Jejak Firli Bahuri Memang Kelam

Dalam sebulan terakhir saja, Firli bahkan dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK, Kepolisian, dan juga Ombudsman RI karena dianggap menyalahgunakan wewenang dan melanggar kode etik. Masihkah Firli tetap dipertahankan sebagai Ketua KPK?

Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Freedom News

POSISI Ketua KPK Firli Bahuri di ujung tanduk. Sulit untuk berkelit. Apalagi, setelah dugaan kasus pemerasan pada mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) mulai ditangani pihak Kepolisian. Di tengah kabar tersebut, beredar foto pertemuan Ketua KPK Firli Bahuri dengan SYL.

Dalam foto yang beredar sejak Jumat (6/10/2023) itu, Firli mengenakan kaus dan celana pendek. Dia juga tampak memakai sepatu olahraga. SYL duduk di sebelahnya. SYL mengenakan kemeja dan celana jins biru. Foto itu diduga diambil di sela Firli Bahuri bermain bulutangkis.

Dalam informasi yang telah beredar, Firli Bahuri dan SYL disebut pernah bertemu pada Desember 2022. Pertemuan keduanya terjadi di sebuah lapangan bulutangkis daerah Mangga Besar, Jakarta Barat.

Isu pertemuan itu kini menjadi sorotan. Pasalnya, sejak pertengahan 2022, KPK sedang melakukan penyelidikan dugaan kasus korupsi di Kementerian Pertanian.

Penyelidikan tersebut kemudian ditingkatkan ke penyidikan pada 2023. Surat perintah dimulainya penyidikan kasus korupsi di Kementerian Pertanian lalu terbit dan ditandatangani oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pada 26 September 2023.

Namun Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan tidak pernah ada pemerasan yang dilakukan pimpinan KPK dalam pengusutan kasus korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan). Dia membantah ada penerimaan uang USD 1 miliar terkait kasus tersebut dari pihak Menteri Pertanian SYL.

"Saya kira nggak ada orang-orang menemui saya, apalagi ada isu sejumlah USD 1 miliar, saya pastikan nggak ada. Bawanya berat itu. Kedua, siapa yang mau kasih itu," kata Firli di gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (5/10/2023), seperti dilansir berbagai media.

Isu pemberian uang miliaran itu disebut diterima Firli Bahuri setelah bermain bulutangkis di daerah Mangga Besar itu. Firli kemudian menyinggung hanya memiliki satu orang ajudan bernama Kevin hingga memiliki jadwal olahraga bermain bulutangkis tiap pekannya.

Dia mengatakan tidak pernah menerima uang yang diduga merupakan hasil pemerasan SYL di lapangan bulutangkis seperti isu yang beredar sejauh ini.

"Ajudan saya hanya satu orang, namanya Kevin, nggak ada yang lain. Mungkin rekan-rekan mengikuti untuk menjaga kesehatan dan kebugaran memang saya sering melaksanakan bulu tangkis setidaknya dua kali seminggu dan itu tempat terbuka," katanya.

Firli lalu menyinggung hubungannya dengan SYL. Dia mengatakan hanya berkomunikasi dengan SYL saat bertemu dalam rapat terbatas atau sidang kabinet. "Di Kementan, saya kenalnya hanya menteri. Di saat rapat terbatas maupun sidang kabinet paripurna, saya selalu bicara pada menteri sebelum sidang, itu diambil fotonya," katanya.

"Saya pastikan kami tidak pernah melakukan hubungan dengan para pihak, meminta sesuatu, apalagi disebut pemerasan. Saya kira tidak ada tuduhan itu," lanjut Firli.

Jejak Kelam

Meski ada bukti foto Firli Bahuri dengan SYL, namun Ketua KPK ini masih mencoba berkelit. Bahwa tidak ada pertemuan dengan para pihak, termasuk dengan SYL. Sayangnya, jejak digital mencatat beberapa kali Firli diduga melakukan pelanggaran Kode Etik.

