Anies Baswedan dan Habib Rizieq Shihab: Pemimpin yang Dikehendaki Allah

Dari perspektif agama, tulisan ini sangat kuat dalam menggunakan narasi religius. Ayat-ayat Al-Quran dan konsep keadilan Islam (rahmatan lil alamin) digunakan untuk mendukung argumen bahwa Anies Baswedan dan Habib Rizieq adalah pemimpin yang dikehendaki Allah.

Oleh: Guntur Surya Alam, Dokter SpB, Sp BA (K) Dig, MPH, FICS

TULISAN berjudul "Gegap Gempita Menyambut Gembira, Atas Bebasnya Imam Besar Habib Rizieq Shihab" (Freedom News, OPINI HUKUM 12 JUN 2024) oleh Hamka Suyana ini dapat dianalisis dari berbagai perspektif: psikologi, politik, hukum, sosial, dan agama. Berikut analisisnya:

Psikologi

Dari perspektif psikologi, tulisan ini menunjukkan adanya fenomena sosial-emosional yang kuat. Emosi seperti ketakutan, kemarahan, dan harapan sangat menonjol. Penulis menggambarkan penguasa sebagai pihak yang merasa terancam dan paranoid terhadap tokoh-tokoh seperti Anies Baswedan dan Habib Rizieq Shihab.

Emosi rakyat yang merasa "haus" akan keadilan juga dieksplorasi, menciptakan narasi tentang perasaan ketidakadilan yang meluas dan pengharapan akan perubahan. Psikologis kolektif para pendukung kedua tokoh ini dibangkitkan melalui simbolisme dan sentimen keagamaan, memperkuat ikatan emosional mereka terhadap tokoh-tokoh tersebut.

Politik

Secara politik, tulisan ini mengkritik keras pemerintah yang digambarkan sebagai tirani yang semena-mena. Istilah "kepemimpinan tirani" dan "kejahatan demokrasi" digunakan untuk menuduh penguasa memanipulasi sistem hukum dan konstitusi untuk menyingkirkan lawan politik.

Narasi ini mencerminkan ketidakpuasan terhadap pemerintah saat ini dan mendukung figur-figur oposisi yang dianggap memiliki integritas dan kepemimpinan yang adil. Penulis juga menggunakan elemen politik identitas, menyandingkan tokoh oposisi dengan simbol-simbol keagamaan dan moralitas.

Hukum

Dari perspektif hukum, tulisan ini mengkritik apa yang dianggap sebagai penyalahgunaan dari kekuasaan hukum oleh pemerintah. Penulis menuduh bahwa hukum digunakan sebagai alat untuk mengkriminalisasi dan menekan tokoh-tokoh oposisi, khususnya Habib Rizieq Shihab.

Kasus-kasus hukum yang dihadapi Habib Rizieq Shihab dijadikan contoh bagaimana hukum diduga dimanipulasi untuk tujuan politik. Tuduhan seperti "menyebarkan kabar bohong" dan "kriminalisasi" digunakan untuk menunjukkan bahwa proses hukum tidak adil dan bias.

Sosial

Dari perspektif sosial, tulisan ini menggambarkan adanya konflik sosial yang tajam antara para pendukung pemerintah dan oposisi. Narasi ini memanfaatkan sentimen kolektif masyarakat yang merasa tertindas dan membutuhkan perubahan.

Ada juga unsur mobilisasi massa, di mana penulis mengajak pembaca untuk mendukung perubahan politik dengan cara yang aktif. Kisah perjuangan dan penderitaan Habib Rizieq juga digunakan untuk membangkitkan solidaritas dan simpati sosial.

Agama

Dari perspektif agama, tulisan ini sangat kuat dalam menggunakan narasi religius. Ayat-ayat Al-Quran dan konsep keadilan Islam (rahmatan lil alamin) digunakan untuk mendukung argumen bahwa Anies Baswedan dan Habib Rizieq adalah pemimpin yang dikehendaki Allah.

Narasi ini memperkuat legitimasi moral dan religius dari tokoh-tokoh tersebut, sekaligus mengecam penguasa sebagai bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Kejadian-kejadian yang menimpa Habib Rizieq Shihab juga dikaitkan dengan kehendak ilahi, memberikan dimensi spiritual pada perjuangan politiknya.

Kesimpulan

Tulisan ini menggunakan berbagai perspektif untuk mengkritik pemerintah dan mendukung tokoh-tokoh oposisi seperti Anies Baswedan dan Habib Rizieq Shihab. Psikologis massa, dinamika politik, ketidakadilan hukum, konflik sosial, dan narasi religius semuanya digunakan untuk membentuk argumen yang komprehensif dan memobilisasi dukungan.

Narasi ini bertujuan untuk membangkitkan semangat perubahan dan memperjuangkan keadilan menurut perspektif penulis. (*)