlemen itu adalah kacung dari para oligar yang dengan mudahnya membuat undang-undang yang merugikan rakyat. Kemudian juga mengampun-ampuni para oligarki atau para pemodal yang bahkan telah berbuat jahat kepada negara dan rakyat. Salah satunya, Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang sangat diabdikan untuk para oligar. UU tersebut sangat merugikan rakyat. Bukan hanya merugikan kaum buruh, tetapi juga orang di pedesaan, petani, pemilik tanah, tanah adat dan sebagainya. Rakyat sangat dirugikan dengan UU itu.

Jadi, harus dilawan! Harus dilawan! Dari sekian banyak intrest grup (kelompok kepentingan), yang bisa lebih berfungsi dengan baik itu kaum buruh, walaupun yang banyak petani. Jutaan petani, teman-teman kita masyarakat adat dan lain sebagainya yang di pedesaan, kehutanan sangat marah dengan undang-undang ini. Tetapi, ya mereka sulit untuk berkonsolidasi. Mereka menyatakan protes secara masif, tapi tidak dalam bentuk masa-masa aksi yang besar seperti kaum buruh. Oleh karena itu, kami (kaum buruh) memanggul tanggung jawab juga. Tanggung jawab dari mereka-mereka yang tidak punya kesempatan atau sulit punya kesempatan untuk hadir secara langsung yaitu bergabung dengan buruh. Amanat mereka juga karena buruh relatif lebih mudah (konsolidasi), karena berada di perkotaan, dalam suatu pabrik dan industri. Yang lebih mudah melawan dan berada di depan, kaum buruh.

_Harus dilawan! Artinya yang dilawan itu apakah semata-mata hanya ingin meminta pemerintah menggagalkan undang-undang cipta kerja? Tuntutan yang lain dan perlawanan melalui unjuk rasa seperti tanggal 10 Agustus ini sudah sering sekali, tapi tidak ada efeknya?_ Ya, jadi pertanyaan ini sama dengan teman-teman buruh juga. Pak, kita ini sudah berkali-kali unjuk rasa, tapi kita tidak menuai hasil. Masuk akal pertanyaan itu. Akan tetapi, saya flashback ke beberapa perjuangan buruh. Paling sederhana baru-baru ini ada Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) yang menyatakan jaminan hari tua bisa diambil ketika orang berusia 56 tahun. Jadi, kalau orang di PHK umur 50 tahun, misalnya karena ketenagakerjaan di perusahaan dan sebagainya atau 45 tahun dia di PHK, dia baru bisa mengambil uang itu setelah berusia 56 tahun, bisa menunggu 10 tahun 6 tahun 20 tahun baru dapat diambil. Padahal, setelah di PHK peresahaan, seorang pekerja belum tahu bisa bekerja di mana atau belum tentu mendapatkan pekerjaan lagi.

Oleh karena itu, dia harus bisa berencana dengan uang yang dia punya. Sehingga tidak fair, tidak adil kalau setelah 56 tahun baru bisa diambil. Terjadi protes dimana-mana dari serikat buruh. Ya, protes dilakukan 1000, 2000 dan 3000 orang secara bergelombang. Akhirnya, Permenaker itu dicabut. Jadi, saya bilang ke mereka. Anda demonstrasi dengan menghadirkan 5000 orang 3000 orang, tetapi dampaknya itu bermanfaat bagi 58 juta pekerja formal yang punya masalah yang sama. Jadi, jangan mengecilkan dan jangan tidak menghormati diri Anda. Anda itu berjuang dan berhasil dicabut, sehingga 58 juta rakyat Indonesia yang bekerja pada sektor formal, yaitu buruh menikmati hasilnya.

Saya juga baru sadar jadi ada keberhasilan. Kedua, bicara soal upah 2023. Jadi, upah 2023 itu tidak berbasis pada Undang-Undang Omnibus Law, tetapi berbasis pada peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 18 tahun 2002 yang isinya adalah kenaikan upah boleh maksimum 10 persen dengan pertimbangan-pertimbangan ekonomi dan sebagainya. Kalau pergunakan Undang-Undang Omnibus Law, itu cuma satu persen naiknya.

