Bahaya: Pemberian HGU-HGB 190-160 Tahun pada Asing di IKN
Bukankah penjajahan Belanda selama kurang lebih 350 tahun berawal dari hubungan dagang dan sewa lahan milik para Raja dan Sultan? Pada awalnya kaum oligarki yang terdiri dari 17 pengusaha bergabung dalam VOC begitu “sopan” minta izin menyewa lahan.
Oleh: Ferry Is Mirza DM, Wartawan Utama Sekwan Dewan Kehormatan Pengurus PWI Jatim
KEMERDEKAAN yang diperjuangkan bangsa Indonesia lewat Bung Karno, Bung Hatta, Jenderal Soedirman, Sri Sultan Hamengkubuwono, para ulama dan agamawan serta kawan-kawan bukan sekadar mengusir Belanda dan Jepang. Lebih penting setelah 78 tahun terusirnya bangsa asing adalah mengubah tata kelola ekonomi dan politik yang berpihak pada masyarakat luas.
Sebelum merdeka selama 350 tahun, para penjajah membangun sistem ekonomi politik yang hanya memihak kaum elit, penguasa, dan pengusaha asing. Agenda kemerdekaan itu salah satunya untuk memajukan kesejahteraan umum hanya bisa terwujud jika masyarakat luas diberi peluang, bukan hanya diberi uang bantuan langsung tunai (BLT).
Angka pengangguran, kemiskinan, sampai stunting yang cukup tinggi menjadi pertanyaan di tengah tingginya angka investasi proyek strategis nasional.
Hanya saja proyek strategis nasional jadi mirip proyek strategis kolonial jika pelakunya lebih banyak perusahaan dan pekerja asing. Pemerintah kolonial Belanda tidak dipungkiri telah banyak membawa kemajuan ekonomi dan infrastruktur di bumi Nusantara.
Tetapi, pembangunan yang sudah dilakukan pemerintah kolonial tidak membawa kemajuan dalam kesejahteraan umum kaum Bumiputra.
Kemajuan ekonomi semasa kolonial Belanda sebagian besar dinikmati lingkaran penguasa. Posisi masyarakat lokal di kelas tiga di bawah masyarakat pendatang Eropa dan Timur asing. Ini sengaja dibuat untuk menjadikan masyarakat lokal tetap miskin.
Karena itu, selepas 2024 nanti, ada “Kekhawatiran sejumlah kalangan akan hadirnya penjajahan baru. Bagaimana mungkin? Ya, melalui PP Nomor 22 Tahun 2023 yang mengatur pemberian HGU (Hak Guna Usaha) 190 tahun dan HGB (Hak Guna Bangunan) 160 tahun kepada asing di IKN bisa jadi kenyataan "Penjajahan Baru = Neo Kolonial" apabila tidak dikritisi sejak dini.
Apalagi, kemiskinan ditunjang kebodohan akibat minim akses pendidikan membuat penjajahan semakin nyaman tanpa perlawanan.
Pada pra kemerdekaan tersebut, kehadiran kaum terpelajar membentuk organisasi Budi Utomo, Perhimpunan Indonesia, Muhammadiyah, Taman Siswa dan sebagainya berhasil membangun alam pikiran kemerdekaan. Ini perlu dicontoh dan diaplikasikan kembali dengan maksud mewujudkan 78 Tahun Merdeka Terus Melaju Untuk Indonesia Maju.
Membangun dan merawat agenda kemerdekaan sebagai tugas jangka panjang dan berkelanjutan dari gerakan tajdid (inovasi). Penjajahan bisa kembali hadir dengan beragam “inovasi” hanya bisa dicegah gerakan tajdid pemahaman makna kemerdekaan yang berkemajuan.
Oleh karena itu, ada kekhawatiran sejumlah kalangan akan hadirnya "penjajahan baru" melalui pemberian HGU 190 tahun dan HGB 160 tahun di IKN bisa menjadi kenyataan. Apalagi, delapan kesepahaman telah ditandatangani oleh Jokowi dan Xi Jin Ping, 28-29 Juli lalu di Zendhu, China. Satu dari delapan kesepahaman itu yakni menyerahkan perencanaan, pembangunan IKN kepada pihak China.
Bukankah penjajahan Belanda selama kurang lebih 350 tahun berawal dari hubungan dagang dan sewa lahan milik para Raja dan Sultan? Pada awalnya kaum oligarki yang terdiri dari 17 pengusaha bergabung dalam VOC begitu “sopan” minta izin menyewa lahan.
Dari kota kecil Batavia, lalu lama-kelamaan mulai membangun gudang, benteng pertahanan sampai armada militer.
Sejarah kelam bisa berulang jika ingatan tentang sejarah masa lalu itu mudah hilang. Ayo lawan, jangan cuma teriak NKRI Harga Mati.... Ntar keburu Mati beneran. Kasihan anak cucu cicit kita yang merasakan dan menanggung beban. (*)