Teror atau Bukan, Polisi Harus Usut Tuntas Pelemparan Mobil Wartawan Tempo
MOBIL wartawan TEMPO, Hussein Abri YM Muda Dongoran, dirusak oleh OTK (orang tak dikenal), mengakibatkan kaca belakang pecah. Perusak diduga melemparkan busi kendaraan bermotor.
Peristiwa yang dialami salah satu host “Bocor Alus Politik” Tempo itu sudah dilaporkan ke Kepolisian Resor Metro (Polrestro) Jakarta Selatan, Selasa, 6 Agustus 2024. Kejadian itu dialami Hussein pada Senin malam, 5 Agustus 2024, pukul 21.50 saat melintas di Jalan Raya Pattimura, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (Jaksel).
Laporan Hussein yang juga redaktur bidang politik itu langsung direspon petugas Polrestro Jaksel. Sore hari setelah Hussein melaporkan bersama tim hukum Tempo, petugas kepolisian langsung melakukan olah TKP (tempat kejadian perkara). Tim Reserse Kriminal dan Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (INAFIS) Polrestro Jaksel memulai olah TKP sekitar pukul 17.30 WIB.
Empat anggota kepolisian yang melakukan olah TKP memeriksa kaca belakang kendaraan host BAP, siniar politik di Youtube.
Pemeriksaan kendaraan berlangsung di Jalan Raden Fatah, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Sebagian kaca sudut kiri dan kanan kendaraan Hussein sudah bolong. Sedangkan di bagian tengah kaca, terlihat 14 titik keretakan.
“Anggota polisi menyebut kaca mobil saya pecah karena dilempar banyak pecahan busi,” ungkap Hussein. Busi yang dimaksud adalah bagian komponen mobil atau motor.
Tim Polrestro Jaksel itu kemudian berjalan sekitar 50 meter ke kawasan putar balik di Jalan Pattimura, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan – tepat di belakang Markas Besar Kepolisian RI dan depan kantor Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Mereka menyisir jalanan, dan memeriksa keberadaan Closed Circuit Television (CCTV). Namun, tidak ada CCTV di lokasi tersebut.
Tetapi, ketiadaan CCTV di TKP tersebut diharapkan tidak menyurutkan aparat kepolisian melakukan penyelidikan. Pelemparan kendaraan wartawan tersebut harus terang-benderang, apakah aksi teror berkaitan dengan podcast Bocor Alus Politik maupun berita di Majalah Tempo yang cukup tajam dan keras, atau bukan.
Sementara, kita menduga peristiwa itu tidak terkait perampokan. Jika dilakukan orang iseng, tentu juga harus diusut tuntas, karena hal serupa bisa saja menimpa pengandara lain.
Mengapa penting mengusut peristiwa tersebut? Supaya terang-benderang siapa pelaku dan apa motifnya.
Jika ada unsur teror terkait pemberitaan, maka hal itu akan sangat berbahaya bagi kebebasan pers dan keselamatan wartawan secara umum. Cara-cara meneror seperti itu juga sangat berbahaya terhadap demokrasi yang belakangan hampir mati, karena cawe-cawe Presiden Joko Widodo dalam Pilpres 2024 sudah sangat vulgar yang kemudian melahirkan dinasti politik.
Bocor Alus Politik dan Majalah Tempo berulangkali menayangkan tentang cawe-cawe Jokowi terkait gelaran pilpres lalu. Terakhir, kembali mengulik cawe-cawe Jokowi di pengurusan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dan sudah dibantah pihak Istana Kepresidenan.
Sebelumnya, menyajikan berita 10 Tahun Jokowi. Di Majalah Tempo, ditulis rinci 18 dosa Jokowi. Sedangkan di podcast BAP, mereka tampilkan pengamat politik Rocky Gerung yang menyindir habis-habisan perangai Jokowi selama 10 tahun memerintah.