Jika menggunakan UU itu, ada yang naik 0,5 persen atau ada yang mungkin tidak naik. Ada hitungannya, ngacolah di undang-undang melalui Peraturan Pemerintah PP 36 itu. Akhirnya kami protes, bergerak dimana-mana dan buruh tidak dalam skala besar, karena belum menjadi perhatian. Akhirnya keluar diskresi kebijakan dari Menteri Tenaga Kerja yang tetap memberlakukan Permenaker, sehingga kenaikan bisa sampai 9 persen atau 10%. Faktanya, kemudian ada yang 9 persen, 8 persen, 7 persen. Kalau memakai UU Omnibus Law itu maksimum itu satu persen. Permenaker itu diberlakukan atas desakan buruh melalui aksi unjuk rasa yang dilakukan di berbagai tempat.

Jadi sebetulnya mereka berdemontrasi, bergerak dan berhasil. Hasilnya dinikmati oleh 58 juta buruh lainnya. Jadi, jadi saya bilang Anda itu orang-orang terhormat. Seribu sampai 2000 orang berdemonstrasi. Anda orang terpilih, terpilih berpanas-panas di jalanan, tapi manfaatnya itu untuk 58 juta orang.

Itu yang lansung, belum yang tidak langsung?

Itu belum anak istri. Saya temukan lagi. Di mana-mana terjadi perlawanan terhadap Omnibus Law Cipta Kerja. Akhirnya, sesuai dengan perintah presiden, kalau tidak setuju dengan undang-undang ini ajukan ke Mahkamah Konstitusi. Betul, kita ajukan, kita nurut dan kemudian terjadi gelombang protes. Diajukan (Yudicial Review ke MK) dan akhirnya dinyatakan inskonstitutional secara bersyarat. Keputusannya memerintahkan kepada presiden dan DPR supaya diperbaiki dalam dua tahun. Itu kemenangan dari gerakan buruh. Jadi, sebetulnya jangan pesimis gerakan buruh itu pada battle-battle atau peperangan-peperangan. Pertempuran-pertempuran tertentu itu dimenangkan. Nah, ada pertempuran besar, ada peperangan besar yaitu mencabut Omnibus Law.

Bedanya apa? Di MK menang malah presiden mengeluarkan Perpu. Ini kan tidak masuk akal, karena menyuruh kami ke MK, begitu MK nyatakan menang, dia (Presiden Jokowi) bikin Perpu dan isi Perpu itu hampir sama dengan Undang-Undang Omnibus Law. Kemudian disahkan oleh DPR dengan cara inskonstitutional.

Jadi karena kacung origaki, dengan berbagai celah dilakukan rezim ini. Anak SD saja mentertawakannya. Kok bisa ya dibilang ada kegentingan memaksa, tapi beberapa pedagang omsetnya naik. Apanya yang menjadi kepentingan memaksa? Memang aneh membikin Perpu, karena rezim Jokowi mengabdi pada oligarki.

Bukan mengabdi karena memang mau bohongnya itu diteruskan

Ya, itulah. Menurut saya itu harus dilawan. Dalam bernegara kita tidak boleh main-main. Demonstrasi, turun ke jalan bagian dari bernegara yang baik. Kita tidak menginginkan rusuh.

Tadi disebutkan harus dilawan. Ada tahapan menuju skala besarnya. Rocky Gerung yang orasi di hadapan para buruh dilaporkan ke polisi. Mestinya, laporan tidak diterima, karena yang harus melapor orang yang disebut-sebut (presiden). Apakah dengan diterimanya laporan itu merupakan shock terapi supaya buruh jangan makin macam-macam?

Nngak! Sama saya tidak berpengaruh, malah menambah semangat. Karena kita tahu persis Rocky Gerung. Dia tidak pernah membenci orang, tidak pernah membenci pribadi orang. Bahkan, dengan Pak Jokowi pun dia nggak ada urusan pribadi. Dia bilang berkali-kali secara pribadi Pak Jokowi sebagai kepala rumah tangga yang baik, barangkali juga mungkin pengusaha yang baik pada waktu itu. Tapi, ketika dia menjadi presiden dan digaji oleh rakyat, dia presiden itu menjalankan fungsi kepresidenan yang nasib banyak orang termasuk kita ada di fungsi jabatan itu. Kalau kita tidak boleh marah kepada presiden atau tidak suka dengan kebijakan presiden, ya kembali saja ke negara feodalisme, negara kerajaan atau negara komunis yang kita nggak boleh mengkritik kekuasaan.

