Laskar Jihad, Diplomasi Hamzah Haz Tangani Rusuh Ambon
Berbagai komunitas keagamaan yang semula meragukan efektivitas kunjungan Wapres, dan juga mengkritik secara terbuka di dalam forum, tapi di akhir pertemuan malah memuji kunjungan Wapres sebagai kunjungan yang sama sekali tidak bermuatan politik.
Oleh: Lukman Hakiem, Peminat Sejarah, Mantan Staf Ahli Wapres Hamzah Haz, Staf Moh Natsir, Mantan Anggota DPR RI
IDUL Fitri 1999 ditandai dengan pecahnya konflik horisontal di Ambon. Berbagai upaya perdamaian dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Alhamdulillah, sesudah bertahun-tahun, perdamaian di Ambon, berhasil dipulihkan.
Tentang proses perdamaian di Ambon, satu peristiwa yang luput dari perhatian karena memang tidak pernah dipublikasikan. Begini cerita yang belum ada menulisnya. Kisah ini penting untuk diceritakan mengenai apa yang terjadi di balik kebijakan pemerintah soal penanganan rusuh ini.
Kala itu, menjelang pertemuan negara donor di Paris (Paris Club), Presiden Megawati Soekarnoputri meminta Wakil Presiden Hamzah Haz supaya mengajak bicara tiga tokoh Islam “garis keras”: Ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang saat itu memimpin Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Ustadz Ja’far Umar Thalib (Panglima Laskar Jihad), dan Habib Rizieq Shihab (Imam Besar Front Pembela Islam).
MMI sering tampil dengan pendapat-pendapatnya yang lugas mengenai pelaksanaan syariat Islam di Indonesia. Laskar Jihad adalah salah satu organisasi Islam yang turun ke Ambon membantu kaum Muslim dalam konflik horisontal yang menyakiti semua pihak itu. FPI dikenal sebagai organisasi yang getol melakukan sweeping terhadap kemaksiatan di berbagai tempat.
Presiden kemudian meminta Wapres untuk meyakinkan ketiga tokoh itu bahwa pemulihan keadaan sesudah krisis multidimensi yang berkepanjangan, memerlukan suasana sejuk di dalam negeri, supaya negara-negara donor tidak waswas membantu Indonesia.
Dibayangi kekuatiran atas sikap ketiga tokoh tersebut yang tidak mau merunduk kepada penguasa, komunikasi dan undangan disampaikan oleh seorang staf khusus Wapres melalui telepon.
Alhamdulillah, meskipun hanya dihubungi melalui telepon, ketiga tokoh merespons dengan baik, dan pada saatnya ketiga tokoh datang ke rumah jabatan Wakil Presiden di Jalan Diponegoro, Menteng.
Wakil Presiden Hamzah Haz, didampingi Koordinator Staf Khusus Laode M Kamaluddin, menerima ketiga tokoh dengan gembira, akrab, dan penuh hormat. Wapres meminta Ustadz Abu Bakar, Ustadz Ja’far, dan Habib Rizieq untuk bersama pemerintah menciptakan suasana kondusif supaya krisis multidimensi yang mendera negeri dapat segera diakhiri.
Ketiga tokoh menyambut gembira ajakan Wapres, dan mengundang Wapres berkunjung ke markas perjuangan mereka masing-masing.
Ja’far Umar Thalib Ditangkap
Tidak lama sesudah pertemuan itu, Wapres Hamzah Haz berkunjung ke kediaman Ustadz Abu Bakar di Pondok Pesantren Ngruki, Surakarta. Disambut dengan takbir dan lagu kebangsaan Indonesia Raya, inilah kunjungan pertama seorang Wakil Presiden ke ponpes Ngruki yang dicitrakan sebagai ponpes keras, radikal, dan militan.
Di tengah pembentukan suasana kondusif yang sedang dikerjakan oleh Wapres, terbetik kabar, Ustadz Ja’far ditangkap. Dia ditahan di Mabes Polri. Wapres yang mendapat kabar tersebut dari Menko Polhukam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat sarapan pagi di kediaman Presiden, marah. Dia segera meninggalkan kediaman Presiden menuju ke kantornya di Merdeka Selatan.
Setiba di kantor, Wapres Hamzah Haz segera mengumpulkan stafnya dan mengumumkan keputusannya: “Sesudah Dzuhur, kita kunjungi Ustadz Ja’far di Mabes Polri.”
Sesampainya Wapres di Mabes Polri, terjadilah dialog dari hati ke hati yang mengharukan.
“Ustadz, bagaimana jika soal Ambon kita tuntaskan?” ujar Hamzah Haz. “Saya ikut Pak Wapres saja,” jawab Ustadz Ja’far. “Saya santri. Saya yang ikut Ustadz,” tukas Hamzah Haz merendah.
Esok harinya, ramai media massa mengomentari kunjungan Wapres Hamzah Haz ke Mabes Polri untuk membezuk Ustadz Ja’far. Ada yang pro, tidak kurang banyaknya yang mengecam kunjungan itu. Wapres dituduh mengintervensi masalah hukum. Tak sepatah kata pun Hamzah Haz menjawab berbagai tudingan itu.
Beberapa hari kemudian, atas permintaan Panglima Laskar Jihad Ustadz Ja’far, Wapres Hamzah Haz membuka Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Laskar Jihad di Asrama Haji Pondok Gede.