Adakah teror terhadap Hussein itu berkaitan dengan BAP-BAP yang disebut di atas? Tampaknya bisa iya, bisa tidak. Sebab, pada lima bulan lalu, BAP Tempo juga sempat membongkar ada “Dugaan Permainan Izin Tambang Menteri Investasi Bahlil Lahadalia” pada Sabtu, 2 Maret 2024.
Dalam podcast berdurasi sekitar 47 menit 40 detik (47,40) itu, tiga host yang terdiri dari Stefanus Pramono, Erwan Hermawan, dan Fransisca Christy Rosana mengungkap sepak terjang Menteri Bahlil terkait dengan izin pertambangan.
Di situ terungkap, kegelisahan para pengusaha tambang yang izinnya dicabut Bahlil. Belakangan untuk menghidupkan kembali, Bahlil tidak segan-segan diduga meminta saham perusahaan kisaran 20-30 persen. Diungkap juga, Menteri Bahlil punya banyak tambang.
Dugaan itu sudah dibantah Bahlil dan podcast berikutnya. Itu artinya, ia sudah menggunakan hak jawabnya sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Adalah Erwan Hermawan yang dalam BAP itu bercerita soal bagaimana permainan tambang yang dilakukan oleh Bahlil. Itulah yang kemudian membuat Menteri Bahlil melaporkan ‘Bocor Alus Politik’ Tempo ke Dewan Pers (DP).
Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers, Yadi Hendriana mengatakan, hasil Sidang Pleno Dewan Pers yang dituangkan dalam Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) tentang pengaduan Bahlil terhadap Tempo pada Senin, 18 Maret 2024, menyatakan Bocor Alus Politik tidak menyalahi kode etik atau tidak melanggar Kode Etik Jurnalistik.
Apakah mungkin teror pada Hussein yang terjadi itu ada kaitannya dengan konten Bocor Alus Politik yang mengungkap sepak terjang Bahlil dalam “pertambangan”? Padahal, ketika itu Hussein sedang tugas ke Ukraina.
Jika benar teror tersebut ada kaitannya dengan Menteri Bahlil, bisa jadi, si pelaku pelemparan busi tersebut salah “sasaran”. Targetnya Erwan, tapi karena perawakan Erwan mirip Hussein, sehingga menjadi salah sasaran tadi.
Di sinilah dituntut agar kasus teror terhadap Hussein segera diungkap secara transparan. Segera tangkap pelakunya agar cerita dan analisanya tidak liar.
Oh, ya. Hampir semua yang disajikan Tempo dan BAP-nya mengritik pedas berbagai kebijakan pemerintahan Jokowi. Juga mengritik berbagai persoalan yang sangat merugikan rakyat.
Peristiwa perusakan mobil wartawan Tempo itu harus diusut tuntas. Apalagi berdasarkan informasi yang diperoleh, telefon Hussein dan kru BAP sempat 'diteror' setelah mereka meluncurkan, "Ambisi dan Manuver Iriana Jokowi Menjadikan Gibran Cawapres...," yang tayang delapan bulan lalu dan sudah 3,4 juta kali ditonton.
Malah, informasi yang diperoleh, salah satu host-nya, yang melakukan investigasi ke Solo, harus menenangkan diri selama dua pekan.
Sekali lagi, polisi harus bekerja keras menuntaskan peristiwa perusakan mobil tersebut. Supaya terang-benderang, tidak ada dugaan macam-macam, sebagaimana harapan Pemimpin Redaksi Tempo, Setri Yasra.
Setri mendesak polisi mencari pelaku, juga sekaligus mencegah munculnya spekulasi rakyat yang bisa menjadi liar. Ia belum bisa memastikan kejadian itu sebagai tindak pidana umum biasa, atau terkait dengan kerja jurnalistik.
Sekali lagi, polisi diharapkan bertindak profesional dalam mengusut peristiwa tersebut. Apalagi, kejadiannya tidak terlalu jauh dari Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri). (*)
Mochamad Toha