Tanggal 240824 Hari Keramat Bagi Joko Widodo
Gibran tidak mewakilkan partai politik manapun. Gibran mendapat jabatan atas pengaruh Bapaknya, dengan merampas jabatan Wakil Presiden dari kader partai politik lainnya yang jauh lebih layak dibandingkannya.
Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
TANGGAL 24 Agustus 2024, 240824, merupakan tanggal keramat bagi Joko Widodo. 240824, awal meredupnya pengaruh Jokowi.
Ada dua peristiwa penting yang menandai pengaruh Jokowi runtuh.
Peristiwa pertama, pada 240824, telah berlangsung rapat konsultasi antara KPU dan DPR yang mengakomodir Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60 dan Nomor 70 secara bulat.
Artinya, pertama, peluang Kaesang Pangarep untuk bisa ikut pemilihan kepala daerah di seluruh Indonesia sudah tertutup, mungkin untuk selamanya. Karena tanpa pengaruh kekuasaan Bapaknya, Kaesang hanya merupakan anak muda bukan siapa-siapa, no body.
Kedua, upaya menjegal dan mengucilkan PDIP, partai politik yang membesarkannya, yang kini menjadi musuh besarnya, untuk tidak bisa mencalonkan kepala daerah tanpa koalisi, menjadi kandas.
Karena Putusan MK Nomor 60 membuat PDIP bisa mengusung calon kepala daerah, tanpa koalisi, di banyak daerah.
Ketiga, upaya menjegal Anies Baswedan, agar tidak ada partai politik yang bisa mencalonkannya menjadi gubernur Jakarta, nampaknya juga kandas. Karena Putusan MK 60 membuat beberapa partai politik menjadi mandiri dalam pencalonan kepala daerah, tanpa koalisi.
Tampaknya, PDIP dan Anies Baswedan akan bersatu, untuk menjadi kekuatan menakutkan bagi Jokowi dalam pilkada Jakarta.
Dua pihak yang sedang “dikriminalisasi” ini akan sulit terbendung.
Peristiwa kedua, rencana “merebut” kepemimpinan PKB juga kandas. Gagal total. Tidak seperti Beringin yang begitu mudah menyerah digergaji Jokowi.
Bahkan Ketua PBNU Yahya Cholil Staqub harus menghentikan apel Ansor Pagar Nusa dan menariknya dari lokasi muktamar di Bali.
Puncaknya, Muhaimin “Cak Imin” Iskandar yang mau “dikudeta” ternyata terpilih kembali menjadi Ketua Umum PKB secara akl
Semua ini menandakan pengaruh Jokowi mulai meredup. Mulai hilang.
Seperti kata pepatah, roda kehidupan selalu berputar. Kadang di atas, kadang di bawah. Kekuasaan tidak bisa selamanya berada di atas. Kekuasaan tidak abadi.
- Roda kekuasaan Jokowi sedang menuju ke titik bawah. Jokowi sudah ditinggal kroninya di parlemen, di Baleg dan di Komisi II DPR-RI.
Jokowi sedang menuju menjadi no body lagi. Menjadi bukan siapa-siapa lagi. Jokowi tidak mempunyai massa pengikut.
Pemimpin “boneka” Jokowi di Golkar sedang digugat. Dengan hilangnya pengaruh Jokowi, dalam waktu dekat sepertinya Bahlil Lahadalia akan terjungkal. Hanya tinggal menghitung hari saja.
Sebaliknya, pihak yang dikriminalisasi dan disandera oleh Jokowi sedang menuju ke puncak atas. Mereka akan tetap mempunyai pengaruh politik kuat.
Ketika pengaruh politik Jokowi meredup dan menghilang, pengaruh politik PKB dan Cak Imin akan terus eksis. Pengaruh politik PDIP juga akan semakin kuat dan solid. Begitu juga dengan partai politik lainnya yang tersandera Jokowi, akan tetap memainkan peran penting dalam peta politik Indonesia.
Gibran Rakabuming Raka boleh saja sekarang menjabat wakil presiden. Tetapi dalam waktu dekat akan terkucilkan. Karena Gibran juga akan menjadi bukan siapa-siapa lagi.
Gibran tidak mewakilkan partai politik manapun. Gibran mendapat jabatan atas pengaruh Bapaknya, dengan merampas jabatan Wakil Presiden dari kader partai politik lainnya yang jauh lebih layak dibandingkannya.
Karena itu, tidak akan ada satu pihakpun yang akan berpihak pada Gibran, ketika terkucilkan. Proses hukum dugaan KKN Gibran dan Kaesang sedang mengintai.
Ketika roda kehidupan Jokowi dan keluarga serta kroninya berada di titik terbawah, mereka akan menghadapi nasib masa depan yang sangat bertolak belakang.
Jokowi dan keluarga beserta kroni, termasuk oligarki penindas rakyat, akan menghadapi banyak gugatan hukum.
- Menjadi Awal keruntuhan pengaruh dan kekuasaan Jokowi, yang akan bergulir dengan kecepatan tinggi, menuju menjadi no body lagi. (*)