Kita sudah mengadopsi sistem demokrasi. Yang penting kita tidak memfitnah apalagi secara pribadi dan Rocky menurut saya saya clear bangetlah. Sama dia saya tahu persis. Kalau dia bilang dungu, dia bilang tolol, dia bilang apa kepada siapa pun itu kepada fungsi jabatannya, bukan kepada orangnya. Jadi, bagi saya sudah pastilah dia (Rocky) nggak ada urusan. Kita juga harus nulai membiasakan ini (kritik seperti yang dilakukan Rocky). Berbahaya jika kekuasaan bisa membangun suatu hegemoni, sehingga orang lidahnya menjadi kelu atau kaku, dicampur-adukkan dengan feodalisme. Yang digembar-gemborkan sopan santun, dan gembar-gemborkan adat Timur. Saya sudah ngomong ini 33 tahun yang lalu, jaman saya ditangkap sama rezim Soeharto. Gara-gara bicara soal timur ketimuran dan sebagainya, maka kita tidak bisa menjadi apa-apa. Jadi, menurut saya yang melapor itu orang yang merasa terhina. Kemudian, dicek dulu apakah yang saya hina itu presiden atau Jokowi. Menghina presiden, misalnya, bukan menghina Jokowi merupakan hal yang berbeda.

Artinya kita melihat, terjadi laporan dan macam-macam tuh menjelang aksi 10 Agustus ini. Dikhawatirkan ada upaya menggembosi supaya buruh juga berpikir ikut. Anda melihatnya bagaimana, termasuk Anda sendiri takut nggak dilaporkan ke polisi dan segala macam.

Ya, kalau memang saya membuat pelanggaran peraturan yang ada silakan aja. Saya tidak apa-apa, karena demostrasi itu dibolehkan. Memang ada yang melarang demonstrasi? Kan ngak. Yang nggak boleh rusuh, yang nggak boleh sengaja melakukan kerusuhan dan itu boleh dipidanakan. Tetapi, kalau demokrasi damai, ya kenapa tidak. Kalau nggak, ya hancur saja negara ini. Jika ada counter ya atau berbagai cara untuk menggembosi, biasalah, itu seni.

Saya jujur saja, sejumlah PUK (Pimpinan Unit Kerja) didatangi. Saya tahu persis karena PUK ngobrol dengan polisi atau aparat yang menemui mereka. Misalnya, ada PUK yang menyebutkan akan menggerakkan 5000, 4000 dan 3000 buruh ikut berdemo. Tetapi, aparat meminta 500 orang atau paling banyak 1000 orang. Jangan 4000, ribet nanti, Pak. Begitulah permintaan aparat. Itu bukan semacam intimidasi, tetapi lobi. Itu biasa terjadi di berbagai tempat PUK.

Itu dilakukan oleh orang luar. Belum lagi di dalam yang demo ada yang di PHK juga kan?

Oh, nggak. Orang yang berdemo tidak boleh di PHK. Demo kan sah. Bahkan, sudah bersepakat, kalau ada perusahaan yang karena karyawannya ikut berdemonstrasi dengan kita, kemudian di PHK atau diskriminasi kami mau gruduk. Bayangkan kalau puluhan ribu datang ke pabrik menggeruduk. Ngapain manajemen perusahaan melanggar undang-undang.

Perusahaan yang mem-PHK karyawan karena alasan ikut berdemo menuntut haknya akan kami tempur, kami geruduk supaya seluruh dunia, biar pembelinya tahu. Yang membuat produsen atau penjual beradab, apalagi tujuan ekspor adalah pembeli (luar negeri) beradab.

Misalnya, perusahaan tekstil melanggar lingkungan. Ada pembeli yang skalanya besar dan sekali dia mau beli akan mensyaratkan agar perusahan tersebut mengelola limbah secara benar. Jadi dia (produsen tekstil) bukan takut sama regulasi Pemerintah Republik Indonesia, tetapi takut terhadap buyer atau pembeli yang berdadab. Pembeli yang beradab itu akan menanyakan banyak hal. Untuk pembeli minyak kepala sawit, mereka akan mesyaratkan banyak hal. Mulai dari pengelolaan, penggajian, mempekerjakan anak dan lainnya. Jika di dalam negeri membiarkan pelanggaran, tetapi akan berhadapan dengan pembeli (luar negeri) yang beradab.

Kembali ke tanggal 10 Agustus, rencananya aksi sejuta buruh. Itu seluruh Indonesia, bukan hanya Jakarta?

