Ganjar dan Mahfud Akan Berantas Korupsi: Mana Mungkin?

Meski di persidangan nama Ganjar disebut telah menerima uang 500.000 dollar AS, tapi tampaknya dia masih cukup “aman” dari sentuhan KPK. Adakah ini karena campur tangan Oligarki yang selama ini menyokong Presiden Jokowi sehingga KPK juga enggan sentuh Ganjar? Bisa saja!

Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Freedom News

MEMBERSIHKAN sampah atau kotoran di halaman itu harus pakai sapu yang bersih. Jangan sapu yang kotor, karena jika pakai sapu kotor, niscaya halamannya bukannya bersih, tapi malah semakin kotor.

Rasanya sesumbar tersebut tidak berlebihan jika disematkan kepada Bakal Calon Presiden Mahfud MD yang telah ditunjuk oleh Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri sebagai pasangan Bakal Capres Ganjar Pranowo.

Dari sisi pengalaman politik dan pemerintahan, Mahfud MD tidak perlu diragukan lagi. Gurubesar ini pernah menjabat di DPR, menjadi Menteri Pertahanan semasa Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Pernah pula menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Dan, kini masih menjabat Menko Polhukam.

Dalam pidatonya ia berjanji akan meneruskan cita-cita Indonesia emas pada 2045. "Mas Ganjar dan saya akan melanjutkan cita-cita upaya Indonesia Emas 2045," kata Mahfud, di Kantor DPP PDIP, di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (18/10/2023).

Mahfud mengatakan untuk mewujudkan cita-cita ini, bangsa Indonesia harus memenuhi sejumlah syarat. Seperti ideologi bangsa yang kokoh, ekonomi yang baik, hukum dan keadilan ditegakkan, politik yang demokratis, hingga budaya gotong-royong yang hidup, mengedepankan persaudaraan.

Selain itu khusus penegakan hukum, kata Mahfud, hal ini harus dilakukan dengan benar, termasuk pemberantasan korupsi.

Dalam pidatonya Mahfud MD juga mengatakan dirinya sudah mengenal sosok Ganjar Pranowo dari tahun 2004. Menurutnya, Ganjar merupakan sosok yang merakyat, berani dan mampu memperbaiki hal yang salah, juga memperjuangkan nilai politik yang diyakini benar.

"Jika penegakan hukum dilakukan dengan benar, maka setengah masalah bangsa ini Insya’ Allah tuntas. Kalau hukumnya bagus, maka segala aspek kehidupan masyarakat akan bagus juga," kata Mahfud.

Beranikah Mahfud MD (Mahmodin) melakukan pemberantasan korupsi? Saya pribadi kurang yakin betul. Cobalah tengok catatan atau berita terkait dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di Kementerian Keuangan pimpinan Menkeu Sri Mulyani Indrawati itu.

Sebagai Ketua Tim Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tentunya dia harus berani. Apalagi, Mahfud berhasil membungkam sejumlah anggota DPR yang berusaha memojokkan dirinya dalam adu data soal transaksi mencurigakan sebesar 349 triliun rupiah di Kemenkeu sejak 2009.

Tapi, apa yang terjadi? Hingga tulisan ini dibuat, tidak ada tindak lanjut dari Mahfud MD, meski dia menjabat Ketua Tim TPPU. Ucapan Mahfud hanya lantang di depan anggota DPR saja. Setelah sampai di luar, wes ewes ewes, bablas angine, ta’ iye Kak Toan?

Dalam rapat kerja dengan Komisi III pada Kamis (30/3/2023) itu, Mahfud tampil sangat meyakinkan. Dan berani. Dia mendominasi ruangan rapat. Dalam uraian yang cukup detail, Mahfud mengatakan Menkeu Sri Mulyani kemungkinan tidak mengetahui proses yang mencurigakan di kementeriannya.