Setelah itu komunikasi Wapres – diwakili Staf Khusus – dengan Ustadz Ja’far – diwakili Tim Pembela Muslim (TPM) M Mahendradatta dan Ahmad Michdan – semakin intensif.
Ujungnya adalah kesediaan Laskar Jihad membubarkan diri dan menyerahkan senjata dengan syarat: Wapres yang mengimbau melalui media massa dan Wapres sendiri yang datang ke Ambon untuk menerima penyerahan senjata.
Wapres setuju! Hari itu, sesudah shalat Jum’at, dalam wawancara spontan yang diliput luas oleh media massa, Wapres meminta Laskar Jihad supaya membubarkan diri. “Jika diperlukan, saya siap datang ke Ambon,” ujar Wapres.
Gereja di Soya Dibakar
Tidak lama sesudah imbauan Wapres, terjadi pembakaran gereja di Soya. Peristiwa itu terjadi saat Presiden Megawati sedang melakukan kunjungan ke luar negeri.
Isu Soya segera digoreng. Laskar Jihad dituduh sebagai pelaku pembakaran – belakangan tuduhan ini tidak terbukti. Sejumlah organisasi melaporkan pembakaran gereja di Soya ke lembaga Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional.
Melihat perkembangan itu, Wapres memutuskan segera berkunjung ke Ambon. “Peristiwa Soya tidak boleh mengganggu kunjungan Presiden di luar negeri. Tidak boleh merusak citra Indonesia. Harus segera kita atasi,” kata Wapres Hamzah Haz dalam briefing kepada para stafnya. Arahan Wapres sangat jelas, yang pertama dan utama dikunjungi adalah Soya. “Kalau tidak ke Soya, lebih baik tidak ke Ambon.”
Rencana kunjungan Hamzah Haz ke Ambon, menuai pro dan kontra. Tidak kurang dari Menko Polhukam SBY, dan Menko Kesra M Jusuf Kalla, meminta Wapres membatalkan rencananya. Kedua pejabat itu menganggap soal Ambon sudah selesai. Memang, kedua pejabat itulah yang telah bekerja keras mendamaikan pihak-pihak yang berkonflik di Ambon.
Hamzah Haz tetap pada keputusannya. Dia berpendapat, meski kerja keras SBY - JK patut diacungi jempol, masih ada duri menancap di daging yang jika tak segera dicabut, bisa menimbulkan infeksi. Duri itu ialah Laskar Jihad yang eksis di wilayah konflik, tetapi merasa disepelekan eksistensinya. Konon, mereka tidak diikutsertakan dalam proses perundingan damai.
Di tengah berbagai hambatan – mulai dari isu lampu runway di bandara Ambon padam, sampai medan Soya yang konon tidak bisa dikunjungi oleh mobil – Wapres Hamzah Haz akhirnya tiba di Ambon didampingi Panglima TNI, Kapolri, Menteri Sosial, Menkop – UKM, anggota DPR-RI, dan lain-lain.
Di Soya, tangan Tuhan bekerja. Karena hujan sangat deras, panggung acara tidak jadi digunakan. Akhirnya Wapres berdialog dengan pimpinan gereja dan masyarakat setempat di sebuah ruangan yang tidak terlalu luas. Sambil menggendong bayi, Hamzah Haz berdialog ringan.
Dia tanyakan, apa lagu kebangsaan kita, apa dasar negara kita, apa bendera kita; dan mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga Indonesia kita. Tanpa direkayasa, dialog berlangsung akrab, tanpa jarak, dan apa adanya. Masyarakat puas dengan pertemuan tersebut, dan terkesan dengan gaya spontan Hamzah Haz.
Laskar Jihad Menyerahkan Senjata
Sesudah itu, Hamzah Haz berkeliling menemui berbagai komunitas agama dan masyarakat di Ambon dalam suasana yang tidak terlalu formal.
Akhir dari rangkaian acara Wapres di Ambon adalah penyerahan 3.000 berbagai jenis senjata dari Laskar Jihad kepada Wapres Hamzah Haz di halaman Masjid Al-Fatah, Ambon.
Seluruh rangkaian diplomasi Hamzah Haz di Ambon sukses, antara lain berkat dukungan Pangdam Maluku Mayjen Djoko Santoso. Ketika banyak pihak dengan berbagai alasan mencegah Wapres datang ke Soya, Pangdam dan aparatnya justru menyatakan siap mengamankan kunjungan Wapres ke Soya.
Terhadap penyerahan senjata itu, Panglima TNI Jenderal Endiartono Sutarto berkomentar: “Untuk mendapatkan 3.000 senjata dari musuh, harus diturunkan paling sedikit tiga brigade tentara, dengan sejumlah korban.”
Berbagai komunitas keagamaan yang semula meragukan efektivitas kunjungan Wapres, dan juga mengkritik secara terbuka di dalam forum, tapi di akhir pertemuan malah memuji kunjungan Wapres sebagai kunjungan yang sama sekali tidak bermuatan politik.
Jangan lupa, Wakil Presiden Hamzah Haz, saat itu adalah Ketua Umum DPP PPP.
Dengan penyerahan senjata dan bubarnya Laskar Jihad, situasi di Ambon kian hari makin kondusif.
Diplomasi Wapres Hamzah Haz menuntaskan perdamaian di Ambon memang tidak pernah dipublikasikan. Hal itu antara lain karena pribadi Hamzah Haz yang rendah hati, bersahaja, dan tidak mau menonjolkan diri. (*)