Penolakan Cuti Bebas Anton Permana Aneh dan Politis
Jakarta, FreedomNews – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menolak permohonan cuti bebas (CB) yang diajukan aktivis Anton Permana. Tim Pengacara menilai alasan penolakannya aneh dan mengada-ada serta bernuansa politis.
Akibat penolakan itu, Anton Permana (AP) harus menghabiskan masa tahanan 2,5 bulan di Lapas Cipinang, Jakarta Timur, sesuai putusan Mahkamah Agung.
"Menurut kami, alasan yang diberikan pihak Kumham itu sangat aneh dan mengada-ngada. Karena, semua persyaratan administratif dan ketentuan lainnya sudah dipenuhi hingga wawancara ke Batam tempat istri klien kami berdomisili," kata koordinator pengacara Anton Permana, Abdullah Alkatiri, dalam keterangan yang diterima Freedom News, di Jakarta, Kamis, 7 September 2023.
Oleh karena itu, penolakan CB terhadap Anton itu membuat wajah penegakan hukum di negara Pancasila ini kembali tercoreng karena beraroma politik.
Jika sebelumnya telah beredar isu tentang dugaan “anak menteri” yang memonopoli kantin untuk kebutuhan lapas dan rutan (lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan) se-Indonesia, sampai pada fasilitas berbeda pada napi (narapidana) tertentu di dalam sel tahanan yang wah, dan juga termasuk murahnya pemberian fasilitas asimilasi, remisi, CB (cuti bebas), CMB (Cuti Menjelang Bebas), dan PB (Pembebasan Bersyarat), bagi oknum napi tertentu dengan syarat ketentuan berlaku juga.
Hal ini semua sudah menjadi rahasia umum dalam dunia lapas, rutan, di bawah Kemenkumham, yang dipimpin Menteri Yasona Laoly asal PDIP.
Menurut Alkatiri, Anton Permana sejak Senin, 14 Agustus 2023, yang lalu kembali menjalani sisa masa hukuman hasil vonis MA yang hasilnya sama dengan hasil vonis di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, yaitu pidana 10 bulan penjara dipotong masa tahanan sebelum penangguhan penahanan telah menjalani hukuman 7,5 bulan, sehingga sisa masa hukuman yang mesti dijalani dari 10 bulan adalah 2,5 bulan.
“Klien kami atas kemauan sendiri meminta kepada MA, Kejaksaan, hingga Lapas Cipinang itu agar dirinya segera dieksekusi melaksanakan sisa hukumannya yang 2,5 bulan. Ini adalah bukti bentuk ketaatan hukum beliau dan sikap kesatria dalam menjalani putusan hukum," kara Abdullah Alkatiri yang didampingi tim pengacara lainnya Ridwan Oned, Samsir Djalil, Agung, dan Burhan.
Alkatiri mengatakan, sesuai Permenkumham (Peraturan Menteri Hukum dan HAM) Nomor 7 Tahun 2023 yang merupakan perubahan Permenkumham Nomor 3 Tahun 2018, kliennnya mengajukan permohonan hak CB (cuti bebas).
Awalnya, semua proses berjalan lancar. Anton diwawancara pihak Bapas Jakarta Timur, lalu istrinya yang sebagai penjamin diwawancara sampai ke Batam guna proses penelitian masyarakat (Litmas) karena bertempat tinggal di Batam.
Laporan hasil Litmas pun sudah dikirimkan kembali lagi via on line ke pihak Bapas Pusat. "Nah, di sinilah permasalahan itu muncul secara mendadak dan tiba-tiba klken kami mendapatkan informasi dari pihak Lapas Cipinang bidang pembinaan, bahwa Bagaian integrasi Bapas “menolak” proses CB klien kami. Dengan alasan menurut kami patut diduga mengada-ngada dan aneh," ujar Alkatiri.
Perlu di kilas balik sedikit ke belakang, Anton Permana ini adalah salah satu Petinggi dan Deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI ) yanh pimpinannya mantan Panglima TNI, Jenderal Purnawirawan Gatot Nurmantyo.