Kami perintahkan juga (daerah lain), tetapi utamanya Jakarta. Di daerah buruh juga sudah beberapa kali berdemo ke kantor gubernur maupun DPRD. Seteleh keluar, DPRD misalnya mengatakan sejutu UU Cipta Kerja dicabut. Karena semua keputusan di Jakarta dan beberapa buruh akan merapat ke Jakarta pada 10 Agustus nanti.

Ada beberapa daerah (bergabung ke Jakarta) termasuk buruh dari Bandung yang melakukan long march.

Ya kalau Bandung pasti. Dari Serang, bahkan dari Lampung juga saya dengar datang. Juga dari Surabaya dan daerah lain bergabung ke Jakarta. Kemungkinan tidak skala besar, tapi ikut berpartisipasi dengan yang ada di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi).

Apakah Anda tidak khawatir akan terjadi sesuatu pada buruh yang demo? Misalnya, dibenturkan dengan kelompok tertentu supaya terjadi kerusuhan.

Saya sih lihat skala demonstrasinya. Kalau skala demonstrasinya besar, dia bermain api, kalau ternyata itu bagian dari aparatur, belum tentu polisi ya. Boleh jadi polisi tidak melakukan itu (benturan), tapi justru di luar polisi, bagian dari aparatur atau rezim. Dia mau bikin rusuh, itu harus diantisipasi dan kami sudah punya tim mengantisipasinya bekerjasama dengan polisi. Jika semuanya polisi, berdemo akan berlangsung dengan baik, karena mereka mengawalnya dengan baik.

Oh iya, polisi koordinasinya sangat baik karena ini bagian dari demokrasi dan kami ngak minta yang aneh-abeh kok. Saya disclaimer lah sekarang ini bahwa bukan gerakan untuk menjatuh-jatuhkan presiden, menjatuh-jatuhkan DPR, pimpinan DPR.Gerakan ini murni adalah menuntut pencabutan kebijakan pemerintah yang anti rakyat dan anti Pancasila.

Tolong harapan kami dikabulkan, karena hampir tiga tahun penderitaan sudah luar biasa, PHK sudah terjadi dimana-mana. Ini penting, karena tidak sedikit yang berspekulasi, aksi ini akan menjatuhkan Jokowi. Tidak! Saya yang bertanggungjawab. Dalam setiap rapat pun isinya hanya itu, supaya pemerintah mencabut kebijakan yang anti rakyat, yaitu UU Cipta Kerja.

Jangan salah kaprah dengan menyebutkan unjuk rasa buruh itu merupakan gerakan people power seolah-olah ingin menjatuhkan pemerintah. People power itu sudah ada sejak jaman Yunani, sejak jaman Romawi yang artinya kekuatan rakyat mengubah sesuatu. Mengubah kebijakan saja sudah people power .

Zaman dulu, 2000 tahun yang lalu, di depan senat di Romawi atau Yunani itu mereka berkumpul supaya kebijakan senat berubah. Pada saat itu mereka disebut people power, padahal hanya meminta perubahan kebijakan senat.

Jaman kerajaan kita 500, 600, 700 tahun yang lalu ada namanya PP. PP itu berjemur di alun-alun karena merasakan ada kebijakan Kraton yang tidak indah atau tidak membahagiakan mereka. Raja kemudian keluar dari kamar melihat di alun-alun ada apa kok orang berjemur. Diceritakan kepada raja, mereka berjemur karena memprotes Baginda dengan kebijakan perdana menteri yang isinya begini begini. Raja pun kasihan dan langsung mencabut kebijakan itu.

Setelah kebijakan dicabut mereka pulang. Itu terjadi 700 tahun yang lalu. Sekarang, kami menggelar aksi berkali-kali tidak dicabut juga (UU Cipta Kerja). Ini yang saya bilang, jika rezim ini bukan kacung oligarki, bukan budak oligarki, dia akan mencabut UU Omnibus Law.

Kalau tidak dicabut?

Budak atau kacung oligarki.

Selain itu, tuntutan lainnya apa? Karena ini sudah menjelang 2024, bukan politik, tapi kenaikan upah tadi kan mengacu kepada Permenaker, paling tidak kenaikan itu tetap ke situ jangan undang-undang ya.

Sejauh ini Kemenaker. Kalau UU Cipta Kerja yang digunakan, bisa gak naik juga, 0,5 persen, 0,9 persen dipakai.

Bagaimana permintaan pekerja supaya upah naik 15 persen? Apa mungkin?

