Pemilu Curang: Perang!
Sebelum menyesal ke depan karena terjadinya perang akibat curang maka tentu lebih baik Pilpres berjalan aman dan damai. Pemilu khususnya Pilpres yang aman dan damai dapat terlaksana saat diselenggarakan tanpa kehadiran Jokowi. Jokowi yang tidak lagi mampu untuk cawe-cawe.
Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
AKSI “Aliansi Solo Raya Bergerak” menyatakan bahwa Pemilu Curang, Perang! Ancaman ini menandai bahwa sesungguhnya rakyat menginginkan adanya pelaksanaan pada Pemilu 2024, khususnya Pilpres yang jujur dan adil. Hal ini mengingatkan adanya pandangan bahwa curang dalam Pemilu adalah hal yang wajar dan harus dimaklumi.
Indikasi kecurangan pada Pilpres 2024 diawali dengan tidak dilepasnya jabatan Menteri atau Kepala Daerah jika yang bersangkutan maju baik sebagai Capres maupun Cawapres. Sengaja membuka peluang bagi penggunaan fasilitas dan dana jabatan bagi keperluan penggalangan atau kampanye.
Prabowo Subianto sebagai Menhan dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Walikota Solo rentan konflik kepentingan tersebut. Mengikuti jejak licik Joko Widodo saat maju sebagai Capres pada 2019. Tidak melepas status jabatan sebagai Presiden.
Monumen kecurangan Pilpres 2024 tersebut adalah rekayasa MK yang meloloskan Gibran sebagai Cawapres. Hukum secara vulgar diperalat oleh kekuasaan.
Politik dinasti atau Nepotisme dideklarasikan. Hal ini melabrak UU Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Perbuatan Nepotisme terancam pidana penjara maksimal 12 tahun.
Aparat dikendalikan, KPU-Bawaslu menjadi bagian, penjabat (Pj) sebagai tim sukses pemenangan dan Kepala Desa turut dikerahkan. Seluruhnya menjadi upaya untuk menang secara curang. Ditambah kesiapan penghitungan dengan DPT buatan, lembaga survei dan quick count bayaran serta debat jebakan untuk menjadi olahan. Kekuasaan memiliki sarana untuk berbuat curang. Presiden Jokowi memang sarat kepentingan.
Pasangan Prabowo – Gibran adalah yang menjadi kepentingan Jokowi itu. Anak bayi pun tahu bahwa Gibran adalah anak Jokowi. Kegagalan untuk memperpanjang 3 periode bergeser pada manuver rekayasa Gibran sebagai alat perpanjangan. Prabowo dirangkul meski ia "mengeles" menyatakan dirinya yang merangkul. Namun publik membaca bahwa keduanya bersimbiosis saling rangkul.
Kedua pasangan lain Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo – Mahfud MD meski berslogan menang, bahkan dalam satu putaran, tetapi sesungguhnya terancam bahaya. Dengan keterbatasan fasilitas dan tanpa dukungan dari kekuasaan, maka posisinya menjadi "underdog" melawan pasangan Prabowo – Gibran yang "top dog".
Mengingat bahaya akan brutalisme Pilpres saat ini maka solusi terbaik adalah Pemilu tanpa Jokowi. Jokowi adalah sumber penyakit dari kekacauan hukum dan politik di negeri ini. "Prevention better than cure" – mencegah itu lebih baik daripada mengobati. Karenanya tidak ada pilihan lain selain Jokowi harus dilengserkan lebih dini.
Lengser sebelum Pilpres 2024 adalah pilihan akal sehat, berbasis hukum dan khidmat pada prinsip-prinsip demokrasi.
PDIP yang merasa "dikhianati" Jokowi patut untuk berbuat bersama partai-partai pendukung Anies – Muhaimin. Ditambah PPP maka kekuatan lawan Prabowo – Gibran di DPR berjumlah 54,6% suatu kekuatan signifikan untuk menekan bahkan memakzulkan. Membebaskan diri dari ketertekanan (suppression) dan penyanderaan (hostage taking).
Sebelum menyesal ke depan karena terjadinya perang akibat curang maka tentu lebih baik Pilpres berjalan aman dan damai. Pemilu khususnya Pilpres yang aman dan damai dapat terlaksana saat diselenggarakan tanpa kehadiran Jokowi. Jokowi yang tidak lagi mampu untuk cawe-cawe.
Perilaku politik yang melanggar Ideologi dan Konstitusi dapat membawa Jokowi untuk segera kembali ke Solo atau menikmati Hotel pro deo. (*)