Ozzy Sudiro Berharap Dewan Pers Lebih Independen Dalam Melindungi Jurnalis
Bogor, Freedom News – Ketua Umum Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI), Ozzy Sulaiman Sudiro mengingatkan pekerja media untuk terus produktif berkarya dan tetap kritis terhadap berbagai persoalan yang tampak terjadi di depan mata ataupun persoalan yang luput dari mata kasat media.
Pernyataan tersebut disampaikan Ozzy Sudiro, pada pemberian “Pendidikan dan Pelatihan Mobile Journalism dan Kode Etik Jurnalistik” yang diselenggarakan Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI), Forum Wartawan Jaya dan Majelis Pers di Bogor, Jawa-Barat, Sabtu (6/10/2024).
Menurut Ozzy Sudiro, industri dari pabrik media itu salah satunya adalah ditentukan dari kuantitas dan kualitas berita yang ditulis. Dari produktivitas berita atau menulis itulah maka bisa melekat yang disebut insan pers profesionalisme. "Jika tanpa berpikir dan menulis kritis maka nothing tergolong disebut sebagai insan pers," tegas Ketum KWRI ini.
Begitu pula, lanjutnya, setiap pekerja media harus memahami, mendalami dan mempraktikkan kode etik jurnalistik selama menjalankan tugas dan fungsinya. Menurut Ozzy Sudiro, pers disebut sebagai profesionalisme karena profesinya memang memiliki kode etik.
"Pers bermartabat adalah pers yang menggenggam teguh kode-etik sebagai pedoman jurnalistik serta menjunjung tinggi UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers dan adalah harga mati yang tidak bisa ditawar," tegas Ozzy bersemangat.
Sedangkan Ozzy Sudiro juga mendata, begitu banyak kasus sengketa Pers terjadi sejak era orde baru hingga era reformasi dan pasca reformasi pada era digital ini.
Meski dalam teorinya sengketa pers ditangani melalui proses di Dewan Pers tapi kenyataannya begitu banyak kasusnya terabaikan dan menumpuk serta tidak ada solusi bahkan kerap hanya sebagai rull and the games.
"Kita bicara fakta saja, selama ini banyak teman-teman jurnalis yang dikriminalisasi hingga berakhir dengan dimeja-hijaukan. Persoalan itu muncul karena dinilai Dewan Pers ternyata belum mampu mengakomodir aspek pers," ungkap Ozzy Sudiro.
Menurutnya, pedoman kode etik jurnalistik dan UU Pers kerap hanya formalitas simbolik. Mereka ambigu berpedoman pada UU Siber dan UU ITE. Kondisi ini dinilai begitu fatal di era kemerdekaan pers saat ini.
"Sehingga yang terjadi adalah penyekatan dan diskriminatif terhadap kaum Pers yang terus saja berlangsung," tegas Ozzy.
Majelis Pers berharap Dewan Pers bisa memiliki control value dan diyakini bisa mengubah tatanan kaku yang telah mengakar selama ini.
"Kami yakin ketua Dewan Pers saat ini cermat dan memahami peran serta fungsinya, sehingga keberadaannya tidak lagi menjadi hantu yang menyeramkan bagi kaum pers seperti yang terjadi sebelumnya," harap Ozzy.
Ozzy menilai ketegasan dan kepakaran Ketua Dewan Pers DR. Ninik Rahayu untuk mengakomodir aspek pers diharapkan mampu mengembalikan marwah Pers Indonesia jika dia berpegang teguh pada 2 hal, yakni Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Undang Undang Pers, serta melihat proses pasca reformasi dibentuknya kembali Dewan Pers Independen oleh Majelis Pers.
Sedangkan terkait Pendidikan dan Latihan Jurnalistik, Ketua Umum Forum Wartawan Jaya (FWJ) Indonesia, Mustofa Hadi Karya menyatakan pemberian “Pendidikan dan Pelatihan Mobile Journalism dan Kode Etik Jurnalistik”" ini dinilai begitu penting diikuti bagi setiap pekerja media.
Menurutnya, pada Era Digital saat ini begitu cepat perubahan di media akibat perkembangan teknologi dan informasi yang mutakhir.
Selain itu, kata Mustofa, tujuannya antara lain agar setiap insan Pers mampu mengasah dan terus berupaya menjunjung tinggi Profesionalisme yang dijalani. (BS)