Tidak Sudi Dijajah China (6)
Di masa Presiden Susilo Bambang Yudoyono mencabut Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pres-Kab/6/1967 tanggal 28 Juni 1967 diganti dengan Keppres Nomor 12 tahun 2014 tanggal 14 Maret 2014 .. "tidak boleh menyebut China diganti dengan sebutan Tionghoa".
Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih
FAKTANYA, Nusantara memang telah dalam genggaman Oligarki. Nasihat Sun Tsu untuk saudagar China benar-benar diresapi sebagai ajaran sakral, dilaksanakan oleh oligarki, sehingga terus eksis sebagai pemenang.
Berulangkali membuat penghianatan di Nusantara dan digebug di berbagai negara jajahannya termasuk di Nusantara, mereka justru semakin mahir dan lihai dalam penyamaran.
Dengan cara halus disadari atau tidak Nusantara telah dikuasai dalam cengkeraman politik dan ekonomi etnis China.
BJ Habibie mengawali kerjanya sebagai Presiden mengeluarkan kebijakan yang fatal: Instruksi Presiden Nomor 26 tahun 1998 tentang Penghentian Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi.
Sadar atau tidak ini sebuah keputusan yang akan menghilangkan akar sejarah perjuangan ketika terbentuknya NKRI.
Sementara PBB sebagai badan dunia pada Sidang Umum 13 September 2007 mengakui bahwa setiap belahan bumi itu ada penduduk asli (Indigenous People = Pribumi) yang harus dilindungi eksistensinya.
Para pendiri bangsa sudah jauh berpikir untuk melindungi kaum pribumi sebagai pendiri, pemilik dan penguasa NKRI dari segala kemungkinan akan disingkirkan, digilas, dan bahkan dimusnahkan oleh kekuatan pendatang penjajah baru. Maka para pendiri bangsa ini telah mewariskan Pancasila dan UUD 1945.
Sebagai keberpihakan dan penghormatan terhadap perjuangan kaum Pribumi dengan mendirikan Asuransi Bumi Poetra.
Tampil gagah perkasa di layar kaca seolah sedang tampil sebagai pejuang dan pahlawan untuk sebuah sejarah menghapus Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi. Sebetulnya Dia itu bekerja untuk siapa.
Di masa pemerintahan Gus Dur (Abdurrahman Wahid), muncul Instruksi Presiden Nomor 14/1967 yang melarang etnis China merayakan pesta agama dan penggunaan huruf hurut China Dicabut. Diganti Keppres Nomor 6/2000 memberikan kebebasan ritual keagamaan, tradisi dan budaya China.
Di masa Presiden Megawati keluar Keppres Nomor 19/2002 "Imlek menjadi hari libur nasional".
Pendukung Megawati paling hobi dengan slogan NKRI harga mati, tetapi pada masa Megawati "Palau Sipadan dan Ligitan lepas dari NKRI”.
Pada Rapat Paripurna ketujuh MPR-RI tanggal 19 Desember 2001 terjadi amandemen ketiga UUD 1945. Perjalanan bangsa yang sudah susah payah dengan pengorbanan jiwa, raga, darah, dan nyawa Berakhir
Hak Indigenous People dilanggar, kesepakatan terjadinya negara Republik Indononesia terkenal dengan Trilogi Pribumisme Dihapus (dianggap tidak ada lagi). Ini atas perintah siapa – setolol ini dibayar berapa?
Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 yang semula berbunyi Presiden ialah orang Indonesia Asli .. diganti menjadi: Calon Presiden dan Wakil Presiden harus warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah menghianati negara, serta mampu secara rokhani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) mencabut Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pres-Kab/6/1967 tanggal 28 Juni 1967 diganti dengan Keppres Nomor 12 tahun 2014 tanggal 14 Maret 2014 .. "tidak boleh menyebut China diganti dengan sebutan Tionghoa".
Di masa Presiden Joko Widodo mimpi Khubilai Khan sejak abad 13 mencapai keemasannya, Proxy berhasil menembus jantung pusat kekuasaan kendali politik Indonesia.
UUD 1945 telah diubah menjadi UUD 2002, Pancasila tinggal sebutan, arah negara sudah dibelokan, pagar negara sudah dirobohkan.
Ternak penguasa berjalan mulus, etnis China rame-rame mendirikan Partai Po Welitik. Indonesia sudah dalam genggaman Oligarki, tinggal selangkah lagi Presiden RI - Jiwa raga etnis China.
Gombal, dungu, tolol, dan sontoloyo slogan tipuan maha dahsyat oligarki dan mahluk gorong-gorong, ditelan mentah-mentah dengan cuap-cuap "Indonesia Emas". (*)