Firli pernah dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK karena diduga membocorkan dokumen hasil penyelidikan di Kementerian ESDM. Laporan tersebut dilayangkan oleh mantan pimpinan KPK Abraham Samad dan Saut Situmorang hingga Bambang Widjojanto pada Senin (10/4/2023).

Saut menyebut ada indikasi dagang perkara di balik kebocoran dokumen tersebut. Menurutnya, hal itu tampak dari sepak terjang Firli selama bertugas di KPK.

Salah satunya, rentetan kebocoran penanganan kasus dugaan korupsi dan operasi tangkap tangan (OTT) saat Firli menjabat Deputi Penindakan KPK. Saat itu, Saut sebagai pimpinan KPK menerima banyak laporan dari jajaran penindakan KPK.

Kemudian, Firli sempat bertemu dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB), kini politisi Partai Perindo, yang diduga terkait dengan kasus dugaan korupsi dana divestasi PT Newmont. Saut pun mempertanyakan kepentingan Firli di setiap penanganan perkara yang ditangani KPK.

Kini, Firli menjadi salah satu pimpinan KPK yang paling sering dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku ke Dewas KPK.

Saat masih menjabat sebagai Deputi Penindakan pada 2019, Firli dinyatakan terbukti melakukan dugaan pelanggaran berat. Ia bertemu dengan Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang sebanyak dua kali.

Padahal, KPK ketika itu sedang melakukan penyelidikan dugaan korupsi terkait kepemilikan saham pemerintah daerah dalam PT Newmont pada 2009-2016.

Pertemuan pertama terjadi pada 12 Mei 2018 dalam acara peringatan hari lahir (harlah) GP Ansor ke-84 dan launching penanaman jagung 100.000 ha di Bonder Lombok Tengah. Dewan Penasihat KPK Mohammad Tsani Annafari mengatakan, Firli berangkat tanpa surat tugas dan menggunakan uang pribadi.

Keesokan harinya, pertemuan dilakukan pada acara Farewell and Welcome Game Tennis Danrem 162/WB di Lapangan Tenis Wira Bhakti. Acara bermain tenis sebagai perpisahan dengan Korem setempat. Tsani menuturkan acara itu berbeda dengan serah-terima jabatan yang dilakukan pada April 2018 di mana Pimpinan memberi izin.

Pelanggaran etik selanjutnya yaitu saat Firli bertemu pejabat BPK Bahrullah Akbar di Gedung KPK. Padahal, ketika itu, Bahrullah akan menjalani pemeriksaan dalam kapasitas sebagai saksi untuk tersangka Yaya Purnomo perihal kasus suap dana perimbangan.

Tsani mengungkapkan, Firli didampingi Kabag Pengamanan menjemput langsung Bahrullah di lobi Gedung KPK. Ia kemudian masuk ke lift khusus dan langsung masuk ke ruangannya. Setelah itu, Firli memanggil penyidik yang terkait kasus yang diduga melibatkan Bahrullah Akbar.

Kemudian, Firli pernah bertemu dengan pimpinan partai politik di sebuah Hotel di Jakarta pada 1 November 2018. Tsani mengatakan Firli tidak pernah meminta izin melakukan pertemuan dengan pihak yang terkait perkara dan tidak pernah melaporkan ke pimpinan.

Firli disebutkan sempat meminta berita acara pemeriksaan (BAP) Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial yang menyeret nama Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Menurut keterangan, upaya itu dilakukan Firli untuk 'mengunci' Lili.

Firli meminta BAP itu melalui staf pribadinya, Jeklin Sitinjak. Pada 5 Mei 2021, Jeklin disebutkan menemui Kasatgas Penyidik yang menangani kasus dugaan suap Syahrial. Namun, Kasatgas Penyidik menolak permintaan Jeklin.