Dari pernyataannya tersebut, terkesan Mahfud berusaha “melindungi” Sri Mulyani dengan kalimat: “kemungkinan tidak mengetahui proses yang mencurigakan di kementeriannya”. Jelas, sesama “bus kota” memang dilarang saling “mendahului”.

Karena itulah, sesumbar mau berantas korupsi yang disampaikan Mahfud MD, sulit sekali dipegang. Yang sudah ada di depan mata saja tidak tersentuh hukum. Apalagi, yang remang-remang dengan tirai yang sangat tebal tidak tembus pandang.

Sebelum sesumbar akan berantas korupsi sebaiknya Mahfud mau berkaca diri terlebih dahulu. Apa dia memang benar-benar bersih dari perilaku korupsi? Mungkn jejak digital yang sulit dihapus dari internet ini bisa menjawabnya.

Judul berita ini jelas sangat menyudutkan Mahfud. “Soal Uang Miliaran di Tembok Ruang Karaoke, Kata Akil Tanya Mahfud”, Kompas.com (30/01/2014, 17:28 WIB).

Melansir Kompas, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar membantah menyimpan uang Rp 2,6 miliar di balik tembok ruang karaoke di rumah dinasnya, di Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan.

Ia justru meminta hal itu ditanyakan kepada Mahfud MD yang membangun ruang karaoke tersebut ketika menjabat ketua MK sebelum Akil. "Itu tanya sama Mahfud. Yang punya rumah itu dia, yang bikin bangun karaoke itu dia," kata Akil usai sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (30/1/2014).

Tersangka kasus dugaan suap pengurusan sengketa pilkada di MK itu mengakui menyimpan uang miliaran rupiah di rumah dinasnya. Namun, Akil menyimpannya dalam lemari. "Iya, memang uang saya (itu), disimpan dalam tas. Anda di rumah nyimpen uang enggak? Itu dalam travel bag. Lihat barbuknya, itu disimpan di lemari," terang Akil.

Wartawan lalu mencecarnya mengapa tak menyimpan uang dalam jumlah banyak di bank. Akil pun menjawab santai. "Memang enggak boleh nyimpan uang di rumah?" katanya.

Sebelumnya, adanya uang yang disimpan Akil di balik tembok ruang karaoke disampaikan Mahfud. Mahfud mengaku mengetahuinya dari penyidik KPK saat diperiksa sebagai saksi terkait kasus yang menjerat Akil. Menurutnya, Akil simpan uang di tembok ruang karaoke rumah dinas Rp 2,6 miliar.

Dari dua keterangan yang berbeda antara Mahfud MD dan Akil Mochtar tersebut, mana yang benar? Jika itu punya Mahfud MD, berarti ketika pindah dan keluar dari rumah dinas Ketua MK, dia terlupa tidak sempat membawanya, sehingga tertinggal.

Apes bagi Akil, sebab saat terkena kasus, ruangan karaoke itu ditemukan penyidik KPK. Mahfud MD keburu teriak, uang itu sebagai milik Akil Mochtar yang menggantikan posisi Mahfud sebagai Ketua MK.

Dan, konon, KPK sendiri sudah tahu, sayangnya tak mau membuka terus-terang siapa pemilik uang Rp 2,6 miliar sebenarnya yang disimpan di dinding rahasia ruang karaoke di rumah dinas Ketua MK itu.

Apakah KPK memang sengaja tidak membuka siapa pemilik uang di dinding ruang karaoke ini untuk kartu truf agar orang itu tidak teriak dan bersuara sumbang? Bagaimana dengan Ganjar Pranowo?

Terlibat Korupsi?

Seperti pada awal tulisan ini, jika ingin menyapu halaman seharusnya pakai sapu yang bersih. Jadi, halaman akan ikut bersih, bukan dengan sapu yang kotor, sehingga menambah kotornya halaman. Itulah prinsip awal bagaimana memberantas korupsi.

