Apa Kabar Fufufafa?
Harapan publik terhadap pemerintah kini dalam menangani akun-akun seperti Fufufafa tidak hanya terbatas pada tindakan hukum. Pemerintah juga diharapkan bisa bersikap adil dalam penegakkan UU ITE, terutama terkait ujaran kebencian.
Oleh: M. Isa Ansori, Kolumnis dan Akademisi, Tinggal di Surabaya
DI tengah perubahan dunia yang begitu cepat, informasi merupakan hal penting yang tidak bisa diabaikan keberadaannya. Salah satu yang membuat kecepatan itu adalah hampir setiap orang tidak pandang bulu memegang alat komunikasi dengan teknologi digital. Salah satunya adalah hampir setiap orang mempunyai akun media sosial.
Keberadaan media sosial seringkali menjadi tempat bagi siapa saja untuk mengekspresikan dirinya, pendapat dan perasaan, namun di tangan yang salah, kebebasan ini bisa berubah menjadi senjata yang merusak. Salah satu akun yang menimbulkan banyak kontroversi adalah Fufufafa.
Nama akun ini sempat ramai diperbincangkan di berbagai platform media sosial, bukan karena kontribusi positifnya, melainkan karena jejak rekam digital yang penuh dengan hinaan, ujaran kebencian, dan konten yang memicu kontroversi.
Akun ini dikenal sering menyerang seorang Prabowo Subianto, salah satu tokoh politik terkemuka di Indonesia. Hinaan yang dilontarkan tidak hanya mengarah pada Prabowo secara pribadi, tetapi juga melibatkan keluarganya. Cara Fufufafa menyampaikan pandangan yang penuh kebencian ini sering kali jauh melampaui batas kritik politik yang wajar.
Postingan mereka sarat dengan ejekan kasar, dan bahkan hingga menyeret isu-isu sensitif terkait kehidupan pribadi dan keluarga Prabowo. Dalam beberapa kesempatan, unggahan-unggahan itu memicu reaksi keras dari pendukung Prabowo, serta meningkatkan tensi politik di ranah online.
Selain serangan terhadap tokoh politik, konten yang diunggah Fufufafa juga seringkali menampilkan unsur pornografi dan pelecehan seksual, baik dalam bentuk kata-kata maupun gambar.
Akun ini dengan mudahnya mengunggah konten yang mengobjektivikasi tubuh perempuan, serta membuat komentar vulgar yang melecehkan, tanpa mempertimbangkan dampak dari pesan yang disampaikan. Kecenderungan ini menimbulkan pertanyaan tentang regulasi dan pengawasan media sosial, khususnya terkait penyebaran konten yang merugikan.
Keberadaan akun seperti Fufufafa menunjukkan sisi gelap dari kebebasan berpendapat di dunia digital. Bahayanya, jika dibiarkan, akun seperti ini dapat semakin memperparah iklim percakapan publik di media sosial.
Narasi kebencian dan serangan pribadi yang disebarkan tidak hanya berdampak pada orang yang diserang, tapi juga bisa memicu keretakan sosial dan menciptakan polarisasi di masyarakat. Dalam konteks politik, hal ini bisa juga mengganggu stabilitas nasional, terutama jika digunakannya untuk menyebarkan disinformasi atau fitnah terhadap tokoh-tokoh tertentu.
Lebih parahnya, ketika unsur pornografi dan pelecehan seksual menjadi bagian dari narasi akun tersebut, kita tidak hanya berbicara tentang kebebasan berpendapat yang disalahgunakan, tetapi juga pelanggaran serius terhadap norma-norma hukum dan kesusilaan. Konten semacam ini telah merusak moralitas masyarakat dan berpotensi meracuni generasi muda yang kerapkali menjadi pengguna aktif media sosial.
Inilah mengapa penting bagi pemerintah dan pihak berwenang untuk bertindak tegas terhadap akun-akun seperti Fufufafa.
Langkah tegas berupa pengusutan, penindakan hukum, dan pembatasan akses perlu dilakukan agar penyebaran konten negatif ini dapat dihentikan. Pemerintah harus memperkuat regulasi dan bekerja sama dengan platform media sosial untuk memastikan bahwa konten yang merugikan seperti ini tidak memiliki tempat di ruang publik digital kita.
Harapan publik terhadap pemerintah kini dalam menangani akun-akun seperti Fufufafa tidak hanya terbatas pada tindakan hukum. Pemerintah juga diharapkan bisa bersikap adil dalam penegakkan UU ITE, terutama terkait ujaran kebencian.
Jika penegakkan hukum tidak dilakukan secara merata, rakyat akan kehilangan kepercayaan, dan dugaan bahwa ada sosok kuat yang melindungi akun-akun semacam ini akan semakin kuat.
Transparansi dan keadilan adalah kunci untuk mengembalikan kepercayaan publik, dan tindakan tegas terhadap semua pihak yang melanggar hukum – tanpa pandang bulu – adalah hal yang diharapkan dari pemerintah.
Kini, pertanyaannya adalah, apa kabar Fufufafa? Apakah akun ini akan terus dibiarkan berkeliaran di dunia maya, atau ada langkah konkret untuk membatasi penyebaran kebencian dan konten negatif yang merusak tatanan sosial?
Kita sebagai pengguna media sosial juga perlu lebih kritis dalam menyikapi dan melaporkan konten yang melanggar hukum, agar dunia digital kita lebih sehat dan bermartabat.
Kini harapan itu ada pada Prabowo, kalau ingin menegakkan keadilan sosial maka ujian pertama apakah bisa diselesaikan, menangkap dan mengadili pemilik akun Fufufafa, kalau tidak maka rakyat akan melihat Prabowo tak ada bedanya dengan Mulyono yang jejak rekamnya tak bisa dipercaya. (*)