Boleh-boleh sajalah. Cuma ada juga rasionalitasnya. Buruh bukan bodoh, mengerti dan tahu angka yang masuk akal itu berapa, dan angka yang masuk akal buat perusahaan dan angka yang masuk akal juga buat kehidupan yang layak. Boleh jadi nanti sebetulnya hitung-hitungannya bukan 15 persen, bahkan jangan-jangan 17 persen. Jadi itu soal hitungan saja dan itu bisa sangat bervariasi dengan sesuatu yang lain-lain. Terutama di daerah-daerah yang layak di Jawa, rata-rata UMP (Upah Minimum Provinsi) Rp 2.000.000 per bulan. Itu kan mengerikan sekali.

Kalau saya cerita zaman Bung Karno ketika diadili di pengadilan rakyat Bandung dia pidato mengatakan waktu itu harga beras 7 Sen, gaji buruh laki-laki 45 sen per hari, perempuan 35 sen, jadi dapat 6,3 kilogram (kg) beras. Nah, sekarang kalau 6,3 kg beras itu dikalikan Rp 13.000 per kg, berarti Rp 80.000. (Angka persisnya Rp 81.900) per hari atau Rp 2.475.000 per bulan.

Jadi, dengan UMR Rp 2 juta atau Rp 2,4 juta per bulan, pendapatan buruh sekarang lebih rendah dari zaman kolonial. Pidato Bung Karno 92 tahun lalu itu menunjukkan sekarang ini negara sadis terhadap rakyatnya.

Ada pesan-pesan khusus yang akan disampaikan, terutama kepada pemerintah supaya lebih tegas mencabut undang-undang dan peraturan yang mendiskreditkan ataupun mengkerdilkan buruh atau pekerja.

Kembalilah kepada Pancasila sejati yaitu berhikmat kepada rakyat, bukan kepada oligarki, bukan kepada kaum kapitalis, pemilik modal lokal maupun internasional. Berkhikmat kepada rakyat, karena itulah perintah Pancasila.

Kalau itu terjadi, pasti regulasi-regulasi itu akan membahagiakan mereka (rakyat, khususnya kaum buruh). Apabila tidak dilakukan, rakyat Indonesia bukan yang sepenuhnya menerima, tapi banyak yang sudah mulai melakukan perlawanan terhadap ketidakadilan ini. Muara kemarahan itulah yang ujungnya bisa berubah menjadi people power yang boleh jadi tidak ada perancangnya. Serius. Ibaratnya bercermin begitu saja. Kemudian terjadi kemarahan dan terjadi sesuatu yang sama sekali tidak diinginkan. Apakah peristiwa 98 (lengsernya Soeharto) harus terjadi? Oh, saya paling nggak mau. Kalau ditanya kenapa tidak mau? Karena perisistiwa 98 berdarah kok banyak orang mati kok, dibunuh sengaja atau tidak sengaja. Kami tidak mau (seperti itu). Ngapain perubahan harus ada ratusan orang mati.gila. Kami bukan psikopatlah, karena kami orang yang mempunyai argumen, daya nalar. Nggak mau kayak begitu.

Tapi kalau terjadi, itu semua takdir. Ya, kami juga nggak ngerti jangan-jangan memang ada tangan-tangan yang ingin bermain seperti itu, dengan memanfaatkan kemarahan. Saya pribadi dan teman-teman (buruh) tidak akan melakukan itu. Karena itu jahat kalau memanfaatkan korban jiwa demi perubahan. Hal itu buat saya nggak baik. Kecuali kalau misalkan kita perang nih, perang bawa senjata tembak dor, nah itu cerita lain, kalau ya, udah biarin ajalah ada orang mati ngak bener itu.

Jadi, terserahlah saya dituduh apa. Tapi saya bukan tipe yang seperti itu saya mau perubahan terpimpin, demonstrasi besar-besaran seperti itu. Saya hormat dengan demontrasi 212 (merujuk pada demonstrasi 21 Desember 2016). Yang dilakukan oleh teman-teman (212) itu besar, tapi terpimpin dan baik. Ada output yang berhasil misalnya, ketimbang demonstrasi 500 orang 1000 orang, tapi mengundang kerusuhan.

Ya menarik sekali ini bincang-bincang dengan seorang aktivis sejati kalau yang sudah dua kali dipenjara, di masa orde lama dan reformasi.

Orde baru bukan orde lama (dipenjara). Nih orde lama lagi nih.

M. Anwar Ibrahim/FreedomNews