Seperti Mahfud, sudah seharusnya demikian pula dengan Ganjar yang menjadi Bacapres. Mantan Gubernur Jawa Tengah dua periode ini tidak boleh terlibat atau berpotensi pernah melakukan tindak pidana korupsi. Namun, faktanya ternyata berbeda. Coba simak jejak digital Ganjar.

Sudah bukan rahasia lagi, sejak awal Presiden Joko Widodo ingin penggantinya nanti adalah Ganjar Pranowo, sehingga bisa melanjutkan projek Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan Timur yang selalu dibangga-banggakan.

Ganjar yang mengaku doyan nonton video porno ini berpotensi di-KPK-kan terkait kasus e-KTP, meski dia “dilindungi” Ketua KPK Firli Bahuri. Menurutnya, penyelidikan atau penyidikan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana perlu didukung dengan bukti-bukti yang cukup kuat.

Seperti dilansir DetikNews, Kamis (28 Apr 2022 14:39 WIB) Firli Bahuri menyampaikan hingga saat ini pihaknya belum menemukan bukti keterlibatan Ganjar dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.

"Sampai hari ini kita belum menemukan ada bukti atau tidak. Gak boleh kita menetapkan seseorang menjadi tersangka tanpa ada bukti," ucap Firli dalam keterangan tertulisnya, Kamis (28/4/2022). Firli mengungkapkan jika ada pihak yang diduga terlibat dalam suatu perkara, namun alat buktinya tidak kuat, maka hal tersebut harus dihentikan.

"Misalnya ada seseorang yang diduga melakukan suatu peristiwa pidana kalau buktinya tidak ada harus kita hentikan. Begitu juga orang-orang yang disebut (Ganjar). Justru kalau kita menyebut seseorang tanpa bukti itu keliru, inilah yang namanya kepastian hukum dan kepastian keadilan," jelasnya.

Firli pun menambahkan lembaganya juga akan bekerja sesuai peraturan perundangan. Adapun perkara akan dilanjutkan jika nantinya ditemukan bukti yang kuat.

"Sampai hari ini tidak ada bukti yang mengatakan bahwa yang disebut tadi (Ganjar-red) melakukan suatu peristiwa pidana. Kalau ada kita bawa, tapi kan sampai hari ini tidak ada," pungkasnya. KPK sebelumnya telah menetapkan 4 tersangka baru kasus korupsi proyek e-KTP pada Agustus 2019.

Penetapan mereka ini merupakan pengembangan dari perkara yang sama. Sebelumnya, sebanyak tujuh orang telah dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi atas proyek senilai Rp 5,9 triliun dengan kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 2,3 triliun.

Nama Ganjar Pranowo disebut-sebut dalam persidangan kasus e-KTP oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin. Namun, Ganjar merasa tidak pernah menerima uang dalam pembahasan anggaran proyek pengadaan KTP berbasis elektronik (e-KTP).

"Enggak, kata siapa, ngarang itu," ujar Ganjar, seusai menjalani pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta, Selasa (4/7/2017).

Sebelumnya, Nazaruddin membenarkan adanya pembagian uang di Ruang Kerja Anggota Komisi II DPR RI sekaligus Anggota Badan Anggaran DPR RI, Mustokoweni. Nazar mengatakan, tak semua anggota Komisi II menerima uang tersebut.

Ganjar Pranowo yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi II DPR menolak uang sebesar 150.000 dollar AS. "Ribut dia di meja dikasih 150.000. Dia minta (jumlahnya) sama dengan posisi ketua," ujar Nazar, saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (3/4/2017).

Nazar mengatakan, ada perbedaan pembagian kepada Pimpinan Komisi II DPR RI. Menurut dia, Pimpinan Komisi II mendapatkan jatah 200.000 dollar AS, sedangkan anggota mendapatkan 150.000 dollar AS.

