Akan Terjadi di MK Besok: “Hebat Kalau Kalian Bisa Kalahkan Saya”
Sumber kami menambahkan, Ketua MK Suhartoyo dan Arif Hidayat tidak diganggu sama sekali. Sengaja tak diganggu. Strategi, lebih-kurang begitu. Supaya publik melihat bahwa proses di MK berjalan “demokratis”. Seolah tidak ada intervensi.
Oleh: Asyari Usman, Jurnalis Senior Freedom News
MASIH ingat ucapan arogan Joko Widodo: “Hebat Kalau Kalian Bisa Kalahkan Saya”? Pastilah banyak yang masih menyimpan ucapan sombong Jokowi itu di memori masing-masing.
Tampaknya inilah yang akan terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin besok (22 April). Bahwa MK diperkirakan akan memenangkan paslon 02 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Artinya, Jokowi memang tidak bisa dikalahkan. Tidak perlu ditanya atau dijelaskan apakah ada hubungan antara Presiden Jokowi dengan sidang gugatan di MK.
Harapan besar, optimisme tinggi tim hukum 01 dan 03 bahwa gugatan mereka akan dikabulkan oleh MK, besar kemungkinan akan sirna. Prediksi tentang komposisi majelis hakim MK yang semula bisa memberi harapan kepada 01 dan 03, tak bakalan menjadi kenyataan.
Begitulah bocoran yang tampaknya “sangat valid”. Bersumber dari “well-placed person” alias orang yang berposisi tinggi. Tetapi, tetap ada ruang untuk keliru. Bisa saja yang kami tulis ini tidak terjadi.
Namun, sumber itu mengatakan putusan yang tidak memenangkan Prabowo – Gibran hanya akan terjadi kalau ada intervensi dari Yang Maha Kuasa. Sebab, kata beliau, naskah putusan MK sudah berada di dalam map yang tersegel. Tinggal dibacakan saja.
Jadi, sampai sebegitu validnya informasi yang kami tuliskan ini. Baru bisa berubah jika Tuhan mengubah naskah putusan yang memenangkan paslon 02 itu. Sekali lagi, naskah putusan itu tinggal dibacakan besok, Senin, 22 April 2024.
Nah, apa gerangan yang terjadi? Mengapa sidang-sidang MK yang kelihatan “didominasi” oleh kemampuan tim hukum 01 dan tim hukum 03 itu akhirnya tidak mengganggu “kemenangan curang” 02?
Sumber kami bercerita lebih lanjut. Semula, komposisi pro-kontra majelis hakim MK tersusun seperti berikut ini:
Suhartoyo (ketua MK), Arif Hidayat, Saldi Isra dan Enny Nurbaningsih diasumsikan sangat kuat berada di pihak yang mendukung pengabulan gugatan 01 dan 03. Sedangkan Guntur Hamzah, Daniel Yusmic Pancataksi Foekh, Arsul Sani dan Ridwan Mansyur diasumsikan menolak gugatan.
Jadi, komposisinya 4-4. Empat (4) yang pro-pengabulan, empat (4) yang pro-penolakan. Seharunya 4-5 atau 5-4. Tapi Anwar Usman, sesuai ketentuan, tidak boleh ikut di majelis yang menyidangkan sengketa yang punya hubungan keluarga dengan dirinya. Sehingga jumlah majelis menjadi 8 (delapan) hakim.
Komposisi ini 4-4 ini memancarkan sinyal positif bagi 01 dan 03. Sebab, posisi Ketua MK Suhartoyo akan menentukan kemenangan. Dalam arti, di pihak mana Ketua MK berada maka pihak itulah yang menang. Rekam jejak menunjukkan bahwa Suhartoyo cenderung berada di pihak penggugat (01 dan 03).
Celakanya, komposisi 4-4 itu telah berubah menjadi 2-6. Dua hakim pro-pengabulan gugatan dikabarkan berpindah posisi karena tekanan yang sangat dahsyat. Tidak dijelaskan tekanan dalam bentuk apa.
Tetapi, belakangan ini ramai dibicarakan tentang tekanan terhadap para hakim MK dalam bentuk ancaman keselamatan diri dan jabatan.
Sumber kami menambahkan, Ketua MK Suhartoyo dan Arif Hidayat tidak diganggu sama sekali. Sengaja tak diganggu. Strategi, lebih-kurang begitu. Supaya publik melihat bahwa proses di MK berjalan “demokratis”. Seolah tidak ada intervensi.
Bahwa tidak semua hakim menolak gugatan. Masih ada dua hakim yang bebas, tanpa intervensi, mengabulkan gugatan.
Inikah yang akan terjadi atau yang tidak akan terjadi, Senin besok? Kembali lagi ke dalil intervensi Yang Maha Kuasa. Hanya Tuhan satu-satunya pihak yang bisa mengubah naskah putusan yang tersegel itu. (*)