Kasatgas Penyidik menyampaikan bahwa tidak bisa memberikan BAP dan hanya bisa memberikan laporan perkembangan penanganan kasus saja. Sementara itu, Firli membantah tudingan tersebut dan menyebutnya sebagai fitnah. Ia mengatakan tak pernah meminta BAP perkara suap tersebut.

Kisruh di KPK tiba-tiba kembali mengemuka setelah Firli memberhentikan dengan hormat Direktur Penyelidikan Brigjen Endar Priantoro. Ia beralasan masa penugasan Endar telah habis per 31 Maret 2023.

Padahal, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah mengirimkan surat kepada Firli Bahuri cs untuk memperpanjang penugasan Endar di KPK. Surat itu diteken pada 29 Maret 2023. Firli mengabaikan surat itu dan justru menunjuk jaksa Ronald Ferdinand Worotikan untuk menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Penyelidikan KPK.

Keputusan ini diduga berkaitan erat dengan sikap Endar yang menolak menaikkan status Formula E ke tahap penyidikan karena belum menemukan niat jahat atau mens rea. Sikap itu berbeda dengan keinginan Firli yang disebut 'ngotot' agar status Formula E dinaikkan ke tahap penyidikan.

Pemberhentian ini membuat Endar melaporkan Firli dan Sekretaris Jenderal KPK Cahya Hardianto Harefa kepada Dewas KPK pada Selasa (4/4/2023). Endar mempermasalahkan surat keputusan terkait pemberhentian dengan hormat yang ditandatangani Sekjen KPK dan surat penghadapan ke instansi Polri yang ditandatangani Firli.

Tak hanya oleh Endar, Firli juga dilaporkan ke Dewas KPK oleh kelompok Aktivis 98 Nusantara atas dugaan pelanggaran kode etik.

KPK kini di titik nadir karena sepak terjang pemimpinan. Sejak awal, kepemimpinan Firli dan empat komisioner lain sangat diragukan. Ketika panitia seleksi bentukan Presiden Joko Widodo memilih 10 nama, seperti ditulis Tempo.co, untuk dikirimkan ke DPR pada 4 tahun lalu, sejumlah kalangan telah memberikan masukan agar tak memilih beberapa nama, termasuk Firli.

Karena rekam jejaknya dianggap “bermasalah”. Entah mengapa panitia seleksi tidak mendengarkan masukan valid tersebut. Hasilnya, kini lima dari sepuluh nama pilihan DPR membawa KPK ke masa paling kelam.

Sulit mengharapkan KPK memberantas korupsi dengan adil dan independen. Ambisi Ketua KPK Firli Bahuri untuk menaikkan kasus Formula E ke tahap penyidikan meski belum didukung bukti kuat hanya satu contoh betapa KPK telah menjadi alat politik.

Cukup sudah Firli Bahuri memimpin lembaga antirasuah ini. Bukan perang melawan koruptor, tetapi pada masa kepemimpinannya, lembaga itu malah banyak tersorot kontroversi. "Prestasi"-nya adalah menjadi komisioner yang paling sering diadukan ke Dewan Pengawas KPK.

Dalam sebulan terakhir saja, Firli bahkan dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK, Kepolisian, dan juga Ombudsman RI karena dianggap menyalahgunakan wewenang dan melanggar kode etik. Masihkah Firli tetap dipertahankan sebagai Ketua KPK?

Apalagi, Polda Metro Jaya mulai menangani kasus dugaan pemerasan terhadap SYL. Ia mengaku hampir tiga jam diperiksa oleh pihak berwajib.

“Saya harus menghadap salah satu yang selesaikan hari ini diminta oleh Kapolda Jaya, untuk memberikan keterangan-keterangan berbagai hal yang berkait dengan Jumat 12 Agustus 2023, yang terkait dengan hal-hal yang dilaporkan terkait dengan hal-hal pemerasan," ungkap SYL.

Beranikah Irjen Karyoto mengusut tuntas dugaan pemerasan yang dilakukan mantan atasannya di KPK tersebut? Kini, nyali mantan Deputi Penindakan KPK itu diuji. (*)