Tap MPRS XXXIII/MPRS/1967: Bambang Soesatyo Cari Muka dan Bohongi Rakyat

Rakyat, baik TNI, Mahasiswa, Buruh, Ulama dan Santri, Cendekiawan dan Kampus, Purnawirawan serta Emak-Emak telah siap untuk mengantisipasi G 22 S JKI seandainya arah gerakan itu adalah untuk merongrong Ideologi Pancasila dan Konstitusi Negara.

Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan

KEJUTAN bulan September di samping ada agenda apel akbar Pasukan Berani Mati Pembela Jokowi tanggal 22 September 2024 atau Gerakan 22 September Jokowi (G 22 S JKI) di Tugu Proklamasi jakarta, juga ada penyerahan Surat Pimpinan MPR tentang tidak berlakunya tindak lanjut Tap MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno pada tanggal 9 September 2024.

Penyerahan oleh Pimpinan MPR kepada keluarga Ir Soekarno antara lain Megawati Soekarnoputeri itu sesungguhnya hanya bernilai administratif atau politis bukan hukum karena secara hukum Tap MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 ini telah dinyatakan tidak berlaku oleh Tap MPR No I/MPR/2003. Pencabutan Kekuasaan Presiden Soekarno sudah dijalankan sejak tahun 1967 dan kekuasaan pemerintahan telah beralih kepada Presiden Soeharto. Aturan pengalihan kekuasaan ini telah final.

Seremoni penyerahan Surat Pimpinan MPR kepada keluarga pada tanggal 9 September 2024 tidak bisa ditafsirkan bahwa Presiden Soekarno menjadi tidak terlibat dalam peristiwa G 30 S PKI, sama halnya dengan tafsir Soekarno terlibat dalam G 30 S PKI.

Bahwa substansi Tap MPRS Nomor XXXXIII/MPRS/1967 adalah pencabutan kekuasaan pemerintahan negara dari Presiden Soekarno dan hal ini sudah dijalankan serta tidak bisa dicabut atau dibatalkan (einmalig).

Bambang Soesetyo hanya cari muka melalui kegiatan yang sama sekali tidak bernilai hukum itu. Adakah hal ini menjadi bagian dari upaya politik agar Megawati dan PDIP senang dan akhirnya ikut mendukung pemerintahan KIM? Atau MPR yang memang "pengangguran" membuktikan "ada kerjaan" walaupun sekedar menyerahkan surat? Proses politik ke depan akan membuktikan.

Penggambaran seolah-olah MPR pimpinan Bambang Soesetyo telah mencabut Tap MPRS Nomor XXXIIII/MPRS/1967 adalah keliru dan manipulatif. Apalagi dicitrakan Soekarno tidak terlibat G 30 S PKI. Rakyat perlu tahu bahwa Tap MPR Nomor I tahun 2003 tidak berkaitan dengan terlibat atau tidaknya Soekarno dengan PKI. Tap MPRS Nomor XXXIII dinyatakan tidak berlaku sehingga tidak bisa dicabut apalagi oleh Pimpinan MPR.

Surat Pimpinan MPR jangan digunakan untuk membohongi rakyat. Pemulihan nama baik Soekarno tidak bisa bersandar pada Surat Pimpinan MPR 9 September 2024 itu. Bukan pula menjadi alasan bahwa Soekarno secara hukum tidak mendukung PKI, sebab statusnya tersebut sama saja dengan bahwa Soekarno memang mendukung PKI. Fakta historis lebih pada menjelaskan bahwa Soekarno mendukung PKI demi perimbangan dengan TNI. Bambang Soesetyo jangan memanipulasi sejarah.

Memang sepertinya bulan September ini bulan PKI rupanya. Dimulai 18 September 1948 PKI Muso memberontak. Kemudian 30 September 1965 percobaan kudeta PKI DN Aidit, 9 September 2024 Surat Pimpinan MPR soal Soekarno dan PKI dan tanggal 22 September 2024 Jokowi membentuk Pasukan Berani Mati Pembela Jokowi. Semoga tidak menjadi G 22 S JKI. G 30 S PKI tidak boleh terulang lagi.

Rakyat, baik TNI, Mahasiswa, Buruh, Ulama dan Santri, Cendekiawan dan Kampus, Purnawirawan serta Emak-Emak telah siap untuk mengantisipasi G 22 S JKI seandainya arah gerakan itu adalah untuk merongrong Ideologi Pancasila dan Konstitusi Negara.

Oktober ke depan akan menjadi bulan-bulan penumpasan dari gerakan makar jahat. Jokowi harus ditangkap dan diadili, meski kini ia bersemedi atau bersembunyi di Istana Kelelawar Nusantara. (*)