Sementara, dalam dakwaan kasus ini disebutkan bahwa Chairuman Harahap selaku Ketua Komisi II mendapatkan 550.000 dollar AS. Nazar mengatakan, Ganjar meminta jatahnya ditambah. Akhirnya, Ganjar diberikan 500.000 dollar AS.

Meski di persidangan nama Ganjar disebut telah menerima uang 500.000 dollar AS, tapi tampaknya dia masih cukup “aman” dari sentuhan KPK. Adakah ini karena campur tangan Oligarki yang selama ini menyokong Presiden Joko Widodo, sehingga KPK juga enggan sentuh Ganjar? Bisa saja!

Nah, masih maukah nanti kita rakyat Indonesia dipimpin oleh Ganjar Pranowo dan Mahfud MD yang sebenarnya berpotensi menjadi “sapu kotor”? (*)

Cobalah simak ungkapan Pengamat Politik Rocky Gerung. Menurutnya, setiap pukul 04.20 WIB, ada rapat bersama oligarki, lembaga survei yang dihadiri menteri utama di sebuah ruangan di Istana.

“Dua hari lalu kita bahas terus-menerus bahwa setiap jam 04.20 di Istana, dikumpulkanlah di situ lembaga survei, oligarki, ada wakil oligarki untuk supply keinginan politik dan ekonomi, dan istana untuk menentukan apa headline yang mesti diajukan supaya headlinenya berguna, maka lembaga survei siap-siap kasih data tuh,” ucapnya dalam kanal YouTube-nya, Sabtu (7/1/2023).

Hasil dari rapat itu kata Rocky, dibuat fabrikasi. Tujuannya untuk membuat publik gugup dan terus menekan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri jelang HUT PDIP pada 10 Januari 2023 lalu untuk mendeklarasikan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

“Sama seperti tadi itu, lalu timbul masalah tuh Ini udah tanggal berapa, di tanggal 10 itu nanti, 4 hari lagi PDIP, masih ada waktu untuk bisa tekan Ibu Mega. Jadi, begitulah kerjaan yang biasa disebut sebagai fabrikasi, dalam teori komunikasi kita difabrikasi supaya ada semacam kegugupan pada publik,” ucapnya.

Dia memastikan rakyat akan gugup melihat perkembangan dan mengetahui kepuasan rakyat terhadap Jokowi masih tinggi tapi tidak mungkin dicalonkan karena elektabilitasnya hanya 15,5 persen versi SMRC berdasarkan survei Desember 2022.

Oleh karenanya, rakyat akan berpikir bahwa kepuasan rakyat terhadap Jokowi bisa dilanjutkan oleh Ganjar Pranowo. Rapat yang dilakukan istana itu mencoba untuk menekan Megawati agar segera mendeklarasikan Ganjar.

“Dan itu harus cepat-cepat didengar oleh Ibu Mega ya karena tanggal 10 kira-kira begitu. Ada ruang namanya war room di Istana itu yang mengevaluasi daily politik dan today isuenya adalah adalah PDIP harus mengucapkan calonnya itu. Jadi Ganjar di push jauh-jauh. Sementara Anies Baswedan tenang-tenang aja itu di daerah mondar-mandir dan tetap dapat dukungan relawan. Jadi fabrikasi ini yang kita ngerti, itu fungsi dari uang aja, tuh bukan fungsi dari etika politik,” tandasnya.

Jadi, dari narasi Rocky Gerung itu, jelas bahwa Jokowi memang sejak awal memfasilitasi oligarki Cs untuk fabrikasi nama Ganjar sebagai Capres PDIP. Sebenarnya amarah Prabowo tak hanya tertuju kepada Megawati, tapi juga ke Jokowi.

Apakah pelambiasan amarah Prabowo itu berlanjut dengan menyatakan dukungannya pada Anies Baswedan? Atau dia tetap ngotot maju sebagai Capres menghadapi Ganjar, dan dikalahkan seperti saat dua kali menghadapi Jokowi pada Pilpres 2014 dan 2019. (*)