Anton bersama dua orang petinggi KAMI lainnya yaitu Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat yang juga ditangkap pada Oktober 2020 yang lalu dengan vonis hakim yang sama pidana 10 bulan.
"Mereka dijerat dengan pasal yang sama dan menurut kami pasal spesial terhadap orang-orang KAMI, yaitu pasal 15 Peraturan Pidana Nomor 1 Tahun 1946, tentang menyebarkan informasi berlebihan yang patut diduga dapat menimbulkan keonaran," kata Alkatiri.
Padahal, ujarnya, menurut Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Khamis, peraturan tersebut adalah ibarat zombi yang hidup kembali setelah sekian puluh tahun tidak pernah digunakan. Peraturan yang di buat era kolonial Belanda yang “di-copy paste” oleh Soekarno setelah 7 bulan Indonesia merdeka bahkan belum ada DPR apalagi komnas HAM saat itu.
Dengan kejadian “penolakan sepihak” oleh pihak Bapas Kemenkumham bagian integrasi ini, wajar ada dugaan apakah hal itu karena Anton menjadi bagian/kelompok yang berseberangan dengan pemerintah Joko Widodo alias Jokowi. Apalagi, sekarang tahun politik, semua bisa saja terjadi.
Sesuai Permenkumham nomor 7 tahun 2023 perubahan atas Permenkumham nomor 3 tahun 2018, bahwa dalam Pasal 114 itu di elaskan:
(1) Cuti bersyarat dapat di berikan kepada narapidana dengan ketentuan: a. Dipidana dengan penjara paling lama 1 tahun 6 bulan.
AP divonis 10 bulan, berarti telah memenuhi syarat.
b. Sudah menjalani 2/3 dari masa pidana. Maka 2/3 dari 10 bulan = 7 bulan.
AP sudah menjalani 7,5 bulan di Bareskrim dan 3 minggu di Lapas Cipinang. Berarti juga telah memenuhi syarat.
c. Berkelakuan baik paling sedikit 6 bulan terakhir dihitung sebelum 2/3 masa pidana.
Selama di Bareskrim AP tak ada masalah dan juga di Lapas Cipinang.
(1). Cuti bersyarat diberikan untuk jangka waktu paling lama 6 bulan.
AP tinggal 1,5 bulan lagi. Artinya juga memenuhi ketentuan.
Secara lisan berdasarkan keterangan pihak Lapas Cipinang, pihak integrasi oknum ASN berinisial C itu juga dengan gigih mengatakan Anton Permana itu ditolak karena tidak menjalani pembinaan di Lapas selama 6 bulan.
Alkatiri membantah alasan yang dikatakan oknum ASN berinisial C itu.
“Pernyataan tersebut adalah asumsi dan penafsiran sepihak, padahal dalam hukum itu tak boleh ada asumsi, tapi kepastian hukum. Karena, vonis hakim saja dengan tegas dan jelas menyatakan 10 bulan potong masa tahanan sebelumnya. Artinya kedudukan hukum apakah si terpidana itu ditahan di rutan dengan lapas sama kedudukannya. Apalagi 7,5 bulan itu klien kami full menjalani masa tahanan di Bareskrim, tidak terputus dan memenuhi ketentuan minimal 6 bulan yang tertuang dalam Permenkumham," kata Alkatiri.
“Dengan kejadian ini, wajar dong, kami berasumsi juga ini sepertinya ada bau-bau politik dalam penolakan CB itu. Karena sangat aneh, klien kami diperlakukan berbeda dengan banyak narapidana lainnya. Jadi, meminta kepada pihak terkait untuk tidak menggunakan asumsi maupun penafsiran subyektif dalam permohonan CB klien kami. Kita harus hargai dan hormati supremasi hukum, selain itu sebagai ASN bersikaplah netral dan objektif," kata Alkatiri. (MD, Anw)